Teks Rinto Pangaribuan
Kemalasan tak pernah mendapat tempat dalam kekristenan. Ia laksana hama. Bahkan dalam tradisi Kristen, ia termasuk salah satu tujuh dosa maut. Label yang bukan main-main. Ini indikator kuat betapa kemalasan adalah momok mengerikan.
Masyarakat kita mencaci-maki kemalasan. Rajin pangkal pandai. Malas pangkal bodoh. Begitu kata peribahasa kita. Orang-orang malas akan ditendang dari pergaulan. Tidak ada bos suka karyawan malas. Seorang ibu akan menjewer anak yang malas. Pun orang malas benci orang malas.
Pada sisi lain, sumpah serapah pada kemalasan adalah pemujaan terhadap kerja. Kita meluhurkan kerja sampai langit ketiga. Cita-cita masa kecil memuncak pada profesi kerja. Presiden kita menyerukan, "Kerja! Kerja! Kerja!" Guru kita memerintah, "Kerjakan tugasmu!"
Pemujaan terhadap kerja adalah tindakan pilih kasih. Pasalnya, manusia juga diciptakan untuk malas-malasan. Tuhan mencipta manusia untuk selow dan santai menikmati dunia (Kejadian 2:16). Tuhan memberi kita hak untuk bermalas-malas atau malas-malasan. Bukan hanya hak.
Bermalas-malas adalah kodrat manusia. Karena Allah telah meletakkan itu pada manusia, sejak semula.
Bagaimana membuktikan pandangan ini? Tetapi, bukankah banyak nukilan Alkitab mengatakan kemalasan---dan semua turunannya--- terhisap dalam dosa?
Untuk menjawabnya, saya akan membatasi pembacaan hanya dari Amsal. Alasannya, hampir semua seruan mengenai kemalasan bersumber dari kitab ini. Jadi, benar kitab Amsal mengkritik kemalasan? Bagaimana imajinasi Alkitab tentang bermalas-malas? Atau, adakah sikap malas yang Alkitabiah?
Bermalas-malas dalam Alkitab: Sebuah Kritik
Perjanjian Baru memunculkan kata malas sebanyak tiga kali. Pada Matius 25:26, 1Timotius 5:13 dan Titus 1:12.
Matius menyematkan malas kepada hamba yang diberi satu talenta. Terma malas dalam bahasa Yunani adalah oknere. Kata ini berasal dari adjektiva okneros. Selain malas, juga berarti menyusahkan. Melihat keseluruhan konteks, saya condong pada pengertian kedua. Pada Matius ayat 24--25, kita diberitahu alasan mengapa hamba itu tidak mengusahakan talentanya. Yang bukan malas. Melainkan alasan yang menyusahkan tuannya.