Melalui program ini membuat ia kian sibuk  ke mana-mana malahan sampai ke manca negara. Akan tetapi sebagaimana kita manusia, terkadang malang tak bisa dihindari, kata Mas Hank, mulai  1990, Yayuk mulai terkena Sorosis. Selain mencoba mengobati sendiri, tentulah mereka berusaha ke sana kemari penyembuhan.
Sampailah kepada Kamis malam pekan lalu itu, Allah SWT memanggil  Yayuk, setelah koma 4 hari di ICU rumah sakit.Â
Adalah Benny Yusmin mengabari kabar duka. Di jam Tahajud saya tanya alamat duka melalui WA Â kepada Mas Hank. Â Jelang Jumatan saya sudah berada di rumah duka.Â
Sepanjang perjalananan, ingatan saya mengalir akan bagaimana dinamika dan ketegaran anak manusia gigih berkarir, pekerja keras tak kenal lelah, dan berpikir serta terus berbuat bagi  majunya kebudayaan,  peradaban, khususnya musik.
Di saat keranda jenazah hendak di keluarkan dari masjid, hujan turun lebat.  Seketika muka Mbak Yayuk melintas  menyapa saya. Kental kata-katanya soal masakan saya, "Enak Waang."
Penyesalan memang datang belakangan. Â Hingga Jumat pekan lalu itu, saya tak kunjung jua mengantar "Kapau" dan Dendeng Balado untuk Mbak Yayuk. Ia telah pergi selamanya.
Di media saya simak wawancara Rayi. Putera kedua Mas Hank dan Mbak Yayuk, mengatakan ia bermusik karena ibundanya. Â Lebih dari itu bekal musik keluarga ini memang sudah kental, dari dedengkot musik almarhum Pak Yusmin terutama.
Dalam perjalanan pulang  dari pusara ke rumah saya tersenyum, membayangkan Mbak Yayuk tenang, senang, mengahadap Sang Khalik.
Lamat-lamat saya teringat lirik lagu  Dekat di Hati, RAN. Dulu ketika saya menyanyikan lagu itu, saya tak tahu bahwa penyanyinya "adik" saya.
Husnul Khotimah, Ibu Yayuk. Aamiin.