Mohon tunggu...
Iskandar Zulkarnain
Iskandar Zulkarnain Mohon Tunggu... Administrasi - Laki-laki, ayah seorang anak, S1 Tekhnik Sipil.

Penulis Buku ‘Jabal Rahmah Rendesvous Cinta nan Abadi’, 'Catatan kecil PNPM-MPd', 'Menapak Tilas Jejak Langkah Bung Karno di Ende', 'Sekedar Pengingat', 'Mandeh Aku Pulang' (Kumpulan Cerpen) dan 'Balada Cinta di Selat Adonara' (Kumpulan Cerpen). Ayah. Suami. Petualang. Coba berbagi pada sesama, pemilik blog http://www.iskandarzulkarnain.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Max Havelaar (Resensi Buku)

19 Januari 2017   22:22 Diperbarui: 19 Januari 2017   22:41 21910
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kisah Max Havelaar seakan abadi, jika dihubungkan dengan konteks kekinian. Lebak yang merupakan tempat kejadian cerita Max Havelaar, yang dari kejadian di Lebak, kaum pribumi menerima berkahnya berupa tampilan politik etis, politik yang lebih lunak dengan diberinya kesempatan para bumi putera memperoleh pendidikan. Dipercaya juga, bahwa turunan dari kebijakan politik Etis, melahirkan cikal bakal kesadaran akan harga diri sebuah bangsa. Dengan mengenyam pendidikan pula, mereka yang disebut kaum terpelajar itu, akhirnya memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

Namun, apa yang kini dialami Lebak? Daerah yang jauhnya hanya sepelemparan batu saja dari Ibukota NKRI itu, masih masuk pada daerah kabupaten tertinggal di Indonesia. Sungguh Ironis. Itulah kondisi terkini, dari daerah yang dengan kondisinya pada zaman dulu, menginspirasi terbitnya buku Max Havelaar, nan dengan kehadiran Max Havelaar  melahirkan politis, lalu dengan akibat turunannya Indonesia Merdeka. Namun, daerah yang menginspirasi itu sendiri, kondisinya dapat dikatakan belum berubah, sebagaimana halnya terjadi ketika Max Havelaar masih ditulis. 

Itulah Max Havelaar, buku yang ditulis oleh Multatuli atau Eduard Douwes Dekker (1820-1887) sebagai wujud dari pemberontakan jiwanya, atas apa yang dilihatnya selama 18 tahun dalam kariernya sebagai pegawai pemerintah Hindia Belanda. Multatuli kemudian mengasingkan diri ke Wiesbaden Jerman dan meninggal pada Februari 1887.

Judul                           : MAX HAVELAAR

Penulis                       : Multatuli

Tanggal Terbit           : September 2016. 1860 (Asli)
 Penerbit                    : Qanita. Jakarta.

Tebal Halaman         : 474 hlmn

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun