Mohon tunggu...
Narliswandi Piliang
Narliswandi Piliang Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Traveller, Content Director, Citizen Reporter, Bloger, Private Investigator

Business: Products; Coal Trading; Services: Money Changer, Spin Doctor, Content Director for PR, Private Investigator. Social Activities: Traveller, Bloger. email: iwan.piliang7@yahoo.com\r\nmobile +628128808108\r\nfacebook: Iwan Piliang Dua , Twitter @iwanpiliang7 Instagram @iwanpiliangofficial mobile: +628128808108

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Azan dan Investasi Kenangan

12 September 2018   11:08 Diperbarui: 12 September 2018   14:02 1214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tertarik akan kisahnya, kami mengajak Sangkar mudik. Kami hitung biaya. Sebuah perjalanan non mainstream. Katanya baru ada 4 turis  Perancis ke Taprek, desa di kawasan pegunungan Himalaya, kampung halamannya itu. Kami turis kelima dan enam. Walaupun bukan menuju puncak Himalaya, jalan berbukit berpendakian terjal. Bis bersuara mesin bak kapal tempel nelayan ber-klotok-klotok kasar, melewati tebing terkadang bannya naas sesenti ke tubir jurang. Debu, tanjakan, ditingkahi sesekali suara Elang bersiul menghiasi carawala biru.

Di jelang petang kami tiba di pemukiman kampung Sangkar. Masyarakatnya Bergama Budha. Rumah berlantai tanah, warga ramah-ramah. Setiap pagi mereka mem-pel lantai dengan kotoran sapi atau kerbau. Semula rasa hiiiiii  datang, tetapi saya mengingat cara membersihkan lantai tanah demikian juga ada dalam peradaban Sasak, Nusa Tenggara Barat. Lantai menjadi higienis.

Sekitar dua jam menjelang Magrib. Sangkar mengajak kami berjalan kaki menaiki bukit. "Di ujung sana ada perkampungan Muslim, yuk kita ke sana," katanya. Walaupun masih lelah, semangat anak jebolan tes Gurka berlebih-lebih itu kami beli. Kami melangkah di jalanan berdebu berbatu menanjak-nanjak.

taprek-2-5b98a613c112fe3654204752.jpg
taprek-2-5b98a613c112fe3654204752.jpg
Benar saja  jelang sejam berjalan dua menara masjid di atas bukit tampak dari kejauahan. Di lokasi ada sekitar 100 kepala keluarga Muslim. Mumpung waktu Ashar belum habis, kami shalat di masjid berbentuk kotak, dua lantai. Shalat di lantai atas, usai itu melangkah ke berandanya, dua kubah hijau dengan dua menara belogo bulan sabit menyambut. Bulan sabit itu seakan membelah-belah gunung-gunung salju berlapis-lapis di kejauhan. Nun di sana pun puncak Himalaya menyapa, dingin mencubit-cubit. Hembusan angin di rona jelang senja. Tak lama, "Allahu Akbar Allahu Akabar..." bulu di badan saya berdiri. Di puncak-puncak bukit, di ketinggian langit, Azan magrib berkumandang.

Imam masjid mengajak bercakap-cakap akrab.

"Indonesia, ya. Saya ingin sekali ke Indonesia..."

Usai  Magrib hari gelap. Imam, muazin, beserta tokoh masyarakat, masih mengajak berbincang. Mereka menawarkan mampir dan bersantap malam. Karena sudah berjanji dengan keluarga Sangkar, kami memutuskan turun dalam keremangan malam. Langit cerah. Cahaya bintang memindai langkah tertatah.

Ketika esok  jelang subuh, saya mendengar lamat-lamat suara Azan. Mungkin dibawa hembusan angin. Entah dari suara pengeras nun Masjid di perkambungan Muslim kami kunjungi semalam atau hanya sekelebat ingatan akan waktu wajib beribadah.

Di jelang pukul enam, matahari pagi memerah terbit di sela bukit. Saya sengaja mendekat ke tubir jurang menyimak panorama alam tiada dua. Rona pagi, hijau dedaunan, tanah basah, di kejauhan putih salju masih menghiasi pegunungan, seakan membalut alam kian dingin. 

Tak lama saya menyimak dari jauh  di pematang petak sawah belum ditanami, tiga pria berjalan beriring, dalam pakaian tebal. Makin lama, mereka kian dekat. Mereka menuju ke rumah keluarga Sangkar, tempat kami menginap. Imam masjid semalam rupanya. Ia menyerahkan sebotol minuman ringan, dan bungkusan berisi kue kering.

"Karena kalian tak makan di rumah kami semalam, isteri saya membuat kue kering untuk bekal pulang."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun