Mohon tunggu...
Iwan Murtiono
Iwan Murtiono Mohon Tunggu... Lainnya - Google-YouTube project contractor

Pembela hak asasi dan demokrasi dengan bias sebagai orang Indonesia dalam memakai kacamata untuk melihat dunia, termasuk dalam memupuk demokrasi yang agak membingungkan antara demokrasi murni atau demokrasi a la Indonesia. Bahwa kita sering melihatnya dalam perspektif yang berbeda, karena demokrasi itu juga adalah sebuah karya kreatif dalam pembentukannya yang tidak pernah rampung, termasuk yang anti demokrasi juga tidak pernah lelah berusaha terus menguasai demi kepentingan sebagian kecil atau oligarki

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Modi Menang Pemilu, Demokrasi India Terancam

7 Juni 2024   03:53 Diperbarui: 9 Juni 2024   01:59 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto/Reuters via sindonews.com

Terpilihnya kembali Narendra Modi sebagai Perdana Menteri India Selasa 2/6/24 menjanjikan segala macam Bansos untuk memenangkan masa jabatannya yang ketiga kalinya ini. Disamping janji lainnya adalah mengangkat jutaan penduduk miskin, mentransformasikan India menjadi negara maju dalam kurun 20 tahun kedepan, caranya menciptakan lapangan kerja membangun infrastruktur dan memperbanyak program bansos.  

Kemenangan Modi ini perlu dikaji beberapa strategi politik dan ekonomi, hubungan luar negeri, pendirian terhadap kelompok minoritas, dan gaya pemerintahan secara keseluruhan. Narendra akan mungkin dapat mencapai semua janji kampanye politiknya melihat track record keberhasilan dan kebijaksanaannya?

Perdana Menteri Narendra Modi mengklaim masa jabatan ketiga pada Selasa 4/6/24 sebagai lebih awal hasil pemilu India memberikan kemenangan yang jauh lebih kecil dari perkiraan bagi pemimpin paling berkuasa di negara ini dalam beberapa generasi.

Modi, yang akan menjadi perdana menteri India kedua yang meraih masa jabatan ketiga berturut-turut, memuji "prestasi bersejarah dalam sejarah India," bahkan ketika partainya tampaknya akan kehilangan sejumlah besar kursi. di Parlemen, maksudnya perlu bergantung pada partai-partai kecil dalam koalisinya untuk membentuk pemerintahan.

Narendra Damodardas Modi, pemimpin India yang karismatik dan terpolarisasi, telah meraih masa jabatan ketiga berturut-turut sebagai Perdana Menteri, meskipun dengan selisih yang lebih kecil dari yang diharapkan. 

Pada pemilu baru-baru ini, koalisi Aliansi Demokratik Nasional (NDA) pimpinan Modi meraih 294 kursi, melampaui angka mayoritas yang mencapai 272 kursi, namun masih jauh dari kemenangan besar pada pemilu-pemilu sebelumnya.

Lanskap Politik Narendra tergambarkan pada pertama kalinya sejak Modi naik ke tampuk kekuasaan pada tahun 2014, Partai Bharatiya Janata (BJP) yang dipimpinnya tidak memperoleh mayoritas absolut dan hanya meraih 240 kursi. 

Hal ini memerlukan ketergantungan pada mitra koalisi, sebuah perubahan signifikan yang mungkin mempengaruhi gaya pemerintahan kuat Modi. Berkurangnya mayoritas BJP merupakan bukti meningkatnya oposisi dan berkembangnya strategi Modi untuk mempertahankan dominasi politik.

Modi memilih strategi kebijakan luar negeri  yang Balancing Act atau banyak membuat atau menciptakan persepsi Aksi keseimbangan. Dalam konstelasi geopolitik dunia yang serba berubah ubah, banyak pemimpin yang menghadapi masalah pelik cara memelihara aksi keseimbangan antara kepastian dengan ambiguitas. Jadi harus meniti tali jembatan diantara keduanya yang menurut kisah sukses politikus dipercaya bisa mengatasi keruwetan geopolitik tersebut. 

