Namun pada kenyataannya, masih saja terjadi kendala dalam memperoleh kesempatan bersekolah bagi putra-putri bangsa di berbagai penjuru Nusantara ini.
Pendidikan tetaplah merupakah 'beban' yang SULIT sekaligus MAHAL bagi sebagian rakyat Indonesia.
SULIT: artinya terdapat berbagai kendala di segi transportasi, atau ketersediaan guru pengajar, bahkan juga pada akses jaringan internet. Terlebih lagi, hal ini terasa di daerah 3T (Tertinggal, Terluar, Terdepan).
MAHAL: artinya biaya pendidikan anak yang ditanggung orang tua, pada kenyataannya tak terlepas dari belitan komersialisasi dan privatisasi di dunia bisnis pendidikan, terutama di jenjang SMA (Sekolah Menengah Atas)/ SMK, atau terlebih lagi di tingkat perguruan tinggi.
Ketimpangan dalam memperoleh kesempatan pendidikan pun tak terelakkan, sehingga Pemerintah harus meminimalisasi kesenjangan (lack) tersebut, terutama di daerah 3T.
Sejatinya, Pemerintah bertanggungjawab atas tata kelola dana tersebut, dari Pusat hingga diterima oleh tangan/ pihak yang berhak, di antaranya yakni kepada para jajaran para pendidik maupun anak-anak didik di negeri ini, termasuk ditujukan untuk infrastruktur pendidikan (gedung sekolah, dan lain-lain).
Sudah sewajibnya, dana pendidikan tidak dicampuradukkan dengan aspek politik yang lain, agar tidak terjadi komplikasi di dunia pendidikan (misalnya, dialihkannya dana pendidikan menjadi 'dana-dana yang lain').
Selain itu, Pemerintah harus terus mendorong penerimaan pajak sebagai salah satu sumber pendapatan negara, demi membiayai pendidikan (mandatory spending). Selain itu Pemerintah juga selayaknya mendisiplinkan penyaluran dan penggunaan dana tersebut agar konsisten, merata, dan inklusif sehingga semua putra/ putri bangsa Indonesia dapat memperoleh haknya.
-------------
Singkatan:
SD: Sekolah Dasar