*****
Sehari kemudian setelah itu, ada masakan kesukaannya yang terhidang, ada isteri yang memeluknya, ada anak yang menyalami dirinya, kiranya, inilah hari ulang tahunnya. Tanggal dimana sang Mandeh menyabung nyawa, demi untuk menyambut datangnya sang buah hati. Makin larutlah rasa itu, jika saja, dulu dia, bisa melakukan hal yang sama pada sang Mandeh…
Tengah hari berlalu, dihari yang sama menjelang sore, ketika HP saya berbunyi, ada suara di ujung sana, suara yang saya kenal betul.
“Amak ya?” demikian saya menyebut Ibu Rose Tjiptadinata Effendi.
“Iya nak?” jawab suara Amak di ujung sana.
“Ada apa Mak? Amak sehat? Apak sehat?” Tanya saya lagi, Apak maksudnya pak Tjip.
“Amak ingin menyampaikan HBD, selamat ulang tahun untuk nanda”
“Kok, Amak tahu, hari ini, ulang tahun nanda? Amak lagi dimana sekarang?”
“Amak mana yang tak tahu, bila saatnya sang anak ulang tahun, Amak lagi Walongong (Australia), Apak juga di sebelah Amak, beliau titip salam untuk nanda”
Saya tak tahu lagi harus berkata apa, ada haru yang menyergap dan menguasai diri secara penuh. Mandeh yang telah pergi itu, kini, digantikan Amak.
Jangan tanya berapa usiamu, jangan tanya apa jabatanmu, hartamu yang paling berharga adalah anak isterimu, eksistensimu yang paling tak ternilai, ketika kau tahu ada orang tuamu yang menyayangim.