Menurut saya, stigma bahwa sesungguhnya kehidupan di pondok pesantren yang terlihat begitu kejam dan tidak 'se-level' dengan kehidupan dengan kota, menurut saya merupakan sesuatu yang sangat tidak relevan. Justru, kehidupan di pondok pesantren adalah sesuatu yang harus kita ikuti.Â
Cara hidup mereka dan tata cara mereka beretika dalam berinteraksi dan berhadapan dengan masalah baru--dalam konteks ini, sekolah, merupakan sesuatu yang sesungguhnya harus dibawa ke kota. Saya merasakan bahwa di tempat yang jauh dari hiruk-pikuk kota, sebuah komunitas telah secara matang membuat persaudaraan yang begitu kuat, dengan visi dan misi untuk hidup yang lumayan jelas, dan komitmen untuk melindungi rakyatnya.
PESANTREN DAN PERKOTAAN, SEAKAN-AKAN PERBEDAAN SEPERTI BUMI DAN LANGIT
Opini saya adalah bahwa hal-hal ini jarang terlihat di kehidupan kota, karena sibuknya manusia, sehingga ia melupakan esensi keseharian. Hal-hal seperti merapikan tempat kerja dan tempat tidur, berdoa secara rutin, dan selalu menghargai waktu orang lain serta menghormati yang lebih tua, semuanya merupakan keutamaan dalam hidup yang seharusnya dihayati manusia beretika di dunia yang selalu berinovasi.Â
Pemikiran saya dalam pengalaman selama berada di pondok pesantren hanyalah satu: andaikan jika kita bisa membawa pulang nilai-nilai dan kegigihan pesantren balik ke kota. Saya merasa bahwa stigma yang saya sebutkan di awal merupakan sesuatu yang kurang mendalami perspektif secara langsung, dan harus diubah karena potensi santriwan dan santriwati yang begitu besar.
Stigma negatif tentang kehidupan di pesantren seringkali tidak berdasar. Justru, kehidupan di pesantren mengajarkan nilai-nilai penting seperti kedisiplinan, kerukunan, dan saling menghormati. Para santri memiliki etos kerja yang tinggi dan komitmen yang kuat terhadap tujuan hidup mereka. Nilai-nilai inilah yang seharusnya kita teladani, tidak hanya di pesantren, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari.Â
Saya ingat sekali sebuah pepatah yang dikatakan oleh salah satu teman yang melaksanakan tahun terakhirnya di pondok pesantren tersebut. Ia mengatakan bahwa kerja itu harus selalu diselingi oleh doa.Â
Tanpa doa, seakan-akan pekerjaan menjadi sangat lama dan membosankan, menghilangkan esensi kita bersusah payah untuk melakukan sesuatu. Disiplin dalam waktu juga merupakan sesuatu yang sangat penting. Tidak seperti di kota, di mana kita seringkali merupakan bahwa waktu harus digunakan sebaik-baiknya untuk keperluan yang sepenting-pentingnya.
REFLEKSI, INTROSPEKSI, DAN PERUBAHAN PERSPEKTIF
Secara khas dan simpel, ada beberapa cara dimana saya bisa mengetahui berbagai macam perbandingan yang mencolok dari dua cara kehidupan yang telah saya alami secara pribadi. Jika kita bandingkan dengan kehidupan di kota yang serba cepat, kehidupan di pesantren terasa lebih sederhana dan penuh makna. Di kota, kita seringkali terjebak dalam rutinitas yang monoton dan teralihkan dari hal-hal yang lebih penting.Â
Sementara itu, di pesantren, kita diajarkan untuk menghargai waktu, menjaga hubungan dengan sesama, dan mengembangkan diri secara spiritual. Menurut saya, kedua perbandingan ini bisa saling melengkapi, namun tentunya dengan perbandingan dan perbedaan ini, saya menjadi tahu akan cara hidup melalui lensa lain yang bisa saya implementasikan.