Teori Big Bang:
Poin pertama Meyer adalah konsensus ilmiah bahwa alam semesta mempunyai permulaan yang pasti, sekitar 13,8 miliar tahun yang lalu, yang dikenal sebagai Big Bang. Hal ini bertentangan dengan keyakinan sebelumnya bahwa alam semesta itu kekal dan tidak berubah. Karya Edwin Hubble dan Georges Lematre, yang menunjukkan bahwa galaksi menjauh dari kita, mendukung gagasan ini. Pergeseran merah yang diamati pada cahaya dari galaksi-galaksi jauh menunjukkan bahwa alam semesta mengembang dari satu titik asal.
Konversi Einstein:
Albert Einstein awalnya mendukung teori keadaan tetap (steady-state theory) yang menyatakan bahwa alam semesta tidak memiliki awal dan akhir. Namun, setelah melihat bukti Hubble, Einstein mengakui adanya permulaan kosmik, dan menyebut penolakannya terhadap gagasan ini sebagai kesalahan terbesar dalam kariernya. Pengakuan ini selaras dengan konsep alam semesta yang diciptakan, sebagaimana dijelaskan dalam berbagai tradisi teistik.
Keselarasan dengan Pandangan Teistik:
Penemuan bahwa alam semesta mempunyai permulaan mendukung gagasan adanya peristiwa penciptaan, serupa dengan deskripsi dalam teks-teks agama. Misalnya, Arno Penzias, seorang peraih Nobel, berpendapat bahwa Big Bang cocok dengan narasi alam semesta yang diciptakan.
2. Penyempurnaan Alam Semesta
Alam Semesta Goldilocks: Argumen kedua berkisar pada kondisi alam semesta yang sebenarnya, yang sering disebut sebagai "alam semesta Goldilocks". Konstanta dan hukum fisika mendasar, seperti kekuatan gravitasi dan elektromagnetisme, telah disesuaikan agar kehidupan tetap ada. Perubahan kecil apa pun pada konstanta ini akan menyebabkan alam semesta mati.
Dukungan Ilmiah: Banyak ilmuwan mengakui penyesuaian ini sebagai indikasi desain. Astronom Inggris dan mantan atheis Fred Hoyle mengatakan bahwa "kecerdasan super telah bermain-main dengan fisika", yang mencerminkan sentimen bahwa kondisi alam semesta yang tepat bukanlah suatu kebetulan melainkan disengaja.
Implikasi Teologis: Penyesuaian ini menunjukkan adanya tujuan penciptaan, seolah-olah alam semesta dirancang untuk mendukung kehidupan. Hal ini sejalan dengan pandangan teistik seorang pencipta yang merekayasa kosmos dengan niat dan kecerdasan.
3. Kompleksitas DNA