Mohon tunggu...
Mohammad Imam Ghozali Fajar S
Mohammad Imam Ghozali Fajar S Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Universitas Islam Malang

Manusia biasa yang berusaha bermanfaat di segala bidang kehidupan. Saya beranggapan bahwa menulis menjadi salah satu aspek untuk saling berbagi pemikiran yang tidak dapat disampaikan melalui tuturan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kuda Lumping Tergantung

19 Maret 2024   23:01 Diperbarui: 19 Maret 2024   23:07 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

            Entah mengapa tiba-tiba bayangan kuda lumping menghantui pikiranku.

            "Apakah suara krincingan mengundang makhluk halus?"

            Suara bergemerincing itu biasanya berasal dari gongseng. Gongseng biasanya digunakan pemain kesenian jaranan pada kakinya. Apalagi kesenian jaranan selalu berkaitan dengan mistis. Alhasil dalam benakku muncul bayangan kuda lumping di dapur.

            "Pandu.. Pandu.." panggil Ibu.

            Gambaran kuda lumping menyeramkan dibuyarkan dengan suara panggilan dari Ibu.

            "Ayo udah jam 6 loh,"

            Ibu membuka gorden kamar sehingga sinar matahari sontak menyorot mataku. Aku tersadar ternyata sudah pagi. Aku bersyukur dapat terlelap hingga pagi. Kejadian-kejadian aneh semalam cukup membuatku lelah hingga aku tertidur.

            Aku langsung beranjak dari ranjang kemudian bergegas mandi. Ketika aku berjalan ke kamar mandi, aku menatap kuda lumping yang digantung di sebelah pintu kamar mandi. Rambut kudukku langsung berdiri lalu merinding sekujur tubuh. Tanpa terlalu mempedulikannya, aku lanjut mandi.

            Selepas mandi, ibu telah menyiapkan sarapan di meja makan. Ayah telah duduk bersiap mengambil nasi. Aku menarik kursi untuk duduk. Hari ini Ibu merebus kancang panjang, bayam, dan tauge untuk dijadikan kulupan. Untuk memenuhi protein, Ibu menggoreng ayam, tempe, dan tahu. Aku mengambil semua lauk di piring, kemudian menyiramnya dengan bumbu pecel.

            "Ayah kapan tampil jaranan lagi?" tanyaku sambil menyiram bumbu pecel.

            "Nanti sore, Le."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun