Anak adalah amanah dari Allah SWT yang harus dijaga, dirawat dengan baik dan dididik sesuai dengan perintah agama.
Sebagai orang tua, kita memiliki peran penting dalam mendidik anak. Rasulullah SAW mengatakan bahwa orang tua merupakan sekolah pertama bagi anak-anaknya.
Oleh karenanya sebagai orang tua diperlukan bekal yang cukup untuk mendidik  anak. Salah satu diantara sekian banyak cara adalah dengan mengetahui bahasa kasih anak.
Menurut Dr. Gary Chapman dalam bukunya The Five Love Languages setiap orang memiliki cara tertentu untuk memberi dan menerima cinta. Lima bahasa kasih tersebut adalah kata-kata pendukung (word affirmation), waktu berkualitas (quality time), tindakan melayani (acts of service), pemberian hadiah (receiving gifts), dan sentuhan fisik (physical touch).
Dari keempat anak saya, bahasa kasih yang saya berikan tentu berbeda antara anak satu dengan lainnya. Bahasa kasih yang saya berikan merupakan respon atas bahasa kasih anak-anak.
Bagaimana caranya mengetahui bahasa kasih antara anak yang satu dengan lainnya?
Mengetahui bahasa kasih anak-anak dapat membantu orang tua memenuhi kebutuhan emosional mereka dengan cara yang paling efektif.
Cara untuk mengetahui bahasa kasih anak adalah dengan mengamati perilaku mereka, bagaimana mereka menunjukkan kasih sayang kepada kita sebagai orang tua atau kepada orang lain.
Jika anak sering memeluk, bahasa kasihnya mungkin sentuhan fisik. Jika anak sering memberikan pujian, bahasa kasihnya mungkin kata-kata pendukung.
Anak sering kali menunjukkan bahasa kasih mereka melalui permintaan. Contoh: Anak yang meminta waktu bermain bersama mungkin memiliki bahasa kasih waktu berkualitas. Anak yang meminta bantuan menunjukkan bahasa kasih tindakan melayani.
Cara berikutnya adalah berikan berbagai bentuk kasih sayang dan lihat respons anak. Contoh:
Jika anak terlihat senang saat diberi hadiah kecil, bahasa kasihnya mungkin pemberian hadiah. Jika anak merasa puas setelah berbicara panjang lebar, bahasa kasihnya mungkin waktu berkualitas.
Setelah kita mengetahui bahwa ada lima bahasa kasih, cobalah secara bergantian untuk:
Memberikan pujian (kata-kata pendukung), Meluangkan waktu khusus (waktu berkualitas),
Memberikan hadiah kecil (pemberian hadiah),
Membantu anak dengan tugasnya (tindakan melayani), Â Memberikan pelukan atau sentuhan kasih (sentuhan fisik).
Catat bentuk kasih sayang mana yang paling membuat anak bahagia.
Dari sekian cara tersebut saya menemukan bahasa kasih pada anak-anak saya.
Pada anak pertama saya menemukan bahwa bahasa kasihnya adalah tindakan melayani (Acts of Service). Dia senang sekali bila saya melayani atau membantu keperluannya. Selain itu dia juga menunjukkan bahasa kasih yang masuk kriteria pemberian hadiah (Receiving Gifts).
 Dia akan kelihatan sangat bahagia bila saya memberinya hadiah. Meski bukan berupa barang yang mahal, bahkan sekedar makanan atau minuman kesukaannya misalnya masakan padang, bakso, somay atau minuman es boba.
Anak kedua beda lagi. Saya menemukan bahasa kasihnya adalah kata-kata pendukung (Words of Affirmation). Dia tampak sangat bahagia bila saya memberikan pujian atas hasil kerjanya. Karena anak kedua masih kuliah dan berada di luar kota, dia seringkali mengirimkan foto hasil masakannya. Meski hanya berupa emoticon jempol atau love melalui chat, dia membalas dengan mengirimkan sticker tanda bahagia.Â
Selain itu saya juga menemukan bahasa kasih anak kedua adalah waktu berkualitas (Quality Time). Meski jarak memisahkan kami, anak kedua seringkali telpon atau video call untuk sharing atau curhat, bahkan hanya sekedar cerita tentang teman atau aktifitasnya.
Anak saya yang pertama dan kedua perempuan menunjukkan bahasa kasih yang berbeda. Anak saya yang ketiga laki-laki beda lagi bahasa kasihnya. Sudah lazim kiranya kalau anak laki-laki memiliki kecenderungan untuk dilayani. Bahasa kasih anak laki-laki saya memang termasuk tindakan melayani (Acts of Service).Â
Dia merasa senang bila saya dapat melayani keperluannya misalnya dengan meminjamkan laptop untuk menyelesaikan tugas-tugas kuliahnya. Meski laki-laki, bahasa kasih anak ketiga saya yang lain adalah waktu berkualitas (Quality Time). Dia betah berlama-lama ngobrol dengan saya untuk membahas apa saja, hal serius maupun sekedar menceritakan temannya. Kalau sudah bercerita roman mukanya nampak bahagia sekali.
Anak keempat saya perempuan. Dia istimewa dengan Down Syndrome-nya. Dia juga istimewa dengan bahasa kasihnya. Dia memiliki kelima bahasa kasih itu sekaligus. Meski kosa katanya masih terbatas namun bahasa kasih berupa kata-kata Pendukung (Words of Affirmation) dimilikinya.Â
Setiap kali saya memberikan pujian atau penghargaan atas tindakan kecilnya misalnya bisa memakai baju sendiri atau membantu saya mengambil barang, dia tersenyum bahagia. Bahkan tak sekedar senyum, dia pun merespon dengan mencium pipi saya.
Si kecil juga memiliki bahasa kasih berupa waktu berkualitas (Quality Time). Bila si kecil sedang bersama saya maka dia tidak mengijinkan kakak-kakaknya untuk dekat-dekat dengan saya. Dia benar-benar merasa bahagia, menikmati kebersamaan dengan saya sehingga ketika kakak-kakaknya datang dia merasa terganggu.
Tindakan melayani (Acts of Service) adalah bahasa kasih si kecil yang ketiga. Dengan keterbatasan yang dimilikinya otomatis dia memerlukan pelayanan dari orang-orang terdekatnya. Namun dia memberikan respon yang berbeda kepada siapa yang melayaninya. Dia nampak sangat bahagia bila yang melayani adalah saya. Ya wajar sajalah, saya adalah ibunya. Selain itu keberadaan saya yang jarang membersamainya juga menjadi alasan respon si kecil.
Si kecil juga bisa memiliki bahasa kasih yang termasuk pemberian hadiah (Receiving Gifts). Matanya tampak berbinar bila saya memberinya makanan atau minuman kesukaannya seperti roti, coklat, salad buah atau es kelapa muda.
Bahasa kasih si kecil berikutnya adalah sentuhan fisik (Physical Touch). Dia sangat suka kalau dipeluk, dielus. Apalagi kalau mau tidur, si kecil akan menyodorkan kakinya minta dielus sampai dia tertidur.
Dengan mengenali bahasa kasih setiap anak, orang tua dapat membangun hubungan yang lebih dalam, membantu anak merasa lebih dicintai, dan menciptakan suasana keluarga yang harmonis. Hal ini tentu saja akan berdampak pada tumbuh kembang mereka menjadi pribadi yang percaya diri, stabil, dan mampu membangun hubungan yang sehat di masa depan.
Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H