Selain itu saya juga menemukan bahasa kasih anak kedua adalah waktu berkualitas (Quality Time). Meski jarak memisahkan kami, anak kedua seringkali telpon atau video call untuk sharing atau curhat, bahkan hanya sekedar cerita tentang teman atau aktifitasnya.
Anak saya yang pertama dan kedua perempuan menunjukkan bahasa kasih yang berbeda. Anak saya yang ketiga laki-laki beda lagi bahasa kasihnya. Sudah lazim kiranya kalau anak laki-laki memiliki kecenderungan untuk dilayani. Bahasa kasih anak laki-laki saya memang termasuk tindakan melayani (Acts of Service).Â
Dia merasa senang bila saya dapat melayani keperluannya misalnya dengan meminjamkan laptop untuk menyelesaikan tugas-tugas kuliahnya. Meski laki-laki, bahasa kasih anak ketiga saya yang lain adalah waktu berkualitas (Quality Time). Dia betah berlama-lama ngobrol dengan saya untuk membahas apa saja, hal serius maupun sekedar menceritakan temannya. Kalau sudah bercerita roman mukanya nampak bahagia sekali.
Anak keempat saya perempuan. Dia istimewa dengan Down Syndrome-nya. Dia juga istimewa dengan bahasa kasihnya. Dia memiliki kelima bahasa kasih itu sekaligus. Meski kosa katanya masih terbatas namun bahasa kasih berupa kata-kata Pendukung (Words of Affirmation) dimilikinya.Â
Setiap kali saya memberikan pujian atau penghargaan atas tindakan kecilnya misalnya bisa memakai baju sendiri atau membantu saya mengambil barang, dia tersenyum bahagia. Bahkan tak sekedar senyum, dia pun merespon dengan mencium pipi saya.
Si kecil juga memiliki bahasa kasih berupa waktu berkualitas (Quality Time). Bila si kecil sedang bersama saya maka dia tidak mengijinkan kakak-kakaknya untuk dekat-dekat dengan saya. Dia benar-benar merasa bahagia, menikmati kebersamaan dengan saya sehingga ketika kakak-kakaknya datang dia merasa terganggu.
Tindakan melayani (Acts of Service) adalah bahasa kasih si kecil yang ketiga. Dengan keterbatasan yang dimilikinya otomatis dia memerlukan pelayanan dari orang-orang terdekatnya. Namun dia memberikan respon yang berbeda kepada siapa yang melayaninya. Dia nampak sangat bahagia bila yang melayani adalah saya. Ya wajar sajalah, saya adalah ibunya. Selain itu keberadaan saya yang jarang membersamainya juga menjadi alasan respon si kecil.
Si kecil juga bisa memiliki bahasa kasih yang termasuk pemberian hadiah (Receiving Gifts). Matanya tampak berbinar bila saya memberinya makanan atau minuman kesukaannya seperti roti, coklat, salad buah atau es kelapa muda.
Bahasa kasih si kecil berikutnya adalah sentuhan fisik (Physical Touch). Dia sangat suka kalau dipeluk, dielus. Apalagi kalau mau tidur, si kecil akan menyodorkan kakinya minta dielus sampai dia tertidur.
Dengan mengenali bahasa kasih setiap anak, orang tua dapat membangun hubungan yang lebih dalam, membantu anak merasa lebih dicintai, dan menciptakan suasana keluarga yang harmonis. Hal ini tentu saja akan berdampak pada tumbuh kembang mereka menjadi pribadi yang percaya diri, stabil, dan mampu membangun hubungan yang sehat di masa depan.
Semoga bermanfaat.