UE memiliki lembaga-lembaga yang kuat seperti Komisi Eropa, Parlemen Eropa, dan lembaga Pengadilan Eropa, yang menyediakan mekanisme tata kelola dan penegakan hukum yang kuat. Lembaga-lembaga ini memastikan bahwa kebijakan tidak hanya dibuat tetapi juga diterapkan dan ditegakkan secara efektif di seluruh negara anggota. Semua anggota mau mengikuti aturan dan keputusan karena melihat kekuatan dan kesejahteraan bersama di masa depan. Jadi ada tujuan yang jelas akan dicapai bersama sama dengan time frame yang jelas, sekaligus disertai dengan capaian keberhasilan yang terbukti cukup membanggakan.
Sebaliknya, ASEAN tidak memiliki institusi serupa dengan kekuatan penegakan hukum yang kuat. Membangun kerangka kelembagaan yang lebih kuat dapat meningkatkan tata kelola dan implementasi kebijakan secara signifikan, memastikan perjanjian tidak hanya bersifat simbolis tetapi juga dapat ditindaklanjuti. Saat ini, negara anggota ASEAN cenderung ragu mengikuti aturan dan keputusan karena tidak melihat harapan akan kekuatan dan kesejahteraan bersama di masa depan. Kurangnya tujuan yang jelas dengan kerangka waktu yang terukur serta capaian keberhasilan yang membanggakan menjadi tantangan utama bagi ASEAN.
Keputusan membuat proses
UE sering kali menerapkan sistem pemungutan suara mayoritas (Qualified Majority Vote atau QMV), yang memungkinkan penerapan kebijakan lebih cepat dan mengurangi kemungkinan kemacetan. Sistem ini memastikan bahwa keputusan dapat dibuat secara efisien, meskipun tidak semua negara anggota sepakat sepenuhnya. Walaupun akhirnya tetap saja kebulatan suara masih diperlukan untuk perubahan perjanjian besar. Dinamika pengambilan keputusan berubah, tetapi hak-hak minoritas tetap menjadi pertimbangan dalam tata kelola UE
ASEAN, di sisi lain, bergantung pada proses pengambilan keputusan berdasarkan konsensus. Meskipun hal ini memastikan bahwa semua suara didengar, hal ini dapat menyebabkan penundaan dan tidak adanya tindakan, terutama pada isu-isu sensitif. Bergerak menuju sistem pemungutan suara mayoritas atau pemungutan suara mayoritas yang memenuhi syarat untuk keputusan-keputusan tertentu dapat meningkatkan efisiensi dan daya tanggap ASEAN.
Tidak ada perbedaan signifikan dalam pengambilan keputusan, karena budaya Asia Timur cenderung mengutamakan konsensus. UE tetap memerlukan kebulatan suara untuk perubahan besar, dengan hak-hak minoritas tetap dipertimbangkan. Mempertahankan pendekatan konsensus dalam dinamika organisasi modern dapat menjadi penghambat. Konsensus dan kompromi adalah alat untuk mencapai keputusan bersama, dan konsensus sebaiknya proporsional dalam penggunaannya, karena hanya merupakan salah satu cara mencapai persetujuan.
Definisi konsensus adalah proses pengambilan keputusan di mana semua anggota setuju demi kepentingan bersama, sedangkan kompromi melibatkan pihak-pihak yang menyerahkan sebagian tuntutan mereka untuk mencapai solusi yang dapat diterima bersama. Dengan demikian, berbagai cara dapat digunakan untuk mencapai keputusan bersama, dengan konsensus atau kompromi sebagai salah satu alat yang proporsional. Jadi kalau dikejar lagi, apa bedanya dengan UE dalam mengembangkan organisasi modern, atau kita ngotot memilih terus menjadi organisasi yang sudah habis masa kadaluarsanya?
Integrasi Ekonomi dan Politik
Integrasi ekonomi
Pasar Tunggal: Perjalanan Harmoni di Benua Biru
Di tengah hiruk-pikuk kota-kota Eropa yang bersejarah, terdapat jaringan tak terlihat yang menghubungkan ribuan cerita. Ini adalah pasar tunggal Uni Eropa (UE), tempat pergerakan bebas barang, jasa, modal, dan tenaga kerja menjadi nyata. Mari kita jelajahi perjalanan harmoni di benua biru ini.