Walaupun Modi sebenarnya tidak menerapkan secara disiplin strategi ini, karena dia sangat oportunis dalam memanfaatkan keterpojokan Rusia atau membiarkan perang Ukraina untuk berlarut larut. 

Diproyeksikan bahwa selesainya perang di Ukraina akan membuat harga pangan di dunia murah dan stabil kembali. Atau sementara ini inflasi dunia masih tinggi karena didorong mahalnya pangan dan bahan bakar karena salah satunya adalah abainya Modi pada penegakkan hak asasi di dunia atau di negaranya sendiri.

Kebijakan luar negeri Modi yang oportunis telah menempatkan India sebagai pemain global yang signifikan. Masa jabatannya telah memperlihatkan penguatan hubungan dengan Amerika Serikat dan sekutunya, seperti Jepang dan Australia, serta sikap hati-hati terhadap Tiongkok, terutama setelah konflik perbatasan pada tahun 2020. 

Namun, pemerintahan Modi terus memupuk hubungan yang berbeda dengan Rusia, menyeimbangkan ikatan sejarah dan tekanan geopolitik kontemporer, atau sikap oportunisnya.  Total Volume Perdagangan pada tahun 2022, dengan Rusia mencapai $50 miliar, dibandingkan dengan Amerika sebesar US$118 miliar, menunjukkan betapa tidak selarasnya India atau menunjukkan ambiguitas kebijakannya. 

Banyak warga negara India bergabung dengan tentara bayaran Rusia, yang direkrut melalui agen atau propaganda media sosial. Belakangan beberapa di antaranya terluka parah selama dinas "tidak sukarela atau ketipu" mereka. 

Situasi ini sangat memprihatinkan, dan Kementerian Luar Negeri India secara aktif berupaya untuk mengembalikan warga negaranya yang telah terbuai tipu untuk berpartisipasi dalam perang tersebut. Hal ini juga menunjukkan bahwa perdagangan tersebut hanya bermaksud mengambil keuntungan dari pendekatan lunak AS namun dari sejarahnya saja masih condong ke Rusia. 

Kebijakan ambiguitas India perlu diverifikasi karena perdagangan besar-besaran dengan Rusia hanya mengambil keuntungan dari sanksi ekspor yang buntu dari Rusia. Meskipun bagi Rusia hasil keuntungan perdagangan tersebut hanya dipakai untuk membiayai alat perang penghancur kota-kota di Ukraina.

Visi Ekonomi: Kontradiksi dan Aspirasi

India, di bawah kepemimpinan Modi, telah melampaui Tiongkok sebagai negara dengan jumlah penduduk terbesar dan memiliki pertumbuhan ekonomi terbesar yang paling cepat. Namun, perjalanan menuju kemakmuran ekonomi masih rumit. Inisiatif "Make in India" yang diusung Modi berupaya mengubah India menjadi kekuatan manufaktur namun menghadapi hambatan dalam pertumbuhan ekspor. 

Pada saat yang sama, visi "India yang mandiri" bertujuan untuk melindungi industri dalam negeri dari persaingan global, sebuah strategi yang terkadang bertentangan dengan tujuan integrasi global.

Posisi Modi dalam perlindungan pada kaum Minoritas sangat disangsikan dengan berbagai trik dan aksi fasis yang paling tidak memenangkan hati orang Hindu yang fanatik bukan yang sekuler, seperti yang dicita citakan oleh founding father India. Bahkan masa jabatan Modi juga memicu kontroversi signifikan mengenai tatanan sekuler India. 

Transformasi yang dilakukannya atas Jammu dan Kashmir menjadi wilayah yang dikuasai pemerintah federal dan pembangunan sebuah kuil Hindu besar di lokasi yang disengketakan telah memicu kekhawatiran tentang marginalisasi umat Islam, yang merupakan 14% dari populasi India. Tahun-tahun mendatang kemungkinan besar akan menguji batas-batas agenda nasionalis Hindu Modi, menyeimbangkan dinamika koalisi dan kohesi masyarakat.

