Mohon tunggu...
Iwan Setiawan
Iwan Setiawan Mohon Tunggu... Guru - Menulis untuk Indonesia

Pustakawan, dan bergiat di pendidikan nonformal.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tahun Ini Nama Kami Terpampang

2 Juli 2023   14:59 Diperbarui: 2 Juli 2023   15:43 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi photo: Intisari online

"Oh, di sini tertulis dua. Ibu dan Nak Dewi."

"Iya, tapi Sinta juga tinggal di sini. Gimana bapak ini kok enggak tahu?"

Ketidakselarasan data warga seringkali menjadi sumber percekcokan. Pak RT belum sempat memperbaharui data atau warga sendiri yang tidak melaporkan perubahan data keluarga mereka. Meski hal ini sudah sering disampaikan lewat grup WA atau secara langsung tiap ada kesempatan. Pantas saja tiap jelang pemilu seperti sekarang, data pemilih seringkali menimbulkan kisruh diantara pihak-pihak yang berkepentingan.

Aku sudah terbiasa dengan ketegangan-ketegangan kecil saat pembagian jatah qurban warga. Bagaimana pun mereka berhak menyampaikan unek-uneknya karena berhubungan dengan kepentingan mereka. Biasanya aku sampaikan hal ini kepada ketua panitia dan bila memungkinkan, permintaan mereka kami penuhi.

Sebagai anggota panitia aku mendapatkan "bonus" di akhir tugas. Usai setiap warga mendapatkan  jatah bagiannya, ketua panitia memberi kami bagian hewan qurban yang tidak dapat direcah dan dibagikan. Tahun yang lalu aku membawa pulang kaki sapi yang masih utuh. Sebelumnya aku kebagian membawa seperempat bagian kepala sapi.

Istriku tersenyum bahagia mendapatkan bonus panitia ini. Dengan cekatan ia mengolahnya menjadi gulai dan membaginya dengan tetangga terdekat. Setiap Hari Raya Idul Adha kami selalu terkenang akan hal ini.      

***

Hari Raya tinggal seminggu lagi. Daftar nama pequrban yang disebar panitia lewat grup WA bertambah panjang. Nama-nama yang mengundang decak kagum siapa saja yang membacanya. Kekaguman akan tingkat ketaqwaan, juga keluasan rezeki yang mereka miliki.

Namun hanya keinginan besar yang aku dan istri miliki. Agar satu saat nama kami juga terpampang di layar HP, sebagai umat yang memiliki keleluasaan harta sehingga dapat menjalankan perintah menyembelih hewan qurban. Perintah yang bermula dari kisah Nabi Ibrahim dan putranya Ismail.

Keinginan itu senantiasa kami rawat. Aku tak putus-putus memanjatkan doa, agar diberi kesempatan untuk berqurban, memiliki keleluasaan harta. Begitu pula dengan istriku. Ia dengan caranya sendiri menyisihkan sisa uang belanja, menabungnya dalam kotak sedeqah di mesjid. Setiap memasukan lembaran uang ia menggumamkan niat agar kiranya dapat kesempatan untuk menjalankan ibadah qurban.

Istriku senantiasa mengingat sabda nabi yang mengatakan bila ada di antara umatnya yang memiliki keleluasaan rezeki namun tidak berqurban maka umat tersebut tidak diperkenankan untuk mendekati tempat shalatnya, yaitu mesjid. Alangkah merugi bila kita rermasuk dalam golongan yang demikian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun