Mohon tunggu...
Izzatul Afifah
Izzatul Afifah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Halo, saya afifah. Mahasiswa Psikologi yang sedang belajar untuk mengembangkan skill menulis dengan minat yang saya miliki dibidang psikologi. Semoga apa yang saya tulis bisa bermanfaat dan menambah wawasan kepada pembaca. Terima kasih 😇🙏🏻

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Pandemi dan Pemikiran untuk Bunuh Diri, dalam Kacamata Psikoanalisis

23 Agustus 2023   10:31 Diperbarui: 23 Agustus 2023   10:32 309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bunuh diri dalam beberapa tahun terakhir menjadi isu yang ramai diperbincangkan oleh masyarakat. Kehidupan manusia, banyak atau sedikit, memiliki perannya dalam hidup individu lainnya. Masa pandemi COVID-19 yang melanda di berbagai belahan dunia perlu diperhatikan pengaruhnya terhadap keputusan bunuh diri seorang individu di masyarakat. Secara psikologis, apakah terdapat korelasi antara perubahan kehidupan sosial di masa pandemi dengan pemikiran bunuh diri seorang individu? Beberapa penerapan teori dalam tulisan ini diharapkan mampu menjelaskan tren bunuh diri di masa pandemi.

Memahami Tren Bunuh Diri Sebelum dan saat Pandemi

Jumlah kasus bunuh diri yang tercatat di kepolisian pada tahun 2016 sebanyak 875 kasus dan tahun 2017 sebanyak 89 kasus. Jumlah ini lebih kecil dibandingkan dengan perkiraan WHO mengenai jumlah kematian akibat bunuh diri. (Kemenkes, 2019) Menurut WHO global health estimates angka kematian akibat bunuh diri di Indonesia pada tahun 2016 sebesar 3,4/100.000 penduduk dan pada laki-laki sejumlah 4,8/100.000 penduduk jumlah ini lebih tinggi dibanding penduduk perempuan dengan jumlah 2,0/100.000 penduduk. Kejadian bunuh diri terjadi paling banyak pada kelompok umur 20-29 tahun, yaitu sebanyak 5,1 kejadian setiap 100.000 penduduk. Kejadian terbanyak disusul oleh rentang umur 50-59 tahun, 40-49 tahun, lalu 30-39 tahun.

Pada tahun 2018 angka kematian akibat bunuh diri tidak berubah dan penduduk Indonesia tahun 2018 sejumlah 265 juta, maka dapat dihitung perkiraan jumlah kematian akibat bunuh diri di Indonesia sekitar 9.000 kasus dalam setahun. Sedangkan pada tahun 2020 ketika pandemi Covid 19 terjadi WHO meramalkan kasus bunuh diri di Indonesia secara umum menjadi 2,4 per 100.000 jiwa dan diperkirakan jumlah kematian akibat bunuh diri di Indonesia sekitar 1.800 kasus dalam setahun.

Bunuh Diri di Masa Pandemi dalam Kacamata Psikoanalisis

Jika dilihat dari sudut pandang aliran psikoanalisis menurut piramida Sigmund Freud bahwa manusia memiliki id, ego, dan super ego. (Sarlito W, 2019) Id adalah sistem kepribadian yang paling dasar, yang di dalamnya terdapat naluri-naluri bawaan, dan dorongan dorongan yang belum dibentuk atau dipengaruhi kebudayaan yaitu dorongan untuk hidup dan mempertahankan kehidupan serta dorongan untuk mati. Bentuk dari dorongan hidup itu adalah dorongan seksual atau bisa disebut juga sebagai libido, sedangkan dorongan mati berupa dorongan agresi yaitu dorongan yang menyebabkan seseorang ingin menyerang orang lain, berkelahi, marah atau berperang. Id tidak mampu membedakan benar salahnya suatu tindakan. Tujuan id adalah untuk memuaskan semua dorongan primitif.

Id berpengaruh kepada keinginan untuk bunuh diri. Seseorang ingin melakukan bunuh diri karena di dalam id-nya ada dorongan untuk mati atau dorongan yang menyebabkan ia ingin bunuh diri.

Super ego berisi dorongan-dorongan untuk berbuat kebaikan. Doronganya mengikuti norma-norma masyarakat. Dalam kasus bunuh diri superego berperan sebagai dorongan positif yang mengatakan bahwa bunuh diri itu tidak baik, perbuatan yang sangat tidak terpuji di mata tuhan serta perbuatan yang sangat merugikan diri sendiri dan orang lain.

Kemudian ada ego yang berperan sebagai sistem yang menjaga keseimbangan antara id dan super ego. Ego hanya menjalankan prinsip kenyataan yaitu menyesuaikan dorongan-dorongan id atau super ego sesuai dengan kenyataan diluar. Jika ego tidak dapat menjaga keseimbanganya seperti ego terlalu di kuasai oleh dorongan id maka akan terjadilah bunuh diri.

Jika ego tidak menyalurkan dorongan primitif dari super ego maka ia akan menggunakan mekanisme pertahananya. Dalam kasus bunuh diri ini super ego akan menggunakan mekanisme pertahanan rasionalisasi dimana seseorang akan merasioanalisasikan tindakan bunuh diri  karena ia berpikir bahwa sudah tidak ada lagi yang membutuhkanya, bahwa ia merasa tidak pantas untuk hidup, tidak mempunyai pekerjaan, atau faktor-faktor yang lainya yang ia jadikan alasan untuk membenarkan perilakunya tersebut.

Hierarki Kebutuhan, Bagaimana Pandemi Mendorong Tindakan Bunuh Diri?

Selanjutnya ada beberapa alasan orang melakukan tindakan bunuh diri di masa pandemi salah satunya karena kebutuhan yang tidak terpenuhi.

Dengan menggunakan Teori Maslow bahwa pada dasarnya manusia adalah baik, atau setidaknya netral, bukan jahat. Sama halnya dengan fisik, kejiwaan manusia juga membutuhkan kebutuhan, kapasitas dan kecenderungan yang pada dasarnya bersifat baik. (Sarwono, 2019) Teori Maslow yang akan kita terapkan saat ini adalah Teori Hierakri Kebutuhan.

Dalam hierakri kebutuhan menurut Maslow ada lima kebutuhan yang ada di dalam diri manusia yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan keamanan (safety needs), kemudian kebutuhan untuk dimiliki atau dicintai (belongness and love needs), kebutuhan akan harga diri (esteem needs), dan kebutuhan yang paling tinggi yaitu self actualization. (Sarwono, 2019). Namun ada manusia yang hanya memenuhi tiga kebutuhan saja dan manusia dengan jiwa yang sehat harus memenuhi tiga kebetuhan tersebut, yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan keamanan (safety needs), serta kebutuhan untuk dimiliki atau dicintai (belongness and love needs).

Jika kita menghubungkan antara kasus bunuh diri di masa pandemi dengan hierakri kebutuhan Maslow, maka ada beberapa sebab seseorang melakukan tindakan bunuh diri di antaranya adalah tidak terpenuhinya kebutuhan fisiologis karena ia tidak memiliki uang ataupun pekerjaan sehingga ia tidak dapat membeli makanan untuk memenuhi kebutuhan fisiologisnya Hal tersebut besar kemungkinan mendorong individu kehilangan kendalinya untuk selanjutnya memutuskan melakukan tindakan bunuh diri.

Dalam tingkatan yang lain seorang individu dapat memenuhi kebutuhan fisiologisnya namun kebutuhan akan rasa keamanannya tidak terpenuhi seperti pada masa pandemi seperti ini banyak orang yang merasa cemas ketika ia keluar rumah atau ketika ia sudah bertemu dengan orang banyak serta ketakutan berlebih akan keselamatan diri sendiri ataupun orang terdekat hal ini mendorong individu melakukan tindakan yang berlebihan seperti tidak keluar rumah sama sekali serta tidak bersosialisi sebagaimana mestinya. (Masyah, 2020) Kemudian kita pun di haruskan untuk menyesuaikan diri kembali karena adanya peraturan new normal tapi tidak semua manusia bisa beradaptasi dengan mudah sehingga menimbulkan kondisi yang dapat menganggu kestabilan jiwa dan nantinya kebutuhan yang lainya pun tidak akan terpenuhi hal tersebut dapat menyebabkan individu kehilangan kendali atas dirinya serta melakukan hal-hal negatif di luar nalar.

Selanjutnya jika kebutuhan fisiologis dan kebutuhan akan rasa keamananya sudah terpenuhi, tetapi kebutuhan akan merasa di cintai dan dimiliki tidak terpenuhi karena di masa pandemi seperti ini semua orang pasti merasa susah dalam bidang ekonomi, sosial, maupun kesehatan mental sehingga ia tidak punya teman atau keluaga yang bisa ia ajak untuk berkeluh kesah tentang masalahnya dan tidak merasa di cintai sehingga ia berfikir bahwa di dunia ini sudah tidak ada yang peduli terhadap dirinya juga merasa bahwa kebutuhan akan harga dirinya pun tidak terpenuhi  sehingga ia merasa bahwa harga dirinya telah hilang karena ia tidak memiliki teman ataupun keluarga yang mencintainya.  Alasan itu ia pakai untuk ia melakukan tindakan bunuh diri. Hal ini berkaitan juga dengan mekanisme pertahanan ego menurut frued dengan menggunakan mekanisme pertahanan rasionalisasi yaitu mencari kebenaran atas suatu tindakan tersebut.

Jika ke empat kebutuhan tersebut tidak terpenuhi bagaimana bisa memenuhi kebutuhan yang paling tinggi yaitu self actualization ? Di masa pandemi seperti ini banyak orang yang tidak bisa memenuhi kebutuhan ini karena terbatasnya keuangan atau keadaan ekonomi, alat-alat, dan juga pembatasan pelaksaan acara karena di berlakukanya PPKM.

Komunikasi Digital dan Kecemasan

Sudah kita Bahas bahwa sebab seseorang melakukan tindakan bunuh diri di masa pandemi salah satunya adalah kecemasan atau anxiety. Kecemasan merupakan salah satu faktor dorongan tindakan bunuh diri pada seorang individu. Setelah saya melakukan observasi di sosial media twitter. Dari banyak orang yang menyetujui sebuah utas dari akun @aprilliouz yang menyatakan bahwa banyak sekali mahasiswa atau pelajar yang mengahadapi pembelajaran online yang takut atau cemas ketika melihat notifikasi chat. Dahulu mungkin melihat notifikasi chat adalah hal yang biasa namun pada masa pandemi seperti ini orang orang jadi merasa cemas ketika melihat atau mendengar notifikasi chat. contoh tersebut bisa kita kaitan dengan teori atau metode refleksisme dimana yang awalnya mungkin kita mendengar notifikasi chat akan merasa senang atau bahagia karena mungkin yang kita tunggu adalah chat dari orang tersayang sedangkan di masa pembelajaran jarak jauh seperti ini membuat beban pelajar menjadi bertambah karena ada beberapa dosen atau guru yang mungkin sering tiba-tiba memundurkan kelasnya di jam malam atau menambah tugas yang diberikan karena merasa bahwa yang online itu selalu mudah sehingga menurut orang tersebut notifikasi chat sekarang merupakan sebuah ancaman untuk dirinya.

Kecemasan merupakan suatu keadaan dimana rasa khawatir, takut, dan mengeluh akan sesuatu yang belum terjadi. Kecemasan juga dikatakan sebagai suatu respon yang tepat terhadap suatu ancaman namun kecemasan bisa jadi saja menjadi abnormal bila tingkatanya terlalu berlebihan dan tidak sesuai dengan proporsi ancaman.(Saleh, 2019)

Menurut American Psychological Association (APA),kecemasan merupakan keadaan emosi yang muncul Ketika seorang individu itu sedang mengalami stress, serta ditandai dengan perasaan tegang, khawatir yang berlebihan dan disertai dengan dampak fisik seperti detak jantung yang berdetak kencang, naiknya tekanan darah, dan lain sebagainya. (Ruskandi, 2021)

Menurut Teori Freud kecemasan adalah fungsi ego yang berfungsi untuk memperingatkan diri kita tentang datangnya suatu bahaya sehingga dapat disiapkan reaksi yang sesuai. Kemudian kecemasan akan timbul jika seseorang tidak siap menghadapi ancaman. (Alwisol, 2019)

Jika di lihat dari Teori Maslow kecemasan bisa terjadi karena kebutuhan akan rasa aman dan perlindunganya tidak terpenuhi sehingga ia merasa cemas. Lalu ia akan melakukan tindakan diluar nalarnya yaitu bunuh diri. pernyataan tersebut bisa kita kaitkan lagi dengan Teori Freud tentang id, ego dan super ego sudah dijelaskan juga diatas bahwa tindakan bunuh diri ini disebabkan oleh ego yang tidak bisa menjaga keseimbanganya serta terlalu dikuasi oleh id sehingga ia akan melakukan suatu tindakan yang akan memuaskan dorongan primitifnya.

Kemudian ada cara untuk mengurangi kecemasan berlebih. Menurut jurnal yang ditulis oleh D. Rizza bahwa yang bisa dilakukan pada pasien dengan gangguan kecemasan yang berlebihan adalah dengan berolahraga, seperti olahraga aerobik yaitu dengan cara joging 5 kilometer sebanyak tiga kali dalam seminggu.  Pasien juga diminta untuk melakukan pengobatan tambahan seperti akupunktur (Zwanzger, 2018). Kemudian ada cara lain yang dinilailebih efektif untuk pengobatan anxiety yaitu dengan cara CBT atau Cognitive Behavioral Therapy. CBT adalah pengobatan yang efektif untuk anxiety disorder dan biasanya mengarahkan kita untuk menurunkan kecemasan. Sebuah penelitian telah menunjukkan bahwa terapi ini setara dengan pengobatan dengan obat-obatan dan lebih efektif dalam enam bulan setelah pemeriksaan berkala. (Borza, 2017) 

Menjaga Kesehatan Mental di Masa Pandemi

Telah banyak fakta dan sudut pandang bahwa pandemi, secara psikologis berperan dalam keputusan seseorang melakukan tindakan bunuh diri. Sebagai manusia yang selalu berusaha berada di kondisi yang baik, kita perlu mencari cara bagaimana dapat mengelola Kesehatan mendal di masa pandemi.

Salah satu yang bisa kita lakukan untuk menjaga kesehatan mental di masa pandemi seperti ini adalah dengan cara menjaga sistem imunitas dan emosi diri dengan cara tidur yang cukup, olahraga, mencoba hal yang menyenangkan dan coba untuk mengendendalikan ketenangan diri. Mencari dukungan sosial dengan cara saling berhubungan dengan teman melalui sosial media seperti bisa dilakukan video call atau hanya sekedar chat dengan menanyakan kabarnya. Serta jangan termakan hoax tentang COVID 19 yang membuat diri kita menjadi cemas berlebihan dengan cara membatasi diri untuk mengakses berita berita di sosia media atau di TV rumah.(Masyah, 2020)

DAFTAR PUSTAKA

Borza, L. (2017). Cognitive-behavioral therapy for generalized anxiety. 203–208.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2019). Situasi dan Pencegahan Bunuh Diri. In Pusat Data dan Informasi.

Masyah, B. (2020). Pandemi Covid 19 terhadap Kesehatan Mental dan Psikososial. Mahakan Noursing, 2(8), 353–362. http://ejournalperawat.poltekkes-kaltim.ac.id/index.php/nursing/article/view/180/74

Ruskandi, J. H. (2021). Kecemasan Remaja pada Masa Pandemi Covid-19. Jurnal Penelitian Perawat Profesional, 3(3), 483–492. https://doi.org/10.37287/jppp.v3i3.530

Saleh, U. (2019). Anxiety Disorder (Memahami gangguan kecemasan: jenis-jenis, gejala, perspektif teoritis dan Penanganan). Kesehatan, 1–58.

Zwanzger, P. (2018). Treatment of anxiety disorders. MMW-Fortschritte Der Medizin, 160(17), 48–54. https://doi.org/10.1007/s15006-018-0025-z

W, Sarwono. (2019). Berkenalan dengan Aliran-aliran dan Tokoh-tokoh Psikologi Sarlito W. Sarwono. Psikoanalisa. Jakarta: Bulan Bintang, 2019.

Alwisol. 2017. Psikologi Kepribadian. Malang. Paradigma Psikoanalisa. UMM Press.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun