Semakin hari semakin kelihatan mencolok bahwa pendekatan ini semakin dalam telah mengikis norma-norma demokrasi yang dibangun oleh Nehru. Bahkan, badan peradilan, komisi pemilu, dan kepolisian dianggap semakin selaras dengan agenda Modi. Ini semua menantang checks and balances yang menjadi salah satu syarat utama bagi demokrasi.
Masa jabatan ketiga Narendra Modi sebagai Perdana Menteri menjanjikan interaksi yang kompleks antara ketangkasan politik elit dalam memanfaatkan ketidaktahuan rakyat, reformasi ekonomi, dan narasi sosial.Â
Dengan mitra koalisinya yang memegang kekuasaan lebih besar dibandingkan sebelumnya, Modi harus menghadapi lanskap politik yang lebih rumit. Apakah hal ini akan mendorong memoderasi gaya pemerintahannya atau malah mengarah pada cengkeraman kekuasaan yang lebih kuat, seperti yang selama ini selalu terbukti dilakukan. India berada di persimpangan jalan.Â
Apakah arah masa depan India akan bergantung pada kebijakan dan kompromi dari para pemimpinnya, terutama Modi? Kemungkinan besar tidak bisa disimpulkan demikian simpel seperti itu.Â
Pola pola seperti yang sudah banyak terjadi pada semua  negara baik yang sangat maju seperti Amerika dan Inggris, sampai ke negara terbelakang  seperti Niger, Kamerun dan Ethiopia yang dilanda pengkristalan dan perpecahan kubu yang hampir 50-50, menceritakan kekuatan rakyat yang mencetak kemakmurannya sendiri tanpa mengandalkan janji janji bohong pemimpinnya.Â
Sayangnya rakyat di semua negara tersebut 50% penduduknya sangat percaya pada pemimpin pilihannya, yang mendorong mereka yang anti demokrasi tersebut maju terus menabrak segala hukum kemanusiaan dan bisa sukses di pemilu.Berarti ada kesenjangan antara rakyat yang berusaha sekuat tenaga memakmurkan negaranya melawan sebagian rakyat yang hanya senang mendengar buaian cinta palsu para pemimpin anti demokrasi.
Dalam posisi hasil pemilu yang tidak jauh dari 50 - 50 berarti tinggal menunggu apakah para pejuang demokrasi akan terus memperjuangkan ide ide demokrasi dari isu kemanusiaan sampai perlindungan kaum minoritas.Â
Untungnya mereka yang mau menjadi pahlawan demokrasi tidak pernah mati, karena ide utopia tentang keadilan  tidak mungkin bisa dibungkam seterusnya dengan janji Bansos kampanye Modi. Segala macam cara membungkam mulut demokrasi ini, tidak hanya dengan Bansos, bisa juga menggunakan tipu tipu bahkan ancaman pembunuhan.Â
Siapa takut, kata Alexei Navalny yang sudah dibunuh 3 kali, dan terakhir sudah tidak mungkin bisa dibawa ke Jerman dan dihidupkan lagi. Indonesia juga tidak kurang banyak dengan berbagai macam pejuang demokrasi yang disuap jabatan, diculik, disiksa berdarah darah dan dibunuh sekalipun.Â
Ada yang percaya bahwa Demokrasi yang dibungkam di India adalah demokrasi yang hanya ditunda dengan mengklik tombol "Pause". Tinggal kita menunggu ada yang mau nge-klik play lagi diantara kita, atau orang di New Delhi, Myanmar atau di California.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI