Mohon tunggu...
Iskandar Zulkarnain
Iskandar Zulkarnain Mohon Tunggu... Administrasi - Laki-laki, ayah seorang anak, S1 Tekhnik Sipil.

Penulis Buku ‘Jabal Rahmah Rendesvous Cinta nan Abadi’, 'Catatan kecil PNPM-MPd', 'Menapak Tilas Jejak Langkah Bung Karno di Ende', 'Sekedar Pengingat', 'Mandeh Aku Pulang' (Kumpulan Cerpen) dan 'Balada Cinta di Selat Adonara' (Kumpulan Cerpen). Ayah. Suami. Petualang. Coba berbagi pada sesama, pemilik blog http://www.iskandarzulkarnain.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Hari-hari Somad

18 Mei 2020   11:28 Diperbarui: 18 Mei 2020   11:23 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berjingkat Subur melewati ruang tengah, lalu dengan sangat perlahan membuka pintu kamar dimana Somad tidur. Subur tak ingin membangunkan Somad. Ada rasa iba yang sangat dan tak terkatakan, melihat tubuh renta Abang tertuanya. Sudah dua minggu ini Somad tinggal di rumahnya.

Namun, kemana Somad, tempat tidur kosong, hanya selimut yang teronggok diatas kasur, serta bantal yang terlihat lusuh, isyarat bahwa bantal, telah digunakan. Perlahan pintu ditutup kembali, lalu subur menuju beranda rumah.

Terlihat, Somad duduk seorang diri, tampak kopi yang tinggal separuhnya di atas meja, agaknya kopi sisa malam tadi, sebelum Somad pamit untuk tidur. Masih dengan kebiasaan buruknya, nampak rokok menyala di bibir Somad.

"Abang belum tidur?" subur menyapa Somad, duduk dikursi lain. Di depan meja yang sama.

"Eh... kau Subur. Belum.." Jawab Somad, menggeser kursinya, memberi ruang untuk kursi Subur.

"Ada yang dipikirin Bang?" Tanya subur lagi. Ada yang berubah pada Abangnya, Somad setahu Subur dulu, terlihat gagah, ditakuti dan selalu menganggap remeh segala hal. Kini terlihat selalu murung, kikuk dan kaku.

"Gak.. Bur"

"Abang jangan sungkan-sungkan."

"hehehe... iya Bur"

"Saya adik Abang. Abang tinggal di rumah adik Abang, adik kandung Abang"

"hehehe.... Iya Bur"

"Lalu, kenapa Abang, terlihat kaku. Apa lastri kurang ramah melayani Abang?"

"Gak, Bur. Kalian semua baik sama Abang".

"lalu, apa masalahnya Bang?"

"Masalahnya sama Abang, Bur"

"Maksudnya?"

"Abang ingin ketemu Ibu..."

"Ah...Abang ngomong apa? Ibu telah Almarhum Bang"

"Itulah masalahnya..."

"Kenapa masalahnya?"

"Abang ingin, jika Abang meninggal nanti, Abang ingin berjumpa Ibu. Tapi apa mungkin?"

"Kenapa tidak mungkin?" Tanya Subur.

"Abang banyak dosa Bur. Begitu banyak dosa yang telah Abang lakukan. Pada Ibu, pada kalian semua. Ibu dan kalian semua orang baik. Tentunya, kelak akan masuk Syurga. Sedang Abang?"

"Akh..."

"Setelah berpisah sekian tahun, berjumpa denganmu Bur, merupakan anugerah luar biasa bagi Abang. Kamu, masih terima Abang dengan penuh kebaikan"

"Akh... Abang terlalu terbawa perasaan" kata Subur, coba menghibur Somad.

"Tidak, Bur. Ini kenyataan yang Abang ceritakan. Apalagi...."

"Apalagi apa Bang"

"Apalagi, kalo Abang bisa ketemu Ibu diakhirat kelak. Ibu yang sangat sayang sama Abang. Rasanya Abang sangat menyakiti Ibu, kalo tidak dapat bertemu dengannya"

"Kenapa?"

"Kamu bayangkan, anak yang Ibu sayangi, harus dia lihat terjun bebas masuk Neraka. Abang tak bisa bayangkan itu Bur. Di dunia Abang telah mengecewakan Ibu. Lalu, ditambah lagi ketika diakherat." Ada suara berat yang terdengar oleh Subur.

"Terus..."

"Itulah... Abang ingin kamu saksikan Bur, mulai malam ini, Abang akan hidup lurus, Abang akan taubat Nasuha. Abang juga, ingin kamu tolong Abang, tegur Abang kalo kamu lihat Abang lalai dalam Ibadah" suara itu makin berat terdengar oleh subur. Untung saja, penerangan di beranda itu rada gelap, kalo tidak, tentu Subur sudah melihat ada genangan air yang meleleh pada pipi Somad.

"Iya.. Bang"

Perlahan, Somad  berdiri, dia berjalan mendekati Subur. Kakak beradik itu berpelukan. Sebuah isyarat permohonan maaf dari Somad pada Subur. Isyarat lain dari Subur untuk menolong Somad dalam upayanya melakukan taubatan Nasuha.

*****

Adik-adik Somad dan Abang-abang Subur berkumpul di tengah ruangan bersama keluarganya, di tengah ruangan, Jenazah Somad telah selesai dimandikan, tinggal menunggu di bawa Mesjid Nurul Iman untuk disholatkan.

Dari sudut mata Subur, tampak diantara abang-abangnya masih ada yang menyimpan rasa "kurang" pada Somad.

Akh.... Andai saja, kalian mengerti apa yang telah dilakukan Bang Somad tiga bulan terakhir, bagaimana Bang Somad menghabiskan malam-malamnya dengan ratapan pilu pada sang khaliq, kalian akan iri. Mungkin, almarhum Bang Somad lebih "bersih" dari kita semua. Bathin Subur

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun