Pernahkah anda mengalami bahwa apa yang sering anda ucapkan menjadi kenyataan?
Ada sedikit cerita seru saat keberadaan saya di kota suci Mekkah dan Madinah beberapa hari yang lalu saat melaksanakan ibadah umroh.
Seringkali saya menggoda teman atau siapapun yang sudah melakukan kebaikan dengan ucapan "Terima kasih kakak/Mas/Mbak/Adik/Bapak/Ibu yang baik hati dan tidak sombong, rajin menabung, suka menolong nenek-nenek yang mau menyeberang.
Nah kalimat terakhir itulah yang saya alami sampai tiga kali.
Padahal kalimat itu bagi saya adalah becandaan. Ternyata menjadi kenyataan saat di tanah suci.
Kejadian pertama saat saya hendak melaksanakan thawaf sunnah bersama teman sekamar. Saat baru masuk gate 5 King Abdul Aziz tetiba ada seorang nenek-nenek menjawil tangan saya. Kebetulan kita sama-sama satu travel Samira tapi beda wilayah.
"Nak, dari Samira ya." Begitulah nenek itu menyapa kami.
Alhamdulillah hampir semua jamaah dari travel di Indonesia membuat peraturan harus memakai ID Card saat keluar dari kamar hotel.
Qadarullah saya dan teman saya dipertemukan dengan nenek itu. Setelah saling sapa tahulah kami bahwa nenek itu terpisah dari rombongan saat thawaf. Nenek itu berasal dari Padang Sumatera Barat. Namanya Ibu Darhayati.
Segera saya mencari nomor kontak dari ustadz pembimbingnya melalui ID Card yang dipakai.
Beberapa kali telpon nomor kontak yang tertera, ternyata tidak mudah. Tersambung, putus lagi. Ustadz pembimbingnya mengarahkan saya menghubungi ustadz satunya lagi. Subhanallah, benar-benar diuji. Sementara hari semakin siang, semakin panas. Jamaah yang thawaf semakin banyak.
Sambil menunggu ustadz pembimbing menjemput nenek, saya pun video call pada keluarga besar Bani Abdullah Noer (dari keluarga saya sendiri), Â Bani Abdul Syukur (dari keluarga alm suami), serta beberapa teman agar bisa berdoa bersama mumpung di depan ka'bah.
Saat saya video call itu tetiba si nenek pergi. Agak panik juga. Syukurlah ketemu lagi. Nenek ini memang agak "lincah", sebentar-sebentar hilang dari pandangan.
Akhirnya ustadz pembimbing pun datang. Kami pun berpamitan. Sang ustadz dan nenek menyampaikan terima kasih. Sebelum berpisah saya titip pesan pada nenek agar tidak lepas lagi dari rombongan. Sehat-sehat ya Nek.
Kejadian kedua terjadi saat saya mau menuju ke hotel Moven Pick, tempat kami dari bus 082 bermalam.
Saat itu saya sendirian. Teman saya membersamai putrinya yang sedang tidak sehat.
Sengaja saya agak siang kembali ke hotel untuk sarapan. Saya berangkat kira-kira pukul 03.00 waktu setempat. Langsung menuju Masjidil Haram. Sudah full ternyata. Jadi saya dan banyak jamaah lainnya diarahkan ke rooftop. Alhamdulillah suasana yang nyaman, langsung di bawah langit kota suci Mekkah, saya dan jamaah lainnya pun melakukan serangkaian ibadah sunnah. Ada yang qiyamullail, sholat sunnah taubat, sholat sunnah hajat, tilawah Al Qur'an serta berdzikir.
Itu dilakukan sambil menunggu adzan Shubuh. Selesai sholat Shubuh berjamaah, seperti biasanya sang Imam Masjid akan memimpin sholat ghoib, mendoakan seluruh kaum muslim di seantero jagad tanpa memandang suku, ras, bangsa ataupun golongan.
Tak mau menyia-nyiakan waktu, selepas sholat ghoib, saya menunggu waktu syuruq sambil membaca dzikir pagi, lanjut tilawah Al Qur'an.
Sholat Syuruq memiliki banyak keutamaan yang sangat besar dalam Islam. Sholat ini adalah sholat sunnah dua rakaat yang dilakukan setelah matahari terbit sekitar 15-20 menit.
Sholat Syuruq memiliki beberapa keutamaan diantaranya adalah memiliki pahala setara dengan haji dan umroh.
Selain itu waktu syuruq adalah waktu yang mustajab untuk berdoa.
Hal yang tak kalah pentingnya adalah mendapatkan perlindungan Allah sepanjang hari.
