Mohon tunggu...
Iwan Murtiono
Iwan Murtiono Mohon Tunggu... Lainnya - Google-YouTube project contractor

Pembela hak asasi dan demokrasi dengan bias sebagai orang Indonesia dalam memakai kacamata untuk melihat dunia, termasuk dalam memupuk demokrasi yang agak membingungkan antara demokrasi murni atau demokrasi a la Indonesia. Bahwa kita sering melihatnya dalam perspektif yang berbeda, karena demokrasi itu juga adalah sebuah karya kreatif dalam pembentukannya yang tidak pernah rampung, termasuk yang anti demokrasi juga tidak pernah lelah berusaha terus menguasai demi kepentingan sebagian kecil atau oligarki

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Aturan & Pengawasan Konten Media

29 Juni 2024   04:59 Diperbarui: 30 Juni 2024   19:10 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pengiklan dan viewers menjadi faktor penting dalam penentuan kebijakan konten. Kekhawatiran resiko terbesar para pemimpin platform terlihat dari cara mengetatkan aturan yang bahkan sangat keterlaluan, dan dalam keadaan playsafe atau cari amannya saja, maka akan lebih berpihak pada konten dari label Authorized News Channel. Authorized News ini biasa juga dilabelkan pada channel yang terkenal atau yang mempunyai subscriber jutaan. Oleh karena itu, untuk sembarang konten akan diatur dengan lebih ketat, maklum karena mereka merasa "memikul tanggung jawab penuh". Ini juga hanya angan angan, karena nyatanya mereka tidak pernah bertanggung jawab. Jadi, semata mata hanya  lebih memilih meloloskan isi berita ngawur dari Berita stasiun TV terkenal, misalnya OAN, yang biasanya mau menanggung sendiri akibatnya dan  YouTube selalu terhindar dengan menggunakan alasan free speech. Atau, mungkin lebih bisa dipercaya karena stasiun TV terkenal memiliki editor dan penasehat hukum yang selalu menganalisa seberapa jauh bisa didorong pelanggarannya ke limit tertinggi. Atau sudah berhitung antara jumlah ketenaran, jumlah viewers dan subscribers yang akhirnya menghasilkan prime sponsor atau prime AD(vertisement). 

Dampak Besar Pelanggaran

Dalam kalkulasi dihitung harusnya hasil keuntungan advertensi masih lebih dari cukup untuk menutupi jumlah uang tuntutan korban berita bohong atau jumlah nilai uang damainya.  Dan ini semua misalnya secara murni ditanggung dan menjadi urusan Fox News saja misalnya, tanpa ada yang mengkaitkan atau mengenai YouTube. Begitupun dalam kasus dengan Alex Jones yang secara ngawur mengarang bahwa korban penembakan Sandy Hook adalah korban settingan atau sandiwara, yang dilengkapi dengan rekayasa ngawur untuk mendukung teori konspirasi yang serba ngawur ini, menunjukkan betapa seriusnya dampak pelanggaran. 

Karangan konspirasi ngawur dalam podcastnya Alex Jones ini, langsung menjadi berita headline yang viral tak beretika yang langsung mengundang kemarahan atau kesedihan luar biasa dan akhirnya mendapat vonis pengadilan Texas dalam jumlah denda $1M yang ditanggung sendiri. Artinya, YouTube tidak mendapat sanksi apapun karena dengan cepat akun Jones diblokir, dan resikonya yang harus dihadapi YouTube adalah hanya diomeli kongress. Di Amerika, tidak ada dewan informasi yang membredel konten, tetapi ada hukum yang memiskinkan pelaku pelanggaran dan memberikan semua kompensasi kepada korban. Yang ada adalah payung hukum untuk benar benar memiskinkan, dan uang hasil sitaannya diberikan sebagai kompensasi kepada korbannya dari pengadilan. Ini jarang dilakukan di Indonesia yang mendenda dan hasilnya disita untuk negara, padahal dalam hukum hanya bisa dihukum kalau ada korbannya. Berarti kalau ada sitaan negara maka korban masih akan terlantar karena semua uang disita negara. Mengikari teori ilmu hukum kah ini?

Dengan semakin besar omset penghasilan perusahaan media pada musim kampanye ini, maka semua penghasilan kecil kecilan yang dirasa tidak signifikan akan diabaikan. Maka otomatis kran pengetatan juga akan semakin rapat, yang mengakibatkan para pengonten  kecil sering kena blok dan akunnya juga bisa diancam ditutup. Apalagi sekarang menjelang pemilu atau musim kampanye di AS, maka krannya menjadi sangat ketat. Konsekuensinya salah ucap dan menyebutkan kata kunci blok maka sia sialah hasil konten podcast berdurasi selama sejam penuh. Konten yang berisi kata jargon tertentu menjadi sasaran AI untuk di blok. Appeal untuk banding atau menyangsikan tindakan blok menjadi sangat sulit kalau akunnya kecil. Untuk Akun yang besar mereka juga menggunakan analis yang lebih moderat, yang tidak hanya asal memvonis sama atau idem dito dengan AI. Apalagi ada kata kata yang tidak diperbolehkan dalam aturan yang dipakai tameng untuk blocking. Tidak hanya kata kata tertentu, tetapi juga nama nama yang dicurigai misalnya membuat konten memuat nama dan fotonya Wagner PMC, maka sudah pasti di blok, kalau sampai dideteksi AI atau analis konten yang berada di pelosok dunia, misalnya di Hyderabad yang tidak berbahasa Indonesia, tetapi mendapati kata kunci untuk di blokir. Juga kalau ada perbedaan arti kalimat dalam bahasa yang dipakai di Malaysia, karena kantor analis YouTube di Malaysia. Ini dulu tidak ada karena ada dukungan penuh analis cerdas yang banyak. Sekarang mereka memakai analis yang lebih murah meriah, dan tidak perlu lagi menggunakan yang cerdas tapi mahal.

Kesimpulan

Saat ini, saya merasa malas membuat podcast di YouTube, karena alasan utama perubahan kebijakan YouTube yang semakin ketat membuat proses pembuatan konten menjadi lebih serba terkendali dan rentan terhadap pemblokiran. Ini mengingatkan kita pada jurnalis yang hidup di Rusia dan China. Banyak teman saya yang dulu aktif di YouTube sekarang sudah tergantikan oleh agen-agen baru dari luar negeri AS, yang mengikuti aturan ketat saklek mirip yang dilakukan oleh AI, berbeda dengan dulu yang lebih manusiawi dalam menganalisa konten.

YouTube, seperti media lainnya, harus menyeimbangkan antara keuntungan finansial dan etika konten. Dengan pengawasan ketat dan pengetatan kebijakan, mereka berusaha menjaga platform tetap aman dan dapat dipercaya oleh pengiklan serta viewers. Namun, tantangan bagi konten kreator menjadi semakin besar, terutama bagi mereka yang mencoba memberikan pandangan yang berbeda dalam suasana politik yang panas seperti saat ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun