Dalam rasa antara sadar tak sadar, Arman merasakan pelukan Suci seperti pelukan yang dia rasa saat-saat masa mereka pacaran dulu, masa-masa indah menyeberangi jalan Braga di Bandung.
"Maafkan Suci Mas" bisik Suci di telinga Arman.
Arman diam, berharap pelukan Suci tak segera berakhir
"Suci mengira, akan mampu menghadapi rasa sunyi ini, Suci telah banyak berbuat salah pada Mas Arman. Suci beranggapan akan mampu menghadapi ini sendiri. Kesepian itu, begitu menyiksa, mengerikan sangat" Â lanjut suci.
"Bertahun-tahun keinginan untuk kembali itu, Suci buang jauh-jauh, setelah hanya lima tahun Suci bersama mas Bram. Kesalahan Suci begitu besar, juga kesalahan-kesalahan yang berikutnya setelah Mas Bram membuang Suci" lanjut Suci.
"Suci hanya ingin Mas Arman berikan maaf untuk Suci, rasanya tak ada lagi tempat untuk Suci di sini, Mas terlalu mulia untuk Suci damping lagi"
Arman masih diam.
"Setelah Mas Arman berikan maaf, suci akan pergi"
Arman masih diam. Namun, kebekuan di hati Arman mulai mencair seperti kotak eskrim terkena sinar matahari. Arman menangkap getar kepedihan dari suara Suci, wanita yang tak dia berikan kesempatan untuk digantikan oleh wanita lain dalam hatinya.
"Ngomong dong Mas, berikan maaf itu, hanya itu, tak usah yang lain"
"Suci... peluk Mas" pinta Arman.