Mohon tunggu...
Iwan Murtiono
Iwan Murtiono Mohon Tunggu... Lainnya - Google-YouTube project contractor

Pembela hak asasi dan demokrasi dengan bias sebagai orang Indonesia dalam memakai kacamata untuk melihat dunia, termasuk dalam memupuk demokrasi yang agak membingungkan antara demokrasi murni atau demokrasi a la Indonesia. Bahwa kita sering melihatnya dalam perspektif yang berbeda, karena demokrasi itu juga adalah sebuah karya kreatif dalam pembentukannya yang tidak pernah rampung, termasuk yang anti demokrasi juga tidak pernah lelah berusaha terus menguasai demi kepentingan sebagian kecil atau oligarki

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Non Signifikan Dampak Paying Victim Trump dan Penunjukan Cawapres Vance

20 Juli 2024   03:16 Diperbarui: 20 Juli 2024   04:46 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jad,i polarisasi politik di Amerika Serikat adalah isu kompleks dan multifaset yang melampaui perbedaan kebijakan sederhana. Ini melibatkan kesenjangan ideologis yang mendalam, polarisasi afektif, dan hambatan psikologis serta sosial yang signifikan untuk mengubah afiliasi partai. Memahami dinamika ini sangat penting untuk mengatasi tantangan yang ditimbulkan oleh polarisasi dan mendorong lingkungan politik yang lebih inklusif dan kolaboratif.

5.Cognitive Biases: 

Loyalitas terhadap partai politik sering kali dipengaruhi oleh berbagai faktor psikologis, terutama bias kognitif seperti bias konfirmasi dan penalaran yang termotivasi. Bias kognitif ini berperan penting dalam memperkuat dan mempertahankan afiliasi partai, meskipun terdapat informasi yang mungkin bertentangan. Artikel ini akan menjelaskan secara mendalam bagaimana bias konfirmasi dan penalaran yang termotivasi mempengaruhi loyalitas partai politik.

Bias Konfirmasi 

Bias konfirmasi adalah kecenderungan individu untuk mencari, menginterpretasikan, dan mengingat informasi yang mendukung keyakinan yang sudah ada sebelumnya, sambil mengabaikan atau menolak informasi yang bertentangan. Fenomena ini menciptakan siklus yang memperkuat diri sendiri, di mana afiliasi partai terus divalidasi oleh bukti yang dipilih secara selektif. 

Sebagai contoh, seorang pendukung partai tertentu mungkin lebih cenderung membaca berita dari sumber yang dikenal mendukung pandangan politik mereka. Ketika mereka menemukan informasi yang mendukung keyakinan mereka, mereka merasa lebih yakin dengan afiliasi partai mereka. Sebaliknya, informasi yang bertentangan sering kali diabaikan atau dianggap tidak kredibel. Hal ini memperkuat keyakinan mereka dan membuat mereka semakin sulit untuk menerima pandangan yang berbeda.

Penalaran yang Termotivasi 

Selain bias konfirmasi, penalaran yang termotivasi juga memainkan peran penting. Penalaran yang termotivasi adalah proses di mana individu memproses informasi dengan cara yang mendukung kesimpulan yang diinginkan, sering kali tanpa disadari. Ini berarti bahwa ketika dihadapkan dengan informasi yang ambigu atau tidak jelas, individu cenderung menginterpretasikannya dengan cara yang mendukung keyakinan mereka yang sudah ada. 

Misalnya, jika ada laporan yang ambigu tentang kebijakan ekonomi, seorang pendukung partai mungkin akan menafsirkannya sebagai bukti bahwa kebijakan partai mereka berhasil, sementara seorang penentang mungkin melihatnya sebagai bukti kegagalan. Proses ini terjadi secara otomatis dan sering kali tanpa disadari, sehingga memperkuat loyalitas partai.

Mekanisme Penguatan 

Kedua mekanisme psikologis ini memastikan bahwa begitu seseorang membentuk afiliasi partai yang kuat, afiliasi tersebut menjadi semakin sulit untuk diubah. Mereka cenderung kurang terbuka terhadap informasi yang mungkin menantang pandangan mereka dan lebih mungkin untuk mencari bukti yang mendukung keyakinan mereka. Akibatnya, loyalitas partai menjadi semakin kuat dan sulit untuk digoyahkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun