Kedua, ulama yang menyatakan bahwa iddah perempuan hamil yang ditinggal mati suami adalah dengan mengambil tenggang waktu terlama di antara dua alternatif: 4 bulan 10 hari (iddah wafat) atau kelahiran bayinya (karena iddah hamil). Pendapat ini biasanya dinisbatkan kepada Ibnu Abbas dan Ali ibn Abi Thalib. Kelompok kedua ini menghendaki dikompromikannya antara keumuman ayat hamil dan ayat wafat.
C. Sebab-sebab Iddah
Iddah disebabkan dua faktor. Pertama, karena ditinggal mati suami, kedua, karena dicerai suami. Dan kondisi wanita yang sedang iddah dibagi dua; hamil dan tidak hamil. Bagi wanita yang sedang hamil, iddahnya akan selesai dengan sebab melahirkan, baik melalui persalinan normal ataupun dengan jalan sesar, karena tujuan utamanya adalah keluarnya bayi.
 D. Tujuan Iddah
Menurut KH. Azhar Basyir, MA dalam bukunya Hukum Perkawinan Islam, iddah diadakan dengan tujuan sebagai berikut:
- Untuk menunjukkan betapa pentingnya masalah perkawinan dalam ajaran Islam.Â
- Peristiwa perkawinan yang demikian penting dalam hidup manusia itu harus diusahakan agar kekal.Â
- Dalam perceraian karena ditinggal mati, iddah diadakan untuk menunjukkan rasa berkabung atas kematian suami bersamasama keluarga suami.Â
- Bagi perceraian yang terjadi antara suami istri yang pernah melakukan hubungan kelamin, iddah diadakan untuk meyakinkan kekosongan rahim.
 E. Hikmah IddahÂ
- Untuk memastikan kosongnya rahim dari janin, sehingga tidak tercampurnya nasabÂ
- Untuk memberikan waktu bagi suami yang mencerai istrinya untuk rujuk apabila dia menyesal jika pada talak raj'i
- Menjaga hak seorang wanita/istri yang hamil apabila terjadi talak pada saat hamil.
- Untuk memperlihatkan betapa besarnya dan terhormatnya permasalahan pernikahan dan memberikan pemahaman bahwa akad nikah mengungguli akad-akad yang lainnya.
- Memperlihatkan rasa sedih karena baru ditinggal mati suami. Jadi kalau wanita menahan diri untuk tidak berdandan, hal itu membuktikan kesetiaannya kepada suaminya yang telah meninggal.
F. Kewajiban Setelah Perceraian
Setelah terjadinya perceraian kewajiban seorang istri adalah menjalankan masa iddah sesuai dengan yang telah disyari'atkan sebagaimana tercantum dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 153 ayat (1) yang berbunyi: bagi seorang istri yang putus perkawinannya berlaku waktu tunggu atau iddah, kecuali qobla dukhul dan perkawinan putus bukan karena kematian suami.
Seorang suami juga diwajibkan memberikan tempat tinggal untuk mantan istrinya yang masih dalam masa iddah, sebagaimana yang diatur dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 81 ayat (1dan 2) yang berbunyi: 1. Suami wajib menyediakan tempat tinggal bagi istri dan anak-anaknya atau bekas istrinya yang masih dalam iddah. 2. Tempat kediaman adalah tempat tinggal yang layak untuk istri selama dalam ikatan perkawinan atau dalam iddah talak atau iddah wafat.
1) Hak-hak istri setelah perceraian:
- Mut'ah adalah harta yang diberikan oleh seorang laki-laki kepada istri yang telah diceraikannya. Harta tersebut berupa kain, baju, nafkah, pelayanan, atau lainnya. Besar dan kecilnya jumlah tunjangan harta tersebut tergantung kepada kondisi ekonomi suami. Tunjangan wajib diberikan kepada setiap wanita yang diceraikan, berdasarkan firman Allah
"Dan bagi perempuan-perempuan yang diceraikan hendaklah diberi mut'ah menurut cara yang patut, sebagai suatu kewajiban bagi orang yang bertakwa." (Al-Baqarah: 241)
- Â Istri yang dicerai dalam bentuk talak raj'i, hak yang diterimanya adalah penuh sebagaimana yang berlaku sebelum dicerai, baik dalam bentuk perbelanjaan untuk pangan, untuk pakaian dan tempat tinggal.
- Istri yang cerai dalam bentuk thalaq bain, baik bain sughra atau bain qubra dan dia sedang hamil. Dalam hal ini ulama sepakat, bahwa dia berhak atas nafaqah atau tempat tempat tinggal. Dasar hukumnya adalah firman Allah dalam surat at-Thalaq: 6 yang berbunyi: