“Budhe! siapa itu?” tanyaku pada Bu Dewi.
“Hapsah” jawabnya cepat.
Aku tahu jika perempuan yang memiliki paras mungil itu telah mengetuk hatiku. Tidak perlu mendeskripsikan Hapsah, takut kalian iri dengan karakteriktik Hapsah. Intinya ia mungil, dan cantik di mataku.
Seminggu ini akan ada cerita menggebu. Aku menjadi semakin gencar menguntitnya entah kemana pun ia pergi. Seperti bepergian ke pasar, aku tidak berani menyapanya.
Namun dia berbicara padaku, “Bajingan Agung, tolong angkatkan barang ini ke cikarmu. Aku sudah lelah” kata Hapsah galak.
Aku mengangguk dan mulai mengangkat beberapa barang belanjaannya dan cepat berlalu.
“Agung, kamu keponakannya Bu Dewi?” Hapsah.
“Iya, Hap” Aku berkata dengan sedikit senyum.
Aku mendengar Hapsah mengeluh kesal, cepat, dan galak.
“Hapsah! Namaku Hapsah. Bukan Hap!” Hapsah menggikan suaranya.
Aku mengangguk setuju. Lantas kalau tidak setuju pasti bidadariku ini akan terus marah.