Empat hari lagi, Ramadhan akan tiba. Sementara, Corona belum juga beranjak pergi meninggalkan kita.
Lalu, demikian beratkah beban hidup yang akan kita pikul karenanya?
Tulisan ini, dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan diatas.
Susah dan senang, bagai dua sisi coin dari mata uang yang sama. Jarak yang memisahkan hanya setebal kulit bawang. Bahkan, apa yang kita sebut susah, sesungguhnya kenikmatan yang gagal kita melihatnya. Jadi persoalannya bukan pada obyek susah atau senang itu sendiri. Melainkan, pada diri kita.
Hampir semua kita, memandang obyek yang dimaksud dari sudut pandang yang salah.
Orang bijak, mengatakan. "Tidak pandai mengambil hikmah".
Orang yang selalu hidup dengan cara yang benar mengatakan, "Tidak melihat sisi positifnya".
Baik, mari kita melihat corona dari sisi negative.
Sehari saja di USA korban yang jatuh 2.100 orang dengan total kematian lebih dari 40.000, di Indonesia korban yang jatuh sudah lebihdari 1.000 orang (versi IDI), Jumlah Korban di Italia 23.660. Spanyol 124.736.
Lalu, apakah dengan jumlah kematian itu, dunia kiamat? Belum, kawan.
Justru Bumi kita ini, sekarang sedang menuju kearah perbaikan yang lebih sempurna. Menuju titik keseimbangan nya Kembali, sebagai tempat hunian yang kelak menjadi lebih nyaman dan compartable untuk dihuni manusia.
Indikasi, Bumi sedang menuju ke arah perbaikan dirinya, dengan kedatangan corona, dapat kita lihat seperti;
Satu. Jurnal Nature melaporkan lubang Ozon Bumi mulai tertutupi. Padahal, lapisan ozon itu melindungi Bumi dan seisinya dari radiasi ultraviolet Matahari yang berbahaya. Dengan tertutupnya Kembali lapisan Ozon. Maka, bisa dibayangkan, betapa anak manusia terbebas dari ancaman radiasi ultraviolet Matahari.
Dua. Nasa baru saja memamerkan berbagai foto Bumi yang jauh lebih bersih usai serangan Virus corona. Terlihat wilayah China, Italia dan Amerika yang sebelum corona datang adalah daerah yang padat kendaraan dan pabrik-pabrik yang bekerja dua puluh empat jam. Akibatnya, tingkat polusi yang mereka miliki tergolong akut. Dengan langkah lock-down, semuanya berubah.
Tiga kualitas air menjadi lebih baik. Grand canal di Venesia yang dulu selalu ramai dengan turis, kini punya kuaitas air yang lebih bersih.
Royal Obsevatory of Belgium melaporkan turunnya getaran pada kerak bumi setelah manusia berdiam di rumah. Demikian juga hasil pengamatan dari Ahli Gempa di Nepal, Paris Institute of Earth Physics dan Universitas Cal Tech di Los Angeles.
Empat. Udara lebih bersih di Jakarta. BMKG menjelaskan dampak pergerakan orang dan kendaraan beberapa hari ini, langit di Jakarta tampak biru dan terlihat bersih.
Dan satu Langkah spektakuler yang telah dilakukan oleh corona yang tidak mampu dilakukan oleh Gubernur DKI pada era siapapun, adalah mengatasi kemacetan. Corona sang makhluk tak terlihat itu, telah mampu membuat Jakarta bebas macet. Amazing.
Pertanyaan selanjutnya, apa hubungan corona dengan Ramadhan?
Ramadhan, ibadah rutin yang kita lakukan setiap tahun, sadar atau tidak sadar. Tidak meninggalkan efek kejut untuk kita semua. Padahal, esensi Ramadhan dan Corona adalah sama. JANGAN BERLEBIHAN. TAHAN DIRI.
Ramadhan mengajarkan pada kita, apapun yang halal dan boleh dilakukan. Jangan dilakukan secara jor-joran.
Anda punya kendaraan? Silahkan pakai. Tapi, jangan lupa, lebih banyaklah di rumah dari pada di jalan.
Anda punya banyak makanan dan minuman? Tapi, jangan berlebihan dalam mengkonsumsinya. Cukupkan hanya dua belas jam saja anda mengkonsumsi makanan dan minuman dari usia sehari semalam yang dua puluh empat jam.
Kesunyian yang diminta Ramadhan, dalam bentuk tafakur dan menahan lapar. Jangan diartikan anda tidak akan mampu melahirkan karya-karya besar. Proklamasi Indonesia, yang merupakan puncak perjuangan mengusir penjajah, terjadi di saat Ramadhan. Karya Monumental Buya Hamka berbentuk tafsir Al Azhar, dilahirkan ketika Buya sedang tafakur di balik jeruji besi.
Maka, Ramadhan dan Corona, hendaknya menginspirasi kita, agar kita menjadi kepompong, untuk kemudian lahir menjadi kupu-kupu nan indah.
Indah untuk diri sendiri, indah untuk tempat yang kita tempati bersama (Bumi).
Dan, untuk menjadi kepompong itu, tinggallah di rumah, tafakkur serta mengerjakan karya-karya besar. Dan karya terbesar itu, berdoa untuk keselamatan diri dan keselamatan bumi dimana kita tinggal.
Inilah sunatullah yang harus kita lakukan sekarang. Sebab, jika tidak sekarang dan oleh kita. Maka, akan ada kejadian yang lebih dahsyat dari corona, yang memaksa alam untuk tiba pada titik kesetimbangannya.
Inilah, mungkin tafsir dari ayat "Tuhan memelihara langit dan Bumi dan apa-apa yang ada di antara keduanya. Jika kamu orang-orang yang meyakini" (Ad Dukhaan. QS : 44:7).
Apakah kita tidak mati kelaparan jika tinggal di rumah? Jawabannya TIDAK.
Karena, tidak ada kepompong yang mati sebelum jadi kupu-kupu. Semua itu, adalah cobaan kesabaran bagi kita, saat sebelum lahir menjadi kupu-kupu yang cantik.
Masih tidak percaya? Simak janji Allah dibawah ini.
"Dan sesungguhnya. Kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar" (Al Baqarah :55).
Wallahu A'laam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H