Aspek fiqh dan medikolegal terhadap kadaver
Dalam fenomena kontemporer, beberapa hal terkadang menjadi sebuah perdebatan termasuk persoalan mengenai cadaver(pengawetan jenazah).
Sementara itu, dalam agama islam dijelaskan secara rinci mengenai hal ini. Beberapa dalil al-qur'an dan sunnah serta ijma dan qiyas dengan jelas memberikan gambaran yang signifikan tentang bagaimana Islam memandang persoalan cadaver.
Hal ini terbagi kedalam 2 perspektif yakni, menurut ulama salaf maupun ulama khalaf. Sebagaimana kita tahu bahwa ulama salaf adalah ulama yang hidup sebelum 500 masehi sedangkan ulama khalaf adalah ulama yang hidup setelah 500 masehi.
Ulama salaf beranggapan bahwasannya cadaver ini merupakan sesuatu yang haram dilakukan karena, merenggut hak-hak jenazah. Landasannya dikarenakan bahwa jenazah yang meninggal pun seharusnya sama-sama dihormati sebagaimana memperlakukan orang yang masih hidup. Dalam sisi sejarahnya, dikatakan bahwa cadaver merupakan kebiasaan orang-orang mesir kuno, letaknya dibabilonia. Contohnya seperti mumifikasi jenazah fir'aun.
Sementara itu, ulama khalaf menarik kembali dari sisi sejarah tentang bagaimana proses dark age yang terdoktrinisasi oleh pengetahuan agama yang cenderung merujuk pada hambatan dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Hal ini dilandaskan berdasarkan hadits sebagai berikut:
.
Dari 'Aisyah dan dari Tsabit dari Anas bahwa Nabi pernah melewati suatu kaum yang sedang mengawinkan pohon kurma lalu beliau bersabda, "Sekiranya mereka tidak melakukannya, kurma itu akan (tetap) baik." Tapi setelah itu, ternyata kurma tersebut tumbuh dalam keadaan rusak. Hingga suatu saat Nabi melewati mereka lagi dan melihat hal itu beliau bertanya: 'Ada apa dengan pohon kurma kalian? Mereka menjawab, Bukankah Anda telah mengatakan hal ini dan hal itu? Beliau lalu bersabda, 'Kalian lebih mengetahui urusan dunia kalian.' (HR Muslim)
Dengan rujukan demikian, memberikan bagaimana pendapat ulama khalaf lebih bisa diambil untuk menyesuaikan pemahaman agama terhadap ilmu pengetahuan sesuai konteks zaman.
Dijelaskan kembali beberapa alasan lainnya dalam beberapa hadist yang memberikan rujukan untuk dijadikan sebuah landasan. Sebagaimana berikut ini,