Terpilihnya AHY sebagai ketum Demokrat menurut saya juga sebuah pemaksaan jabatan padanya agar terlihat mempunyai catatan di CV untuk proses pencalonannya sebagai kandidat di pemilu 2024.
Jabatan ketum AHY sekedar pengisi pengalaman kerjanya selain di militer. Gak ada yang istimewa dari sosok AHY, selain dirinya terlihat muda dan tampan saja.
Tahun 2014 saat jokowi mencalonkan diri sebagai capres, kita menilai dirinya akan menjadi presiden boneka karena menganggap tidak mempunyai kemampuan mengelola negara. Padahal dirinya mempunyai pengalaman hampir 2 periode sebagai walikota solo dan 2 tahun sebagai gubernur DKI, dan sudah 10 tahun berkecimpung di politik. Tetapi masih kita anggap sebagai presiden boneka andai terpilih.
Bayangkan dengan sosok AHY yang gak mempunyai pengalaman birokrasi apapun, kemunculannya baru tahun 2017. Mencalon sebagai gubernur DKI saja gagal, lalu ingin melompat ke yang lebih tinggi dengan pengalaman kerja sebagai "Ketum Demokrat", dengan kelebihan berwajah tampan.
Kalau dia terpilih, boneka apa yang cocok untuk dirinya sebagai ungkapan yang sama pada sosok jokowi dahulu?
Ada yang bisa bantu jawab..?
Jika kita membenci penampakan jokowi yang menjual wajah ndeso yang seolah merakyat, kenapa logika kita malah mengikuti hal itu dengan menggunggulkan ketampanan sesorang? Sama aja kan, cuma beda penampakan aja. Dulu wajah Ndeso dipuja, sekarang wajah tampan disuka. Emosinya sama.
Catatan aja, pemilihan presiden atau pemilihan kepala daerah itu bukan ajang Idol di televisi yang menjual ketampanan atau menjual wajah miskin agar dapat simpati. Yang dinilai adalah kecakapan dengan melihat apa yang telah mereka lakukan sebelumnya. Untuk menyesuaikan bahwa mereka benar2 orang yang tepat untuk mengelola negara.
Kamu benci kemunculan sosok Gibran namun kamu mendukung sosok AHY, menandakan ada dusta dalam pemikiranmu. Kecuali, kamu baru mulai bicara perpolitikan indonesia ditahun 2020 ini saja.
Jika kamu menganggap Gibran tidak berkompeten atau tidak punya kemampuan, maka begitu juga AHY karena mereka berdua ini sama prosesnya.
Gibran dan AHY adalah bentuk perjuangan seorang bapak untuk melanjutkan Dinasti keluarganya. Memaksakan mereka tampil dengan tidak memperhitungkan kesiapan pemikiran mereka, menghadapi permasalahan bangsa.