Mohon tunggu...
Iskandar Zulkarnain
Iskandar Zulkarnain Mohon Tunggu... Administrasi - Laki-laki, ayah seorang anak, S1 Tekhnik Sipil.

Penulis Buku ‘Jabal Rahmah Rendesvous Cinta nan Abadi’, 'Catatan kecil PNPM-MPd', 'Menapak Tilas Jejak Langkah Bung Karno di Ende', 'Sekedar Pengingat', 'Mandeh Aku Pulang' (Kumpulan Cerpen) dan 'Balada Cinta di Selat Adonara' (Kumpulan Cerpen). Ayah. Suami. Petualang. Coba berbagi pada sesama, pemilik blog http://www.iskandarzulkarnain.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Suci yang Datang Kemudian

16 Desember 2017   20:10 Diperbarui: 16 Desember 2017   22:16 1630
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: thetribaltimes.com

Tapi, ada daya yang dapat Arman lakukan? Upaya melupakan Suci, bagai mencoba mencegah Mentari untuk terbit di Timur dan terbenam di Barat. Ada sebuah lemari besi di sudut hati Arman yang paling dalam, yang Arman sediakan hanya untuk diisi sebuah nama, dan nama itu Suciati. Lemari itu tak pernah beranjak dari tempatnya, tak pernah dia buka untuk memberikan kesempatan masuk nama lain, selain Suciati.

Kini, bagaimana dia akan menceritakan kisah masa lalu ini pada Lestari? Anak semata wayang yang kini secara fisik telah dewasa. Namun, tak memiliki kemampuan nalar untuk menangkap apa yang akan dia kisahkan.
Masih terbayang segar di pelupuk mata Arman, bagaimana seminggu yang lalu, ketika hujan tengah malam, ada ketukan yang keras dan lama di pintu rumahnya. Saat Arman buka,  sesosok yang tak muda lagi berdiri kaku di balik pintu yang dia buka. Sosok yang tak asing bagi Arman. Namun, Arman masih bisa mengenali lekuk-lekuk wajah wanita yang tak muda lagi itu, wajah yang mengisi ruang penuh lemari besi dipojok terdalam pada rongga hatinya. Lemari besi yang dia tak pernah buka dan tak pernah dia beri kesempatan untuk digantikan seorangpun untuk menempatinya, selain Suciati.

"Suci?!" Suaranya terkesiap dan terkesan gamang keluar dari bibir Arman. Nyaris saja sosok itu dia raih dalam peluknya. Ah, alangkah cepat waktu berlalu. Lebih 20 tahun sudah, sejak sosok yang meninggalkan secarik kertas untuk pergi mengejar mimpinya.

Hening beberapa saat, Arman hanya menatap dengan pandang penuh tanda tanya, pada tamu yang datang tengah malam itu, tamu yang tak diundang, meski disudut terdalam hatinya, masih terkadang, ada asa yang menghendaki, suatu ketika akan datang kembali dalam kehidupannya.
Hujan masih meneteskan, bulir-bulir titik hujan diatas sana. Arman mempersilahkan Suci masuk, mempersilahkannya memasuki kamar miliknya yang memang tak pernah ditiduri seorangpun selama Suci pergi. Bahkan seluruh pakaian yang tak sempat dibawa Suci pergi, masih tergantung rapi pada tempatnya.

*****
sejak kehadiran Suci, ada kekikukan yang terjadi pada Arman. Kikuk dan bingung, bagaimana menjelaskan pada Lestari, siapakah wanita yang hadir diantara mereka. Bagaimana reaksinya ketika dia bertatap muka dengan Suci, bagaimana dia harus melayani Lestari sementara Suci dengan penuh perhatian memperhatikannya melayani Lestari.

Pernah, Suci mencoba untuk menggantikan pekerjaan rutin Arman melayani Lestari. Namun, dengan reflex Lestari menolaknya. Percobaan yang selanjutnya gagal dilakukan Suci.

Pelan tapi pasti, kondisi serba kaku itu, melelahkan Arman. Akhirnya, dia sendiri ikut sakit. Sakit yang dia sendiri tak tahu apa. Seluruh persendian terasa begitu lemah. Hilang semua tenaga. Hanya, Lestari yang mampu membuatnya bertahan untuk tetap merasa gagah. Namun, hingga kapan, kondisi ini dapat Arman pertahankan.

Malam tadi, entah apa gerangan, peluh bercucuran hebat di sekujur tubuh Arman, dia tertidur begitu lelap. Entah karena keringat yang bercucuran deras, entah karena tidur yang demikian lelap, Arman terjaga dengan rasa haus yang sangat.

*****

Fajar mulai merekah di ufuk timur. Suara takbir terdengar bersahut-sahutan dari pengeras suara masjid. Dunia mulai terbangun. Arman dengan terseok berjalan ke ruang tengah, rasa haus ini begitu menyiksa untuk dialiri air.

Di tengah ruangan, Arman melihat Suci tengah khusu' menengadahkan tangan, entah apa yang dia pohonkan pada Allah. Suci tampak terperanjat begitu menyadari akan kehadirannya. Suasana di tengah ruangan itu menjadi sunyi sesaat. Alangkah sulitnya bagi Arman untuk memulai percakapan di antara mereka.
sesaat menjelang tangan Arman menyentuh Suci, dia terjatuh. Dengan sigap Suci menangkap tubuh Arman. Membawanya dalam pelukan Suci.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun