Mohon tunggu...
IZALMIANTO
IZALMIANTO Mohon Tunggu... Guru - Kepala Sekolah

Hi..., I'm an elementary school teacher from Kabupaten Sarolangun Provinsi Jambi. Thank you.. !!

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-Nilai Kebajikan sebagai Pemimpin

25 Oktober 2022   21:12 Diperbarui: 25 Oktober 2022   21:16 1092
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-Nilai Kebajikan Sebagai Pemimpin

(Koneksi Antarmateri - Modul 3.1)

BAPAK Pendidikan Indonesia Raden Mas Suwardi Soerjaningrat yang dikenal dengan sebutan Ki Hajar Dewantara (KHD) telah mencetuskan azas Pendidikan patrap triloka. Patrap triloka berisikan tiga semboyan, yaitu :  Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madya Mangun Karsa dan Tut Wuri Handayani : Bahwa seorang pendidik harus mampu memposisikan diri, ketika didepan menjadi contoh atau teladan, ditengah membangun kemauan, dibelakang memberi dorongan dan pengaruh.

Dalam ketiga konteks semboyan patrap triloka tersebut, dimaksudkan bahwa seorang pendidik dituntut dapat memahami peran dan tugasnya dalam Pendidikan.

Ki Hajar Dewantara menjelaskan, bahwa tujuan pendidikan yaitu menuntun segala segala kodrat yang ada pada anak-anak agar dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya, baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat.

Dalam menununtun laku dan kodrat anak, Ki Hajar Dewantara mengingatkan peran pendidik sepertihalnya seorang petani atau tukang kebun. Sementara, anak-anak itu seperti biji tumbuhan yang disemai ddan ditanam oleh petani. Pendidik hanya dapat menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan atau kodrat yang ada pada anak, bukan agar dapat memperbaiki lakunya (bukan) dasarnya.

Kaitannya terhadap penerapan pengambilan keputusan sebagai sorang pemimpin, dimana pendidik merupakan pemimpin pembelajaran dan teladan bagi murid, maka seorang pendidik dituntut mampu berpegang pada nilai-nilai kebajikan yang bersifat universal dan berpihak pada murid.

Sebagai seorang guru kita harus menyadari bahwa guru memiliki peran penting terhadap murid, guru tidak sekedar orang yang bertugas mentransfer ilmu kepada anak. Namun guru harus mampu menempatkan diri sebagai pamong didalam belajar. Guru menuntun anak agar mampu mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya, baik sebagai seorang manusia maupun sebagai anggota masyarakat.

Kemudian, guru tentunya memiliki nilai-nilai positif yang sudah tertanam dalam dirinya. Nilai-nilai positif yang mampu mempengaruhi diri untuk menciptakan pembelajaran yang berpihak pada murid.

Nilai-nilai yang akan membimbing dan mendorong pendidik untuk mengambil keputusan yang tepat dan benar. Nilai-nilai positif tersebut seperti mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif, serta berpihak pada murid. Nilai-nilai tersebut merupakan prinsip yang harus dipegang teguh ketika kita dituntut mengambil keputusan dari dua pilihan yang secara logika dan rasa keduanya benar, berada situasi dilema etika (benar lawan benar) atau berada dalam dua pilihan antara benar melawan salah (bujukan moral) yang menuntut kita berpikir secara seksama untuk mengambil keputusan yang benar.

Selanjutnya, seiring perkembangan dan tuntutan zaman, seperti halnya didunia pendidikan, memerlukan seorang pendidik yang profesional, kompenten dan mandiri. Sebagai tenaga pendidik yang peka terhadap hal tersebut, kita harus terus berupaya mempersiapkan diri dengan selalu banyak belajar dan berbagi. Belajar dimaksudkan melakukan pengembangan diri melalui berbagai kegiatan, seperti pelatihan, seminar, diskusi dan lain sebagainya. Sedangkan berbagi, yaitu mengaktualisasikan kemampuan diri secara langsung di dunia pendidikan.

Materi pengambilan keputusan berkaitan dengan kegiatan 'coaching' (bimbingan) yang diberikan pendamping atau fasilitator dalam perjalanan proses pembelajaran sangat berarti dan bermanfaat bagi pendidik.

Proses coaching sebagai komunikasi pembelajaran antara pendidik dan peserta didik. Peserta didik diberikan ruang kebebasan untuk menemukan kekuatan dirinya. Peran pendidik sebagai sebagai "pamong" dalam memberi tuntunan dan memberdayakan potensi yang ada agar peserta didik tidak kehilangan arah dan menemukan kekuatan dirinya tanpa membahayakan dirinya. Sistem Among, Ing Ngarso Sung Tulodho, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani, menjadi semangat yang menguatkan keterampilan komunikasi pendidik dan peserta didik dengan menggunakan pendekatan  coaching.. Tut Wuri Handayani menjadi kekuatan dalam pendekatan proses coaching dengan memberdayakan semua kekuatan diri yang ada pada peserta didik.

Sebagai seorang pendidik atau pamong dengan semangat Tut Wuri Handayani, maka pendidik perlu menghayati dan memaknai cara berpikir atau paradigma berpikir Ki Hajar Dewantara  sebelum melakukan pendampingan  dengan pendekatan coaching sebagai salah satu pendekatan komunikasi dengan semangat among (menuntun). Dalam relasi pendidik dengan pendidik, seorang coach juga dapat membantu seorang coachee untuk menemukan kekuatan dirinya dalam pembelajaran. Pendekatan komunikasi dengan proses coaching merupakan sebuah dialog antara seorang coach dan coachee yang terjadi secara emansipatif dalam sebuah ruang perjumpaan yang penuh kasih dan persaudaraan.

 Alur percakapan coaching yang akan membantu coach dalam membuat percakapan coaching menjadi efektif dan bermakna yaitu alur TIRTA yang dikembangkan dari satu model umum coaching yang dikenal sangat lua dan telah banyak diaplikasikan yaitu  GROW model. GROW adalah kepanjangan dari Goal, Reality, Options, dan Will.

Alur percakapan coaching TIRTA dikembangkan dengan semangat merdeka belajar yang membuat kita memiliki paradigma berpikir , prinsip dan keterampilan coaching untuk memfasilitasi rekan sejawat agar dapat belajar dari situasi yang dihadapi dan membuat keputusan-keputusan bijaksana secara mandiri.

Kemampuan seorang guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya akan berpengaruh terhadap pengambilan suatu keputusan khususnya masalah dilema etika.

Implementasi kompetensi sosial emosional (KSE) di sekolah diterapkan melalui pengajaran eksplisit, terintegrasi dalam praktik pembelajaran  dan kurikulum akademik, penciptaan iklim kelas, budaya sekolah, dan penguatan KSE pada pendidik dan tenaga kependidikan.

KSE pada  pengajaran eksplisit  dapat dilaksanakan dalam bentuk kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler. KSE dengan  integrasi  pembelajaran  dan kurikulum akademik dapat dituangkan  dalam  konten pembelajaran dan strategi pembelajaran pada materi akademik, musik, seni dan pendidikan jasmani. KSE melalui penciptaan iklim kelas dan budaya sekolah diterapkan dengan   penguatan praktik guru dan gaya interaksi mereka dengan murid, atau dengan mengubah peraturan dan harapan sekolah, KSE melalui penguatan KSE pada pendidik dan tenaga kependidikan diterapkan   dengan berkolaborasi, membangun hubungan saling percaya dan memelihara komunitas yang erat.

Terdapat tiga cara dalam menguatkan pendidik dan tenaga kependidikan dalam KSE, yaitu dengan menjadi teladan (model), belajar, dan berkolaborasi. Penguatan KSE pendidik dan tenaga kependidikan selaras dengan Standar Kompetensi Pedagogik, Kepribadian dan Sosial Pendidik. Pasalnya pendidik  mendapatkan penguatan untuk menguasai karakteristik peserta didik dari aspek sosial, kultural emosional, serta menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, arif dan dewasa.

Pada banyak hal contoh studi kasus pada masalah moral atau etika kembali kepada nilai-nilai yang dianut seorang pendidik, dapat diketahui bahwa secara umum dalam pengambilan keputusan, seorang pendidik selaku pemimpin pembelajaran tidak terlepas dari persoalan dilema etika.

Ketika kita menghadapi situasi dilema etika, akan ada nilai-nilai kebajikan mendasar yang bertentangan seperti cinta dan kasih sayang, kebenaran, keadilan, kebebasan, persatuan, toleransi, tanggung jawab dan penghargaan akan hidup. Secara umum ada pola, model, atau paradigma yang terjadi pada situasi dilema etika yang bisa dikategorikan seperti di bawah ini:

1. Individu lawan kelompok (individual vs community)

2. Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy)

3. Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty)

4. Jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term)

Pengambilan keputusan yang tepat, tentunya berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman. Agar dapat mewujudkan hal itu tentu pendidik harus betul-betul memahami konsep terkait.

Dalam pengambilan suatu keputusan, seringkali kita bersinggungan dengan prinsip-prinsip etika. Etika di sini tidak berkaitan dengan preferensi pribadi seseorang, namun merupakan sesuatu yang berlaku secara universal, seperti yang telah disampaikan di atas. Seseorang yang memiliki penalaran yang baik, sepantasnya menghargai konsepkonsep dan prinsip-prinsip etika yang pasti. Prinsip-prinsip etika sendiri berdasarkan pada nilai-nilai kebajikan universal yang disepakati dan disetujui bersama, lepas dari latar belakang sosial, bahasa, suku bangsa, maupun agama seseorang.

Diane Gossen (1998) seorang pakar pendidikan dan praktisi disiplin positif mengemukakan bahwa pemahaman terhadap nilai-nilai kebajikan universal ini merupakan hal kunci yang perlu diajarkan kepada murid-murid kita.

Selanjutnya Gossen berpendapat bahwa bila kita ingin menumbuhkan motivasi instrinsik dari dalam diri seseorang, maka tumbuhkan pemahaman terhadap nilai-nilai kebajikan universal. Nilai-nilai kebajikan universal bisa berupa antara lain Keadilan, Keselamatan, Tanggung Jawab, Kejujuran, Rasa Syukur, Lurus Hati, Berprinsip, Integritas, Kasih Sayang, Rajin, Berkomitmen, Percaya Diri, Kesabaran, Keamanan, dan lain-lain.

Dalam keterampilan pengambilan keputusan seringkali berbagai kepentingan saling bersinggungan, dan ada pihak-pihak yang akan merasa dirugikan atau tidak puas atas keputusan yang telah diambil. Perlu diingat bahwa kegiatan pengambilan keputusan adalah suatu keterampilan, semakin sering kita melakukannya maka semakin terlatih, fokus, dan tepat sasaran. Sesulit apapun keputusan yang harus diambil untuk permasalahan yang sama-sama benar, sebagai seorang pemimpin , kita perlu mendasarkan keputusan kita pada 3 unsur yaitu berpihak pada murid, berdasarkan nilainilai kebajikan universal, dan bertanggung jawab terhadap segala konsekuensi dari keputusan yang diambil,:

Berdasarkan nilai-nilai kebajikan

  • Berpihak pada murid
  • Bertanggungjawab
  • Pengaruh pengambilan keputusan yang kita ambil terhadap pengajaran yang memerdekakan murid-murid kita sangat besar.   Sebagai pendidik, dengan meyakini bahwa tugas kita adalah melayani murid-murid dengan segala keberagaman tersebut serta menyediakan lingkungan dan pengalaman belajar terbaik bagi mereka, maka berarti kita juga harus meyakini bahwa:

1. Semua murid bisa berhasil dan sukses dalam pembelajarannya.

2. Fairness is not sameness. Bahwa bersikap adil itu bukan berarti menyamaratakan perlakuan kepada semua murid.

3. Setiap murid memiliki pola belajarnya sendiri yang unik.

4. Praktik-praktik pembelajaran perlu ditelaah efektifitasnya lewat bukti-bukti yang diambil dari pengalaman demi pengalaman.

5. Guru adalah kunci dari keberhasilan pengembangan program pembelajaran murid-murid di kelasnya.

6. Guru membutuhkan dukungan dari komunitas yang lebih besar untuk menciptakan lingkungan belajar yang mendukung semua siswa.

Fakta bahwa murid-murid kita memiliki karakteristik yang beragam, dengan keunikan, kekuatan dan kebutuhan belajar yang berbeda, tentunya perlu direspon dengan tepat.  Jika tidak, maka tentunya akan terjadi kesenjangan belajar (learning gap), dimana  pencapaian yang ditunjukkan murid tidak sesuai dengan potensi pencapaian yang seharusnya dapat ditunjukkan oleh murid tersebut. Salah satu cara yang dapat kita lakukan untuk merespon karakteristik murid-murid yang beragam ini adalah dengan mengimplementasikan pembelajaran berdiferensiasi.

Seorang pemimpin pembelajaran harus benar-benar dapat memperhatikan keputusan yang diambil dalam mempengaruhi kehidupan dan masa depan murid. Kita sebagai insan yang memilih profesi menjadi seorang pendidik, tentunya harus siap dan berani menghadapi segala konsekuensi sebagai pendidik. Diantara peran utama pendidik yakni mendampingi murid di sekolah sepanjang hari. Maka, dalam mendampingi murid, kita patut memikirkan bagaimana menuntun mereka untuk mencapai kodratnya, bagaimana membimbing mereka agar dapat mengeksplorasi dan mengaktualisasikan seluruh potensi dalam dirinya setinggitingginya, baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat, hingga mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaannya.

Modul 3.1 ini membahas tentang Pengambilan Keputusan pemimpin pembelajaran yang berbasis Nilai-nilai kebajikan. Keterkaitan dengan modul-modul sebelumnya modul 3.1 merupakan satu kesatuan untuk memerdekakan murid dalam belajar, Sebagaimana dijelaskan oleh Ki Hajar Dewantara bahwa Pendidikan bertujuan menuntut segala proses dan kodrat/potensi anak untuk mencapai sebuah keselamatan dan kebahagiaan belajar, baik untuk dirinya sendiri, sekolah maupun masyarakat.

Pengambilan keputusan dalam pembelajaran harus berdasarkan pada budaya positif dan menggunakan alur BAGJA yang akan mengantarkan pada lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman (well being).

Dalam pengambilan keputusan seorang guru harus memiliki kesadaran penuh (mindfullness) serta mampu mengelola kompetensi sosial dan emosional yang dimiliki dalam sebuah keputusan yang diambil sebagai seorang pemimpin pembelajaran. Untuk membuat keputusan yang baik, keterampilan coaching membantu kita sebagai pemimpin pembelajaran dengan pertanyaan untuk memprediksi hasil dan pilihan yang berbeda untuk pengambilan keputusan.

Hal ini juga membantu siswa menemukan solusi untuk masalah mereka sendiri. Keterampilan cocaching dapat diterapkan pada teman sebaya dan masyarakat terkait dengan masalah yang dihadapi selama proses pembelajaran. Selanjutnya pengambilan keputusan membutuhkan kesadaran diri (self awareness), pengelolaan diri (self management), kesadaran sosial (social awareness), dan keterampilan interpersonal (relationship skills), dan proses pengambilan keputusan dapat dilakukan dalam kesadaran penuh (mindfullness) dan sadar dengan pilihan dan hasil yang berbeda.

Sebelum kita bahas lebih lanjut, kita akan mempelajari apa arti etika. Apa arti moral, sehingga sekolah disebut sebagai suatu institusi 'moral'. Apakah arti etiket? Apakah sama dengan etika, adakah perbedaan antara etika dan etiket?

Etika sendiri berasal dari bahasa Yunani kuno, Ethikos yang berarti kewajiban moral. Sementara moral berasal dari bahasa Latin, mos jamaknya mores yang artinya sama dengan etika, yaitu, 'adat kebiasaan'.

Moralitas sebagaimana dinyatakan oleh Bertens (2007, hal. 4) adalah keseluruhan asas maupun nilai yang berkenaan dengan baik atau buruk. Jadi moralitas merupakan asas-asas dalam perbuatan etik. Istilah lain yang mirip dengan etika, namun berlainan arti adalah etiket.

Etiket berarti sopan santun. Setiap masyarakat memiliki norma sopan santun. Etiket suatu masyarakat dapat sama, dapat pula berbeda. Lain halnya dengan etika, yang lebih bersifat 'universal' etiket bersifat lokal (Rukiyanti, Purwastuti, Haryatmoko, 2018).

Pengambilan Keputusan

Dalam pengambilan suatu keputusan, seringkali kita bersinggungan dengan prinsipprinsip etika. Etika di sini tidak berkaitan dengan preferensi pribadi seseorang, namun merupakan sesuatu yang berlaku secara universal, seperti yang telah disampaikan di atas. Seseorang yang memiliki penalaran yang baik, sepantasnya menghargai konsepkonsep dan prinsip-prinsip etika yang pasti. Prinsip-prinsip etika sendiri berdasarkan pada nilai-nilai kebajikan universal yang disepakati dan disetujui bersama, lepas dari latar belakang sosial, bahasa, suku bangsa, maupun agama seseorang.

Diane Gossen (1998) seorang pakar pendidikan dan praktisi disiplin positif mengemukakan bahwa pemahaman terhadap nilai-nilai kebajikan universal ini merupakan hal kunci yang perlu diajarkan kepada murid-murid kita.

Selanjutnya Gossen berpendapat bahwa bila kita ingin menumbuhkan motivasi instrinsik dari dalam diri seseorang, maka tumbuhkan pemahaman terhadap nilai-nilai kebajikan universal. Nilainilai kebajikan universal bisa berupa antara lain Keadilan, Keselamatan, Tanggung Jawab, Kejujuran, Rasa Syukur, Lurus Hati, Berprinsip, Integritas, Kasih Sayang, Rajin, Berkomitmen, Percaya Diri, Kesabaran, Keamanan, dan lain-lain.

Dalam keterampilan pengambilan keputusan seringkali berbagai kepentingan saling bersinggungan, dan ada pihak-pihak yang akan merasa dirugikan atau tidak puas atas keputusan yang telah diambil. Perlu diingat bahwa kegiatan pengambilan keputusan adalah suatu keterampilan, semakin sering kita melakukannya maka semakin terlatih, fokus, dan tepat sasaran. Sesulit apapun keputusan yang harus diambil untuk permasalahan yang sama-sama benar, sebagai seorang pemimpin , kita perlu mendasarkan keputusan kita pada 3 unsur yaitu berpihak pada murid, berdasarkan nilainilai kebajikan universal, dan bertanggung jawab terhadap segala konsekuensi dari keputusan yang diambil,:

  • Berdasarkan nilai-nilai kebajikan
  • Berpihak pada murid
  • Bertanggungjawab

Empat Paradigma Dilema Etika

1. Individu lawan kelompok (individual vs community)

2. Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy)

3. Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty)

4. Jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term)

TIGA PRINSIP PENGAMBILAN KEPUTUSAN

1. Berpikir Berbasis Hasil Akhir (End-Based Thinking)

2. Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking)

3. Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking)

SEMBILAN LANGKAH KONSEP PENGAMBILAN DAN PENGUJIAN KEPUTUSAN

1.  Mengenali nilai-nilai yang saling bertentangan.

2.  Menentukan siapa yang terlibat dalam situasi ini.

3.  Kumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan situasi ini.

4.  Pengujian benar atau salah :

a)     Uji legal

b)    Uji Regulasi/Standar Profesional

c)     Uji Intuisi

d)    Uji Publikasi

e)     Uji panutan/ idola

5.     Pengujian Paradigma Benar lawan Benar.

o    Individu lawan kelompok (individual vs community)

o    Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy)

o    Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty)

o    Jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term)

6.     Melakukan Prinsip Resolusi

Dari 3 prinsip penyelesaian dilema, mana yang akan dipakai?

  • Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking)
  • Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking)
  • Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking)

7.  Investigasi Opsi Trilema

8.  Buat Keputusan

9.  Lihat lagi Keputusan dan Refleksikan

Dalam pengambilan keputusan, pendidik sebagai manusia biasa terkadang tidak luput dari kealpaan atau kesalahan. Sepertihalnya, pada situasi mendadak, keputusan yang diberikan ternyata diluar kendali atau tidak semestinya.

Selama menjadi pendidik, tentu saja banyak hal telah dilalui. Seperti sebelum mempelajari modul ini, saya pernah menerapkan pengambilan keputusan sebagai pemimpin dalam situasi moral dilema.

  • Contoh :  (Peran saya sebagai pemimpin/ kepala sekolah. 

Pada awal ajaran baru beberapa waktu lalu, ada wali murid mendatangi saya bermaksud ingin memasukkan anaknya ke sekolah yang saya pimpin. Persoalannya, anak tersebut tempat tinggalnya di luar zonasi sekolah. Kemudian, pada saat seleksi PPDB sebelumnya, anak-anak yang diluar zonasi memang tidak kami terima, sesuai ketentuan yang ada.   Namun setelah menimbang, saya berpikir bahwa sebagai seorang pemimpin harus bijak dan mampu bertanggung jawab dalam mengambil sebuah keputusan. Dan saya memutuskan untu menerima permohonan wali murid tersebut untuk memasukkan anaknya masuk ke sekolah kami.  Pada saat mengambil keputusan tersebut saya menetapkan secara spontan tanpa melalui proses seperti yang dipelajari pada modul 3.1 ini, namun karena memang prinsip saya dalam menetapkan keputusan berpegang pada nilai-nilai kebajikan sepertinya keputusan hampir sama dengan sikap yang akan saya ambil ketika kasus tersebut terjadi setelah mempelajari modul ini.Hanya saja, keputusan yang saya ambil pada saat kasus itu sebelum saya mempelajari modul ini, saya merasa ada pertentangan dalam diri karena bertentangan dengan aturan yang ada. 

Dengan mempelajari modul 3.1 ini semakin membuka cakrawala dan pemahaman saya dalam menetapkan sebuah keputusan ketika persoalan tersebut bersinggungan dengan dilema etika dan moral. Dan ternyata sebagai seorang pemimpin dalam mengambil keputusan tidak selalu harus kaku pada sebuah aturan, namun perlu ada nilai-nilai kebajikan yang bersifat universal, berpihak pada murid dan bertanggung jawab.

Tentu saja mempelajari topik modul 3.1 ini sangat penting, sebagai pedoman dan pengetahuan bagi kita sebagai pemimpin pembelajaran maupun pemimpin sekolah, khususnya dalam mengambil sebuah keputusan yang bersinggungan dengan dilema etika dan moral.     

Bila kita telusuri lebih dalam, modul ini juga selaras dan sesuai dengan prinsip-prinsip Standar Nasional Pendidikan, khususnya pada standar pengelolaan. Seorang pemimpin hendaknya memahami nilai-nilai kebajikan yang tertuang dalam visi dan misi sekolah, berkepribadian serta berkinerja baik dalam melaksanakan tugas kepemimpinan, khususnya dalam mengambil suatu keputusan, hendaknya setiap keputusan yang diambil tersebut selaras dengan nilai-nilai kebajikan yang dijunjung tinggi oleh suatu institusi tersebut, yaitu bertanggung jawab dan berpihak pada murid. (*)

---------------------------------

Sekian..

Semoga bermanfaat..

Calon guru penggerak Angkatan 5

Kabupaten Sarolangun Prov.Jambi

IZALMIANTO, S.HI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun