Mohon tunggu...
Iwan balaoe
Iwan balaoe Mohon Tunggu... Wiraswasta - Orang biasa

Pemerhati yang perhatian banget

Selanjutnya

Tutup

Politik

Gibran dan AHY

12 Agustus 2020   10:04 Diperbarui: 12 Agustus 2020   09:55 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

...

Secara naluri, kita pasti menolak adanya Dinasti Politik. Namun sayangnya, kita lupa untuk memeriksa jejak digital masing2 bahwa sebenarnya kita sendiri pernah mendukung hal itu.

Pencalonan Gibran menjadi heboh karena dirinya dianggap mendompleng nama bapaknya. Aji mumpung dengan ujug2 muncul dengan niat menjadi walikota solo periode 2020-2025.

Apa yang dilakukan Gibran, sebenarnya adalah refleksi sosok AHY ditahun 2017  

Nama AHY muncul di menit-menit terakhir penutupan pendaftaran calon gubernur DKI. Mengejutkan semua pihak. Selama ini, ia dikenal sebagai perwira menengah yang jauh dari hingar bingar politik. Berpangkat terakhir sebagai Letkol, AHY mempunyai prestasi gemilang di militer.

Entah apa yang meyakini SBY, sampai mengorbankan karir anaknya di militer. Seharusnya yang cocok dicalonkan kala itu adalah adiknya AHY, Ibas. Karena Ibas sudah berkecimpung didunia politik dengan jabatan struktural di partai Demokrat.

SBY mengorbankan anaknya dengan memandang mempunyai latar belakang militer.  Namun SBY lupa, untuk menjadi pemimpin hendaknya calon tersebut harus mempunyai kepedulian dibidang politik terlebih dahulu dan benar-benar sudah berkecimpung untuk melatih kepeduliannya.

Dan AHY mendapatkan nilai minus dalam kepeduliannya di bidang politik dan untuk mengetahui masalah bangsa ini. Yang dia tau hanya text book dengan belajar secara kilat dari konsultan politik di kepartaian Demokrat.

Sadar akan kekurangan AHY, kubu Demokrat sendiri mempunyai cara melambungkan nama AHY. Yaitu dengan bekerja sama dengan lembaga survey untuk angkat nama dirinya.

Gak heran hasil 5 lembaga survey tervesar menjelang pilkada DKI selalu menempatkan nama AHY dibawah ahok dengan selisih persentase yang kecil. Apa yang dijual Demokrat pada sosok AHY saat pilkada DKI?

Menjual ketampanan dan sisi kepemudaan pada diri AHY. Diluar itu, gak ada yang membanggakan dari AHY karena dirinya tidak mempunyai pengalaman apapun di birokrasi.

Proses yang instan, gak akan mendapatkan hasil yang bagus. 

Diunggulkan terus selama masa pilkada oleh lembaga survey, gak membuat masyarakat kita tergiring memilihnya. Sosok Anies yang diramalkan gak akan lolos putaran ke-2 melihat hasil survey yang beredar, malah menyodok ke peringkat ke-2, meninggalkan AHY dengan selisih suara sangat jauh diposisi ke-3 yang artinya tidak lolos putaran ke-2 pilkada DKI.

Pencalonan Gibran saat ini adalah cermin bagaimana Demokrat memunculkan nama AHY. 

Jika melihat sengitnya memutuskan nama, sosok Gibran malah lebih ada tantangan ketika ada pertentangan dari kader PDIP mengenai pemilihan Gibran sebagai calonnya. Gibran menyingkirkan nama kader PDIP yang sudah dikenal sebagai calon kuat.

Sosok AHY terpilih sebagai calon dari demokrat tanpa ada keributan. Tanpa ada pertentangan ketika dirinya dimunculkan. Padahal masih banyak calon2 potensial Demokrat yang sudah mempunyai nama sebagai kepala daerah teladan.

Hak veto SBY kala memutuskan AHY benar2 membuat kader lain harus menurut. Sampai disini saja, politik dinasti yang dijalankan demokrat sudah terkesan mengabaikan suara masukan kadernya. Berbeda dengan PDIP yang masih menyelesaikan permasalahan internal kader mereka ketika nama Gibran dimunculkan  

Nama Gibran mulai dikenalkan sebagai calon sudah terdengar 1 tahun menjelang pilkada Solo. Sedangkan nama AHY mulai dikenalkan disaat injuri time pendaftaran di KPU.

Jika melihat prosesnya, siapa yang paling buruk dalam mengusung putra mahkota? Gibran atau AHY?

Dua putra mahkota ini memiliki kesamaan dalam proses kemunculan. Namun memiliki perbedaan dalam perlakuan publik pada mereka.

Jika membenci politik dinasti dan cara menaikkan nama putra mahkota. Jadi pertanyaan, kenapa sosok AHY bisa dimunculkan sebagai calon presiden/wakil presiden di pemilu 2024 tanpa ada pertengangan dari orang2 yang membully Gibran?

Netizen meributkan sosok Gibran, menganggapnya tidak kredibel dan belum berpengalaman. Bagaimana dengan sosok AHY yang juga tidak berpengalaman apapun.

Terpilihnya AHY sebagai ketum Demokrat menurut saya juga sebuah pemaksaan jabatan padanya agar terlihat mempunyai catatan di CV untuk proses pencalonannya sebagai kandidat di pemilu 2024.

Jabatan ketum AHY sekedar pengisi pengalaman kerjanya selain di militer. Gak ada yang istimewa dari sosok AHY, selain dirinya terlihat muda dan tampan saja.

Tahun 2014 saat jokowi mencalonkan diri sebagai capres, kita menilai dirinya akan menjadi presiden boneka karena menganggap tidak mempunyai kemampuan mengelola negara. Padahal dirinya mempunyai pengalaman hampir 2 periode sebagai walikota solo dan 2 tahun sebagai gubernur DKI, dan sudah 10 tahun berkecimpung di politik. Tetapi masih kita anggap sebagai presiden boneka andai terpilih.

Bayangkan dengan sosok AHY yang gak mempunyai pengalaman birokrasi apapun, kemunculannya baru tahun 2017. Mencalon sebagai gubernur DKI saja gagal, lalu ingin melompat ke yang lebih tinggi dengan pengalaman kerja sebagai "Ketum Demokrat", dengan kelebihan berwajah tampan.

Kalau dia terpilih, boneka apa yang cocok untuk dirinya sebagai ungkapan yang sama pada sosok jokowi dahulu?

Ada yang bisa bantu jawab..?

Jika kita membenci penampakan jokowi yang menjual wajah ndeso yang seolah merakyat, kenapa logika kita malah mengikuti hal itu dengan menggunggulkan ketampanan sesorang? Sama aja kan, cuma beda penampakan aja. Dulu wajah Ndeso dipuja, sekarang wajah tampan disuka. Emosinya sama.

Catatan aja, pemilihan presiden atau pemilihan kepala daerah itu bukan ajang Idol di televisi yang menjual ketampanan atau menjual wajah miskin agar dapat simpati. Yang dinilai adalah kecakapan dengan melihat apa yang telah mereka lakukan sebelumnya. Untuk menyesuaikan bahwa mereka benar2 orang yang tepat untuk mengelola negara.

Kamu benci kemunculan sosok Gibran namun kamu mendukung sosok AHY, menandakan ada dusta dalam pemikiranmu. Kecuali, kamu baru mulai bicara perpolitikan indonesia ditahun 2020 ini saja.

Jika kamu menganggap Gibran tidak berkompeten atau tidak punya kemampuan, maka begitu juga AHY karena mereka berdua ini sama prosesnya.

Gibran dan AHY adalah bentuk perjuangan seorang bapak untuk melanjutkan Dinasti keluarganya. Memaksakan mereka tampil dengan tidak memperhitungkan kesiapan pemikiran mereka, menghadapi permasalahan bangsa.

Ibarat durian, mereka masak karena karbitan. Bukan masak secara alami diatas pohon, yang akan menjatuhkan diri ketika sudah siap untuk dinikmati.

Jika suka AHY, sukailah juga Gibran
Jika benci Gibran karena politik dinasti, maka perlakukan juga AHY demikian.

Dua putra mahkota yang membawa cermin sebagai refleksi diri masing2.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun