Silaturahmi mendatangkan rezeki, begitu yang kita tahu. Hal ini, tak salah dan berlaku umum.
Dalam kunjungan beberapa waktu lalu ke Sumatera Bagian Selatan, ada diskusi yang menggelitik hati untuk dituliskan. Sumbernya, berasal dari pertanyaan yang diajukan. Pertanyaan pertama; saya sudah melakukan sholat lima waktu, saya telah melakukan sholat tahajud dan bersedekah. Namun, hingga kini, permintaan belum juga terkabul, saya masih tetap miskin. Pertanyaan kedua, datang dari anak muda; saya sudah coba lupakan dia kenapa justru makin ingat terus? dia yang dimaksud, pujaan hati sang penanya dan terakhir soal rumah tangga. Saya sudah maafkan dia, kenapa dia makin menjadi? dia yang dimaksud adalah suami dari penanya.
Tersebab, ketiga pertanyaan diatas memiliki benang merah yang sama, maka saya buatlah tulisan ini, sebagai oleh-oleh dan bagi-bagi rezeki dari kunjungan diatas. Acuannya jelas, bahwa silaturahmi mendatangkan rezeki.
Untuk menjelaskan masalah ini, saya melakukan pendekatan sesuai dengan bidang yang saya akrabi selama ini, bidang sciene dan tekhnik. Tentunya, dilengkapi dengan pendekatan agama. Secara prinsip, penjelasan itu, saya bagi pada beberapa bagian yang saling mendukung. Seperti;
Satu. Prinsip Materi.
Semua yang kita jumpai dalam kehidupan ini, apakah itu pakaian, rumah, kendaraan atau yang kita makan sehari-hari semuanya materi. Materi sendiri, terdiri dari partikel-partikel kecil yang kita sebut dengan molekul. Molekul terdiri dari atom dan Atom merupakan partikel terkecil dengan susunan inti yang bermuatan positip yang disebut proton, dan electron-elektron yang mengelilingnya dengan muatan negative. Masing-masing electron berputar pada garis edarnya dengan jumlah tertentu. Ingat dengan lintasan s,p,d,f ketika kita SMA dulu?
Perpindahan electron dari lintasan satu ke lintasan yang lain, memerlukan energy, apakah itu menyerap energy atau melepaskan energy.
Dua, Hukum Kekekalan Energi
Sesuai teori diatas, maka seluruh materi itu adalah energy. Energy yang sifatnya kekal. Inilah yang disebut kekekalan energy. Hanya berubah dari satu bentuk energy ke bentuk energy lain. Namun, kwantitasnya tetap.
Seluruh aktifitas kita, melahirkan energy. Apakah itu pikiran, ucapan atau gerak tubuh. Bentuk dari energy yang telah lepas dari tubuh kita, sesuai dengan berlalunya waktu berubah bentuk menjadi gelombang. Gelombang Energi. Inilah yang disebut dengan kuantum.
Itulah salah satu arti; "Tidaklah meninggal seorang anak manusia, hingga apa yang diucapkannya kembali padanya" (HR Shohih). Tafsirnya, ucapan seseorang itu energy, energy itu kekal, dan suatu waktu akan kembali padanya.
Sekarang, mari kita kaji ucapan "saya sudah melakukan sholat lima waktu, saya telah melakukan sholat tahajud dan bersedekah. Namun, hingga kini, permintaan belum juga terkabul, saya masih tetap miskin. Ada 4 point yang perlu diperhatikan dari ucapan diatas. Kata sholat, tahajud, sedekah dan miskin. 3 kata memiliki energy positip, sholat, tahajud, sedekah dan satu kata memiliki energy negative, yakni miskin.
Ternyata energy negative memiliki bobot lebih besar dari ketiga kata positip, maka jadilah sang penanya miskin.
Demikian juga dengan dua pertanyaan berikutnya. Kata dengan energy negative. Ternyata, memiliki bobotnya lebih besar dari kata dengan ucapan postif. Maka, jadilah dua penanya terakhir kecewa dengan kenyataan yang diterimanya.
Bagaimana menjelaskan, kata-kata negative memiliki energy perusak demikian besar? Hal demikian dapat dijelaskan sebagai berikut;
Satu, ketika mengucapkan kata-kata berenergi negative, manusia keluar dari fitahnya sebagai manusia. Karenanya, manusia membutuhkan energy yang labih besar untuk melahirkan kata-kata bernergy negative itu.
Dua, Allah, ketika kata itu diucapkan dipisahkan secara langsung atau tak langsung oleh si pembicara. Dengan kata lain, tanpa penyertaan Allah, sudah menciptakan tandingan lain selain Allah. Akibatnya, Allah sebagai super ego, tidak berkenan dengan perilaku yang sang pengucap.
Dengan dua alasan diatas, maka berlakulah (terjadilah) apa-apa yang diucapkan dengan energy negative itu.
Solusi yang ditawarkan.
Melihat besarnya daya rusak yang ditimbulkan oleh energy negative, maka saya menawarkan beberapa solusi sebagai berikut.
Satu, Jangan sekalipun sertakan energy negative dalam pikiran dan ucapan kita. Dengan menggunakan seluruh pikiran dan ucapan positip, maka tertutup kemungkinan munculnya hasil yang negative. Kaidah ini sesuai dengan kaedah matematika. Positip dikali positip maka hasilnya positip, atau positip ditambah positip hasilnya postif. Sekecil apapun bilangan itu.
Dua, selalu sertakan Allah dalam setiap permintaan. Jangan pisahkan antara yang meminta sebagai makhluk manusia dengan yang diminta Allah.
Contoh kalimat yang memisahkan antara makhluk dan Allah seperti, Ya Allah, aku bermohon padaMu.....
Contoh kalimat yang tidak memisahkan antara makhluk dan Allah seperti, Ya Allah, aku gembira Engkau karuniakan keingin untuk memperoleh.....
Pada kalimat kedua, obyek yang diminta, didasarkan pada keinginan yang diberikan Allah, sedang pada kalimat pertama, obyek yang diminta, murni timbul dari keinginan sang peminta -manusia-
Tiga, selalu sertakan Allah dalam pencapaian apa yang diminta. Caranya dengan mengikrarkan seluruh bagian tubuh kita untuk digerakkan Allah, agar tercapai semua keinginan yang diminta. Kalimatnya dapat sebagai berikut; ya Allah, maka sejak saat ini, aku serahkan mataku, telingaku, hidungku, tanganku, kakiku, pikiranku serta seluruh tubuhku untuk Engkau gerakkan demi terkabulnya apa yang aku minta.
Akibatnya, ketika timbul ide terobosan untuk menggapai apa yang diminta, maka ide itu datang dari Allah, ketika mulut bicara dalam upaya pencapaian apa yang diminta, maka mulut itu digerakkan oleh Allah, demikian juga ketika kaki melangkah, tangan bergerak dan hidung mencium, semuanya dalam scenario yang sesuai keinginan Allah. Sehingga semuanya efektif dan tak keluar dari kaidah-kaidah yang disyaratkan oleh syariah.
Jika semuanya sudah sesuai dengan kehendak Allah, maka darimana lagi sisi yang tersisa untuk tidak terkabulnya apa yang dikehendaki oleh makhlukNya, oleh kita?
Wallahu a'laam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H