Gaya Pemerintahan yang menjadi kegundahan kaum pencinta demokrasi karena dipertentangkannya antara efisiensi vs. demokrasi, yang kedengarannya sangat dibuat buat dan hanya menjadi isu pembenaran atas pelanggaran sistem demokrasi India. Juga kepemimpinan Modi ditandai dengan reformasi yang berani dan sering kali bersifat sepihak, sehingga ia mendapatkan reputasi sebagai orang yang tegas tegas melanggar sistem demokrasi yang disetujui bersama. 

Semakin hari semakin kelihatan mencolok bahwa pendekatan ini semakin dalam telah mengikis norma-norma demokrasi yang dibangun oleh Nehru. Bahkan, badan peradilan, komisi pemilu, dan kepolisian dianggap semakin selaras dengan agenda Modi. Ini semua menantang checks and balances yang menjadi salah satu syarat utama bagi demokrasi.

Masa jabatan ketiga Narendra Modi sebagai Perdana Menteri menjanjikan interaksi yang kompleks antara ketangkasan politik elit dalam memanfaatkan ketidaktahuan rakyat, reformasi ekonomi, dan narasi sosial. 

Dengan mitra koalisinya yang memegang kekuasaan lebih besar dibandingkan sebelumnya, Modi harus menghadapi lanskap politik yang lebih rumit. Apakah hal ini akan mendorong memoderasi gaya pemerintahannya atau malah mengarah pada cengkeraman kekuasaan yang lebih kuat, seperti yang selama ini selalu terbukti dilakukan. India berada di persimpangan jalan. 

Apakah arah masa depan India akan bergantung pada kebijakan dan kompromi dari para pemimpinnya, terutama Modi? Kemungkinan besar tidak bisa disimpulkan demikian simpel seperti itu. 

Pola pola seperti yang sudah banyak terjadi pada semua  negara baik yang sangat maju seperti Amerika dan Inggris, sampai ke negara terbelakang  seperti Niger, Kamerun dan Ethiopia yang dilanda pengkristalan dan perpecahan kubu yang hampir 50-50, menceritakan kekuatan rakyat yang mencetak kemakmurannya sendiri tanpa mengandalkan janji janji bohong pemimpinnya. 

Sayangnya rakyat di semua negara tersebut 50% penduduknya sangat percaya pada pemimpin pilihannya, yang mendorong mereka yang anti demokrasi tersebut maju terus menabrak segala hukum kemanusiaan dan bisa sukses di pemilu.Berarti ada kesenjangan antara rakyat yang berusaha sekuat tenaga memakmurkan negaranya melawan sebagian rakyat yang hanya senang mendengar buaian cinta palsu para pemimpin anti demokrasi.

Dalam posisi hasil pemilu yang tidak jauh dari 50 - 50 berarti tinggal menunggu apakah para pejuang demokrasi akan terus memperjuangkan ide ide demokrasi dari isu kemanusiaan sampai perlindungan kaum minoritas. 

Untungnya mereka yang mau menjadi pahlawan demokrasi tidak pernah mati, karena ide utopia tentang keadilan  tidak mungkin bisa dibungkam seterusnya dengan janji Bansos kampanye Modi. Segala macam cara membungkam mulut demokrasi ini, tidak hanya dengan Bansos, bisa juga menggunakan tipu tipu bahkan ancaman pembunuhan. 

Siapa takut, kata Alexei Navalny yang sudah dibunuh 3 kali, dan terakhir sudah tidak mungkin bisa dibawa ke Jerman dan dihidupkan lagi. Indonesia juga tidak kurang banyak dengan berbagai macam pejuang demokrasi yang disuap jabatan, diculik, disiksa berdarah darah dan dibunuh sekalipun. 

Ada yang percaya bahwa Demokrasi yang dibungkam di India adalah demokrasi yang hanya ditunda dengan mengklik tombol "Pause". Tinggal kita menunggu ada yang mau nge-klik play lagi diantara kita, atau orang di New Delhi, Myanmar atau di California. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun