Pendahuluan
    Kebebasan pers dan kemajuan demokrasi terkait erat. Kebebasan pers dan kemajuan demokrasi telah berkorelasi positif dari waktu ke waktu. Pers dan media yang bebas dianggap memainkan peran dalam mengungkap fakta dan kebenaran sebagai aspek penting dari kemajuan demokrasi (Ramadlan & Masykuri, 2019). Selain itu, pers dan media yang bebas dapat mendidik masyarakat atau pemirsa untuk meningkatkan demokrasi.
    Setelah administrasi, legislatif, dan yudikatif, pers dan media dipandang sebagai kekuatan keempat dalam masyarakat demokratis. Demokrasi bergantung pada konstituen atau pemilihnya yang memiliki akses ke informasi yang andal dan cukup, salah satunya berasal dari institusi media yang dapat dipercaya dan independen. Pers dianggap memainkan peran yang mendorong akuntabilitas, transparansi, keterlibatan, dan inklusi yang demokratis. Selain itu, diperkirakan bahwa media dan pers adalah institusi yang dapat berfungsi sebagai pengawas dan memberikan balances.
    Secara global, kualitas demokrasi dan kebebasan pers menderita sebagai akibat dari teknologi baru, revolusi digital, penyebaran informasi, dan meningkatnya otokrasi. Ketika perkembangan ini menjadi begitu meresap dan berdampak pada keadaan demokrasi, aktor yang berbeda melihat peluang yang mereka bawa.Â
Beberapa pemerintah mengalami kemunduran menuju demokrasi, menyebarkan informasi yang salah melalui media, mendorong perpecahan, dan mengambil keuntungan dari kelemahan demokrasi. Pada kenyataannya, penyensoran, manipulasi informasi, dan pembatasan adalah hal biasa di negara-negara otoriter. Kontrol dan regulasi pers dan media telah berdampak buruk pada hak kebebasan berekspresi.
    Para pemimpin politik secara teratur menargetkan pers dan media dalam serangan mereka ketika mereka berusaha untuk secara metodis membatasi kebebasan demokratis untuk mengerahkan lebih banyak kekuasaan. Dalam kasus tertentu, menyusutnya ruang untuk hak suara independen adalah tanda bahwa lembaga-lembaga demokrasi lainnya sedang ditargetkan untuk diserang (Ruswandi, 2004).Â
Pers dan media sering digunakan oleh otokrasi, yang juga menganggap sensor dan penindasan media sebagai elemen penting. Represi terhadap pers dan media yang bebas merupakan indikasi yang jelas bahwa hak-hak politik dan kebebasan sipil lainnya berada dalam bahaya, meskipun pers biasanya bukan lembaga pertama yang diserang ketika kepemimpinan suatu negara menjadi anti-demokrasi.
Pembahasan
1. Â Telaah Konsep
    Berbagai perspektif tentang kemajuan demokrasi sekarang lebih negatif daripada di awal 2000-an. Demokrasi terlihat bergerak menuju keadaan konsolidasi selama bertahun-tahun. Namun, demokrasi tidak selalu tumbuh dalam garis lurus selama ini. Demokrasi juga sedang terkikis, memburuk, atau menurun di beberapa negara yang biasanya dianggap sebagai demokrasi terkonsolidasi.
    Kemunduran demokrasi, resesi demokrasi, regresi demokrasi, dan beberapa kata lain digunakan untuk menggambarkan fenomena regresi demokrasi. Definisi ini menyinggung pembenaran bahwa kemunduran demokrasi dapat dipandang sebagai penurunan lambat dalam kualitas demokrasi, yang menyebabkan suatu bangsa kehilangan kualitas demokrasinya dan menimbulkan sifat-sifat rezim otokratis dan otoriter.
 Mengingat bahwa proses penurunan berkembang secara bertahap dan terjadi dalam langkah-langkah yang hampir tidak terlihat, seperti yang ditunjukkan, sulit untuk mengidentifikasi satu peristiwa yang membuktikan bahwa pemerintah tidak lagi demokratis (Octavia & Gunadi, 2021).
    Secara umum, kemunduran demokrasi disebabkan oleh memburuknya lembaga-lembaga politik yang mendukung sistem demokrasi di suatu negara, seperti pemilihan umum yang kurang kompetitif yang tidak sepenuhnya merusak proses pemilihan, pembatasan partisipasi yang tidak menghilangkan hak pilih sebagai ciri demokrasi yang menentukan dan membenarkan, dan berkurangnya akuntabilitas melalui standar tanggung jawab dan hukuman yang lebih longgar bagi pejabat publik. Bahkan presiden yang terpilih secara demokratis yang kemudian menjadi penguasa dan pemerintahan otoriter dapat memulai proses kejatuhan demokrasi (Prabowo & Bhakti, 2022).
2. Â Data
   Ketika para pemimpin politik terpilih menggunakan proses prosedural lebih sering untuk membenarkan tindakan anti-demokrasi dengan berbagai narasi, seperti mengejar stabilitas dan keadilan, demokrasi menghadapi ancaman internal yang meningkat (Hairi, 2022). Pencemaran nama baik, terorisme, penghinaan, dan manuver hukum lainnya yang digunakan untuk mendiskreditkan lawan politik, serta penggunaan retorika demokrasi sebagai pengalihan dari kegiatan anti-demokrasi, adalah contoh nyata dari kegiatan ini. Ancaman langsung juga ada pada aspek-aspek penting lainnya dari demokrasi, seperti penyalahgunaan hak-hak individu dan kebebasan berekspresi.
   Struktur politik formal yang hadir di sebagian besar negara telah berevolusi sebagai akibat dari gelombang ketiga demokrasi, yang dimulai pada pertengahan 1970-an, tetapi proses demokratisasi tidak selalu linier. Hanya beberapa negara yang telah melalui transisi menuju demokrasi telah mampu membangun pemerintahan demokratis yang stabil dan efektif. Menurut statistik Freedom House, otokrasi lebih berharga daripada demokrasi di banyak negara.
3. Â Analisis
   Menurut Freedom House, globalisasi memainkan peran yang semakin besar dalam erosi demokrasi jangka panjang. Menurut statistik, rezim otoriter dan negara demokrasi berkembang bertanggung jawab atas pengurangan status demokrasi global yang lebih besar pada tahun 2020. Pada tahun 2020, persentase negara tidak bebas mencapai tingkat terbesar dalam 15 tahun sebelumnya. Skor negara-negara non-bebas sering turun sekitar 15%. Namun, jumlah negara yang menerima nilai lebih tinggi untuk tahun 2020 turun ke level terendah sejak 2005 pada saat yang sama. Ini menunjukkan bahwa akan lebih sulit dari sebelumnya untuk membalikkan tren demokrasi dunia yang menurun.
   Meningkatnya otokrasi, salah satunya ditandai dengan hilangnya kebebasan, terutama pers. Menurut definisi kebebasan pers dan media, ini mengacu pada sejauh mana setiap negara mengizinkan pertukaran berita dan informasi secara bebas di masyarakat. Ini tergantung pada tiga faktor: (1) tingkat campur tangan politik, seperti ada atau tidak adanya intimidasi, sensor, atau tindakan pemaksaan; (2) perlindungan konstitusional dan peraturan; dan (3) keputusan editorial yang bebas dari kepentingan komersial atau pribadi (economy).
KesimpulanÂ
    Lima faktor yang dibahas sebelumnya bahwa demokrasi yang memburuk dikaitkan dengan degradasi kebebasan sipil. Kebebasan pers ada di negara dengan catatan kebebasan sipil yang buruk, peringkat demokrasi yang rendah, dan media di bawah standar. Asia Tenggara tidak pernah menjadi tempat yang sangat mudah bagi outlet media dan personel. Malaysia, Indonesia, dan Timor Leste melakukan lebih baik daripada tiga negara lainnya. Kekhawatiran mengenai keadaan kebebasan pers.
Bagaimanapun, masih sangat lazim mengingat bahwa masih ada undang-undang yang memberikan pemerintah yang bertanggung jawab kemampuan untuk membatasi dan menyensor kebebasan pers. Sementara demokrasi mengalami stagnasi dan degradasi, kebebasan pers di Thailand, Filipina, dan Singapura masih dalam situasi yang menyedihkan. Selain enam negara yang dibandingkan, Asia Tenggara berisi empat negara lain yang sangat menindas: Laos, Vietnam, Kamboja, dan Myanmar, yang diklasifikasikan oleh Freedom House sebagai "tidak bebas" dalam hal kebebasan pers.
Daftar Pustaka
Hairi, P. J. (2022). Menyerang Kehormatan atau Harkat dan Martabat Presiden: Urgensi Pengaturan Vis-a-Vis Kebebasan Berekspresi dan Kebebasan Pers.Â
Octavia, V., & Gunadi, A. (2021). PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP JURNALIS DALAM MENULISKAN BERITA KEPADA MASYARAKAT SEBAGAI WUJUD KEBEBASAN BERPENDAPAT DAN KONTROL SOSIAL DITINJAU DARI UU PERS DAN UU ITE (Studi Kasus: 46/Pid.Sus/2021/PN.Plp.).
Prabowo, W., & Bhakti, I. S. G. (2022). Perlindungan Hukum Terhadap Narasumber Atas Penyalahagunaan Kebebasan Pers.
Ramadlan, M. F. S., & Masykuri, R. (2019). KEMUNDURAN DEMOKRASI DAN KEBEBASAN PERS DI ASIA TENGGARA: REFLEKSI DARI ENAM NEGARA.
Ruswandi, A. (2004). Menakar Kadar Kebebasan Pers Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H