Kurangnya Mekanisme Penegakan yang Kuat
Kita tahu ASEAN tidak memiliki mekanisme pertahanan kolektif, sehingga sangat membatasi kemampuan pencegahannya, oleh karena itu kita harus berani memimpin dan mendobrak kekuatan yang besar yang mandul karena telah kita pasung sendiri .Pasungan ini terbukti menunda respon reaksi cepat, apalagi implementasi perjanjian ASEAN yang serba mengambang semakin melemahkan efektivitas respons ASEAN, apakah kita menikmati status quo ini?. Meskipun beberapa anggota ASEAN telah berhasil mengirimkan pasukan penjaga perdamaian PBB ke seluruh dunia, tetapi enggan memberesi rumah tangganya sendiri. Â Gunakanlah pasukan pembela perdamaian didalam ASEAN dan di perbatasan atau dibatas perairan. Mereka pasti jago bernegosiasi dan bermediasi dengan nelayan atau coast guard China.
Mengapa hingga sampai saat ini belum juga ada usaha nyata untuk membentuk Southeast Asia Treaty (SEAT) atau Perjanjian Asia Tenggara supaya mirip atau setara dengan  NATO sebagai detterent atas semua kekuatan yang tidak diinginkan atau tidak bersahabat di perbatasan ASEAN. Deterrent berarti tidak menyerang ataupun tidak perlu sampai perang mempertahankan batas. Selain itu deterrent juga berfungsi dalam negeri untuk mengancam tindakan subversif yang tidak demokratis ataupun yang tidak manusiawi.
4. Seruan untuk Persatuan dan Pengendalian Diri
Upaya Diplomatik
Kita menyenangi juga slogan bahwa ASEAN mendorong rasa saling percaya dan menahan diri untuk mencegah konflik dan menjaga stabilitas. Tetapi buktinya dari menahan diri ini adalah gangguan perbatasan oleh China tidak ada penyelesain pastinya. Ataupun menahan diri atas perang saudara di Myanmar tanpa ada konsensus atau voting untuk mempertahankan perdamaian seperti yang sudah sering dilakukan dalam pasukan perdamaian PBB.Â
Dan ASEAN masih terbelenggu sehingga gagal untuk menetapkan Kode Etik yang mengikat di Laut China Selatan, ini sebetulnya bukan merupakan tantangan bagi organisasi yang berbasis konsensus, mengingat mayoritas suara bisa saja memaksa untuk bersatu dalam bentuk konsensus spin off. Hal ini jelas merupakan kegagalan karena selalu menahan diri dan bukannya menjadi kekuatan pencegah yang besar dan menakutkan negara lain yang ingin mencoba.
Tantangan terhadap Aksi Terpadu
Kita ingin mempercayai bahwa ASEAN setiap saat bisa mampu dengan cepat melakukan Aksi Kolektif dan Terpadu. Perbedaan ekonomi dan strategis di antara negara-negara anggota tidak harus mempersulit pembentukan sikap terpadu, karena dalam keterpaduan ada upaya mengangkat ketertinggalan yang lain dengan memberikan insentif atau laboratorium pengembangan yang bisa dipakai sebagai obyek demokrasi dan keadilan sosial.. Pengaruh eksternal dari negara-negara besar bisa difilter oleh ASEAN sendiri dengan aktif terlibat bagaikan pengganti negara besar. Semakin intens pengembangan negara yang tertinggal bagaikan Jerman yang membantu Yunani maka kesenjangan internal akan semakin hilang.Â
Dari perspektif lain, hal ini dapat dibagi menjadi kekuatan komunitas kolektif dari semua perbedaan potensi dan kekuatan, sesuai dengan pemanfaatannya. Jadi fokusnya bukan perbedaan yang memecah-belah lagi tetapi menjadi saling mengisi dan membutuhkan. Selama ini memang tampaknya kurang memiliki kepemimpinan yang menyatukan, padahal Indonesia mempunyai semboyan Bhineka Tunggal Ika atau persatuan dalam keberagaman. Saling menghormati antar pemimpin bukan berarti sikap hormat menjadi lemah dan tetap memecah belah. Sebenarnya upaya untuk meningkatkan kekuatan ekonomi dan militer merupakan bentuk status terhormat hal yang paling tinggi, dari pada hormat pada simiskin dan lemah. Juga perlu berbuat lebih banyak dari pada hanya selalu self restraint atau pengendalian diri seperti sekarang ini. Saat itu situasinya memang perlu sekali self restraint, karena dorongan konflik internal perbatasan ASEAN besar, Â ketika saat itu China belum mengancam akan menyerang setiap pulau atau menguasai perbatasan laut, namun kini situasinya sudah berubah.
Implikasinya terhadap Stabilitas Regional