Tak terasa air mata dari semua kami mengalir di Masjidil Haram,  juga tak terkecuali  Ustad Faisal.
Entah mengapa khususnya sebulan ini saya merasa kangen sekali ingin bertemu  Ustad Faisal. Tiga tahun lalu, ketika usia saya genap 50 tahun, Ustad Faisal dengan kerendahan hati datang ke rumah. Ia membacakan doa. Umur kami sama, kelahiran 1964.
Pada Juni 2016, Â tahun lalu, ia saya ajak ke Palembang. Kala itu saya mengusulkan kepada Gubernur Alex Noerdin, untuk meresmikan Gerakan Timbangan Akurat di pasar-pasar. Maka Prof Faisal senang sekali hadir dan memberikan sambutan di Pasar Cinde, palembang itu.
"Dalam surat  Al-Muthaffifin, ... kecelakaan besar bagi orang-orang yang curang ... ... "
"Mengakuratkan timbangan sama kewajibannya dengan shalat fardu..., " katanya.Â
Dari  diskusi kami bersamanya, di era Presiden Soeharto, perkara timbangan akurat itu mendapat perhatian besar. Rutin dilakukan tera timbangan di pasar-pasar. Orde Baru dominan dipojokkan, dalam hal mengakuratkan timbangan, lebih peduli.
Almarhum sangat respek atas kegiatan kami bertajuk Bangrojak di DKI Jakarta, membersihkan toilet masjid. "Kebersihan sebagian dari iman. Orang beriman tak mengambil hak orang lain," petuahnya.
Kalimat-kalimat Prof Faisal, acap saya kutip.Â
Di setiap kesempatan berbicara mengenai korupsi, saya ingat kata-katanya.Â
Lalu saya pun berimprovisasi, sambil bertanya ke hadirin di forum seminar atau diskusi yang mengundang saya; siapa  berani mencium kaus kakinya sendiri? Latar lakon ini berangkat dari kebiasaan dominan warga, senang menyimpan sesuatu  bau, membiarkan kaus kaki busuk.  Maka atas perhatian ke hal kecil tetapi pondamen ini, saya dan Ustad Faisal  merasa satu hati. Walaupun saya bukan ustad, kini jika bertemu dengan calon pejabat, atau pejabat di daerah, selalu saya menyarankan bikin kegiatan bersih-bersih masjid. Isteri saya Sandra malahan mempunya inovasi #MukenakuBersih, mencucikan mukena di musalla di pombensin-pombensin dan tempat umum lain, alpa diperhatikan untuk dicuci, termasuk sajadah menahun berbau pengap.
Di Multazam  saat berjalan ke luar Masjidil Haram,  saat bersama Bapak Jokowi, masih terngiang ingatan saya kepada Prof Faisal, "Nanti jika Bapak menjadi presiden, jangan lupa dirikan badan Hajji dan Wakaf ..." Â