“Oh sudah ya?”. Dia mengangguk, lagi.
“Saya awalan ya ka”. Tanpa basa-basi Aisyah pergi begitu saja.
Hey, apa ini? Aisyah keliru menyimpan catatannya. Data ini masih tersimpan di perangkat. Aku membukanya.
Assalamu’alaikum ikhwan fillah. Antum itu indah, sangat indah. Aku malu, malu dengan beberapa waktu ini. yang dengan waktu yang telah kita lalui bersama. Aku malu dengan diriku sendiri, aku malu dengan Allahku. Antum tak perlu bertanya, aku kenapa. Aku yakin antum pasti faham. Setelah apa yang antum sampaikan sepulang dari rumah sakit, aku sadar sekali, bahwa aku penuh dengan salah. Aku butuh cahaya. Bantu aku ka…
Dicatatan lain bahkan tertulis,
Entah harus menyalahkan waktu atau jangan, yang pasti aku menghargai dari setiap waktu yang Allah berikan. Karena Allah mempunyai alasan untuk mempertemukan seseorang. Terkadang agar dipersatukan, atau kadang hanya untuk sebuah pelajaran kehidupan. Yang pasti semua hari yang telah Allah berikan, entah itu awal perjumpaan sampai perpisahan, aku temukan titik kenyamanan. Fokuskan terhadap apa yang kamu cita-citakan, jangan sampai kehadiran dan kedekatan kita menjadikan penghalang mu dalam menuai kesuksesan..
Untukmu yang akhlaqnya mulia, iman nya menggetarkan rasa, sholehnya membuatku dekat akan hal siapa sang pencipta..
Terimakasih untuk makna mengenai kehidupan nyata. Terimakasih untuk ilmu akan mensyukuri yang ada. Terimakasih untuk mendekatkanku lebih kepada sang pencipta. Terimakasih untuk segalanya. Yang pasti aku bahagia mengenal sosokmu yang sangat istimewa.
“Hufs” aku menghela nafas pasnjang. Aku faham betul kenapa Aisyah meninggalkan catatan ini. kau tahu? Beberapa waktu lalau aku sempat mengantarnya ngelayat almarhuman temannya di Rumah Sakit dekat sini. Disana, dia bertemu dengan kawan lamanya. Yang kulihat ada banyak ikhwan juga disana. Saat tangis Aisyah benar-benar pecah, salah satu kawan ikhwannya menghampiri, dan dengan begitu saja menjabat tangan Aisyah. Aisyah juga tak banyak berbuat. Sebetulnya aku sedikit dikagetkan. Aku hanya berasumsi, mungkin sudah biasa, itu kan sahabat lamanya. Diperjalan pulang, aku menanyakan hal itu pada Aisyah, dan dengan spontan ia membantah.
“Astagfirulloh, saya khilaf ka. Saya refleks”. Aku tidak begitu memikirkan hal itu. Seperti yang sudah aku bilang, aku hanya berkomentar singkat.