Setelahnya saya pun melanjutkan dengan sholat dhuha. Saya benar-benar menikmatinya. Rasanya sangatlah rugi bila kita melewatkan momen berharga itu. Bukankan ibadah kita akan dilipatgandakan nilainya sampai 100.000 kali lipat bila dilakukan di tanah suci Makkah.
Keluar dari rooftop setelah menuruni eskalator sebanyak empat kali, lanjut ke hotel sekitar 200 meter.
Hotel Moven Pick berada di dalam mall. Nah saat mau masuk mall itu tetiba ada nenek-nenek nyolek pundak saya.
"Mbak dari Samira ya."
Betul, Nek."
"Saya bisa minta tolong kah, Mbak. Saya tadi bersama anak dan menantu, trus saya disuruh duluan."
"Nenek di kamar berapa?"
"Saya kamar 19."
"Tapi saya lapar. Maukah Mbak mengantarkan saya ke restoran ?"
Sebenarnya saya ingin segera ke toilet karena sudah cukup lama menahan.
"Saya mau ke kamar dulu, Nek."
"Temani saya dulu, ya."
"Baiklah, Nek. Saya temani."
Akhirnya saya pun mengantarkan nenek itu. Naik lift ke M1 tempat restoran Al Firdaus berada.
Kami pun memilih tempat di pojokan. Tetiba ada yang nyamperin.
"Ibu dari mana saja. Kami nyari dari tadi."
Alhamdulillah si nenek ketemu sama anak laki-lakinya.
Saya pun menemani nenek sarapan. Saya ambilakn minum. Saya tawari buah juga.
Datang lagi menantunya.
"Alhamdulillah ibu sudah ketemu."
"Iya, aku tadi ditolong sama mbak ini." Nenek mengatakan itu sambil menunjuk ke arah saya.
"Terima kasih, Bu. Sudah menolong ibu kami."
Si nenek pun berbisik pada saya,"Gimana, masih kebelet?"
 "Sudah ndak, Nek." Kami pun tertawa bareng.
Saya pun pamitan pada keluarga nenek yang dari Bandung itu. Masya Allah, senang rasanya menyaksikan mereka. Berangkat umroh satu keluarga. Nenek, anak, menantu serta cucu. Saya pun berdoa semoga Allah memperkenankan saya bersama anak-anak bisa berangkat umroh bersama.
Kejadian ketiga saya ditaqdirkan menolong nenek-nenek lagi saat di Bandara Jeddah.
Kami ceck out dari Hotel Moven Pick hari Selasa pukul 09.30 waktu setempat. Lanjut ke Jeddah, mampir ke swalayan di sana.
Sekitar pukul 15.00 waktu setempat kami berangkat ke bandara Jeddah. Sambil menunggu antrian cek paspor dan tiket pesawat, qadarullah saya dipertemukan lagi dengan seorang nenek yang sedang tidak sehat.
Pas di sebelah saya. Kepalanya disandarkan di kursi. Wajahnya pucat. Saya pegang dahinya, agak panas.
"Nenek sakit?"
"Iya, nak."
"Nenek dari bus berapa?"
"86."
"Dari mana asalnya, Nek?"
"Dari Sulawesi."
"Ya sudah, sini Nek saya pijit ya."
Saya olesi lehernya dengan Freshcare. Saya pijit pelipisnya kanan kiri. Saya pijit leher bagian belakangnya.
Saya berusaha mencari team leadernya agar segera melakukan penanganan.
Syukurlah sebelum kita berpisah untuk naik pesawat, saya sudah ketemu dengan teman satu busnya. Meski kami satu pesawat tapi tempat duduknya kita tidak tahu.
Saya pun berpamitan.
Sehat-sehat ya, Nek.
Sebuah pelajaran berharga. Semoga Allah mampukan kita berangkat umroh dalam keadaan sebaik-baik iman, sebaik-baik kesehatan, sebaik-baik apapun.
Umroh melibatkan berbagai aktivitas fisik yang cukup berat, seperti thawaf (mengelilingi Ka'bah), sa'i (berlari kecil antara bukit Safa dan Marwah), serta sering kali melibatkan perjalanan yang panjang dan kondisi cuaca yang mungkin ekstrem.
Oleh karena itu, kondisi fisik yang prima sangat dibutuhkan agar dapat menjalankan ibadah dengan baik dan khusyuk.
Kesehatan yang baik sangat penting saat melaksanakan umrah, karena kondisi lingkungan di Tanah Suci, seperti suhu yang tinggi, keramaian, dan perbedaan cuaca, bisa menjadi tantangan.
Sebelum berangkat, disarankan untuk memeriksakan kesehatan dan membawa obat-obatan yang diperlukan.
Baarakallahu fiikum.
Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H