Mohon tunggu...
Iskandar Zulkarnain
Iskandar Zulkarnain Mohon Tunggu... Administrasi - Laki-laki, ayah seorang anak, S1 Tekhnik Sipil.

Penulis Buku ‘Jabal Rahmah Rendesvous Cinta nan Abadi’, 'Catatan kecil PNPM-MPd', 'Menapak Tilas Jejak Langkah Bung Karno di Ende', 'Sekedar Pengingat', 'Mandeh Aku Pulang' (Kumpulan Cerpen) dan 'Balada Cinta di Selat Adonara' (Kumpulan Cerpen). Ayah. Suami. Petualang. Coba berbagi pada sesama, pemilik blog http://www.iskandarzulkarnain.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

La dan Ron

13 Februari 2016   14:16 Diperbarui: 13 Februari 2016   14:22 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Waktu kita sampai pagi nanti, sayang…” ujar Ron lagi.

“iya sayang…” balas La lagi.

Kedua makhluk itu sadar, umur mereka hanya satu malam. Bahkan beberapa lagi, pada mereka yang ceroboh akan lebih singkat lagi. Tak sampai satu malam, hanya setengah malam. Atau bahkan lebih singkat lagi, tak sampai setengah malam. Ketika saat pertama mereka melihat lampu, lalu, terkesima dengan keindahan sinar lampu yang dipancarkannya. Dengan sepenuh mimpi mereguk sinar lampu itu, menabrakkan diri, dengan satu tujuan, menyatukan diri dengan sinar yang melenakan itu. Namun, apa yang dinanyakan itu, indah. Meregangkan nyawa. Menjemput kematian.

Tak ada siapa-siapa di Teras rumah pak Lurah. Agaknya, penghuni rumah sudah tahu akan kedatangan mereka. Pintu rumah pak Lurah tertutup. Namun, apa peduli makhluk yang datang ini, dengan pintu rumah pak Lurah. Tujuan mereka cuma satu, menjemput hangat dari sinar lampu yang terang benderang di teras rumah pak Lurah.

“Hati-hati la…” lirih suara Ron pada La yang coba hinggap di langit-langit teras rumah pak Luran.

“Hufsss…” hela suara lemah La, begitu hinggap, pas disebelah Ron.

“Jangan jauh-jauh dari aku La”  bisik Ron pada La.

Tak ada jawaban, hanya anggukan kecil dan sinar mata itu. Sinar mata La yang membangkitkan rasa jantan pada Ron, untuk selalu melindungi La. Tak peduli berapa lama usia mereka. Sekali berarti, sudah itu mati. Makin singkat usia hidup, makin pastikan arti kehadiran kita pada kehidupan itu.

Beberapa teman mereka, tak sabar membaca situasi, langsung saja menuju pada lampu yang bersinar terang itu.

Huufffz…ada panas yang menyengat. Lalu, jatuh, mati. Beberapa lagi, tak sampai mengenai lampu, begitu rasa panas itu terasa menyengat, lalu, hinggap sekitar lampu, dan….. ugggghhh, lidah sang cicak menjulur cepat, tafffz, masuk mulut cicak, lalu mati.

Korban-korban berjatuhan, ada yang jatuh setelah mengenai lampu, ada yang berakhir di perut cicak. Semua jelas, terlihat oleh Ron.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun