Bae masih berusaha berenang di sebelah Bayu, kayu itu, sudah lepas dari pegangannya. Bayu kaget melihat perilaku Bae. Dengan berteriak Bayu meminta Bae untuk memegang kayu sepotong itu.
Tiba-tiba datang ombak lain, tidak kalah besarnya dengan ombak yang terakhir. Berdua mereka terbang terbawa kepuncak ombak. Bayu masih melihat Bae disebelahnya, berjarak tiga meter. Dipuncak ombak, lalu tiba-tiba mereka meluncur dengan kecepatan tinggi.
Bayu, tidak melihat Bae lagi. Bae hilang entah kemana. Dengan sekuat sisa tenaga yang ada Bayu menjerit, meneriakkan nama Bae. Teriakan yang sia-sia, teriakan yang gaungnya hilang ditelan suara gemuruh ombak besar. Lalu, senyap. Tidak ada jawaban dari Bae. Bae hilang ditelan ombak besar.
*****
November 2018.
Udara di bulan November tetap mendung, hujan masih turun setiap hari, angin tetap dengan kencangnya menyerbu pantai, ombak masih tetap besar.
Di Dermaga, Bayu dan Muti serta anak semata wayang mereka Mega melarung kembang setangkai, sebagai pertanda mereka menziarahi orang-orang yang mereka cintai. Ada Bapak Bae yang terkubur di sana, ada Haji Rauf yang tidak pernah kembali  ketika melaut. Namun, bagi Bayu. Peristiwa ziarah ini, bukan hanya sekedar itu. Ada sosok yang dia ziarahi yang tidak pernah dia ceritakan pada siapapun. Sosok Bae.
Dari Bae lah Bayu mengerti apa arti cinta, apa arti membalas budi. Dengan cinta Bae pada Muti, Bayu berusaha menggenapkan cintanya pada Muti dengan cinta yang tiada bertepi. Dengan balas budinya Bae pada Haji Rauf, maka Bayu berusaha membalas budi pada Bae, dengan menjaga Muti sebaik dan semampu yang dia dapat lakukan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H