Jika saja At-Thabari tidak hanya menjadi seorang Sejarawan Muslim, tapi sebagai Al-Qodhi dengan menerima tawaran dari Al-Khaqany yang menjabat sebagai menteri waktu itu. Mungkin, bukan hanya karyanya saja yang populer tapi perilaku(behavior)nya bisa menjadi contoh bagi pemimpin hari ini. Â At-Thabari dengan sikapnya ini mengajarkan bagaimana mengambil keputusan demi kemaslahatan. Hidup dalam kezuhudan menjadi prioritas pilihannya. Sementara, orang-orang hari ini melupakan hal demikian. Kecintaan terhadap jabatan dan kepemimpinan semakin menjadi penyakit yang kronis, marak dimana-mana. Jumlah orang-orang seperti ini terus berkembang sehingga tidak terlihat batas-batasnya, seolah-olah warna tanahnya seperti warna langit. Syekh Musthofa dalam kitab Idhotun Nasyi'in mengungkapkan "bahwa belum pernah melihat seseorang yang hatinya tidak menginginkan menjadi pemimpin. Padahal, orang yang benar-benar ahli untuk memegang jabatan itu sedikit sekali. Jabatan kepemimpinan itu bukanlah seperti barang yang bisa dibeli dan bukan seperti baju, yang suka dipakai oleh seseorang, lantas orang itu sudah dapat, maka dianggap sebagai pemimpin".
Sesungguhnya At-Thabari juga termasuk kategori pemimpin walaupun disisi lain sebagai Sejarawan Muslim. Namun faktanya, At-Thobari lebih memilih menyelesaikan karya-nya dan menghabiskan hidupnya dengan Ilmu serta mengabdikan kecintaannya terhadap Agama. Pada akhirnya, kitab-kitab karyanya dikenal generasi selanjutnya. Tarikh al-Rusul  wa al-muluk karya yang masyhur. Adakah kriteria orang hari ini yang mampu mengikuti atau melakukan hal serupa seperti At-Thabari dalam hidupnya. Jika ada jadikanlah seorang pemimpin itu dilihat dari karya yang dihasilkannya, bukan hanya omong kosong yang dijualnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H