Mohon tunggu...
Iskandar Zulkarnain
Iskandar Zulkarnain Mohon Tunggu... Administrasi - Laki-laki, ayah seorang anak, S1 Tekhnik Sipil.

Penulis Buku ‘Jabal Rahmah Rendesvous Cinta nan Abadi’, 'Catatan kecil PNPM-MPd', 'Menapak Tilas Jejak Langkah Bung Karno di Ende', 'Sekedar Pengingat', 'Mandeh Aku Pulang' (Kumpulan Cerpen) dan 'Balada Cinta di Selat Adonara' (Kumpulan Cerpen). Ayah. Suami. Petualang. Coba berbagi pada sesama, pemilik blog http://www.iskandarzulkarnain.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

23 Tahun Kemudian

7 Februari 2016   12:15 Diperbarui: 7 Februari 2016   13:22 315
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Di sekitar sini” jawa Slamet lagi ringkas.

Bah, kok makin nyinyir aja, nih pak Hadi bertanya. Selamat berdo’a, semoga Hadi tidak bertanya lagi. Selamat bukan tidak mau menjawab pertanyaan-pertanyaan Hadi. Tapi, harus dengan apa dia jawab pertanyaan itu. Selamat tak ingin berbohong.

Mobil Inova hitam pekat, yang membawa Selamat dan Hadi itu, terus juga melaju. Kini, momumen TD Pardede telah mereka lalui, itu artinya, jarak untuk tiba di Binjai, sudah semakin dekat.

Setelah menyebarangi jembatan, sebelum masuk kota Binjai, supir bertanya pada Hadi, kemana arah yang dituju. Sebelum Hadi menjawab, Selamat telah lebih dulu menjawab. “Tujuan kita, Tanah Seribu”. Sejenak setelah melewati kota tua Binjai, supir mengambil arah ke kiri. Tujuannya jelas.  Tanah seribu.

*****

Hari minggu pagi itu, jam baru saja menunjukkan pukul sepuluh pagi. Di ruang tamu, telah berkumpul anggota keluarga Lastri. Ada Ibunya yang mengenakan cadar, hingga hanya terlihat kedua matanya saja. Ada Adik dari Ayah Lastri, ada ustad Alamsyah, sedang ayah Lastri tak ada, beliau sudah dua tahun yang lalu meninggal.

Sedang “keluarga” yang datang dari Medan untuk melamar Lastri, ada Hadi, ada Selamat dan Supir,  pak Khoirudin.

Acaranya, lamaran. Hadi akan melamar Lastri.  Perkenalan mereka yang telah berjalan enam bulan, hendak dilanjutkan dalam ikatan rumah tangga. Tak perlu berlama-lama pacaran, tokh usia mereka sudah cukup, juga untuk menghindari dosa. Demikian ucapan Lastri pada Hadi. Ucapan yang sebenarnya, pesan dari Ibunya. Sebagai isyarat bahwa keluarga wanita sudah welcome, jika saja Hadi berniat untuk melamarnya.

Semua bawaan yang disarankan Lastri, untuk dibawa ketika lamaran, sudah diletakkan seluruhnya di atas meja. Rasanya, cukup semua syarat yang diminta.

Demikian juga syarat keluarga. Hadi telah membawa Selamat, sebagai pengganti orang tua, untuk melamarkan Lastri, pada keluarganya. Rasanya. Tak ada lagi alasan untuk menolak lamaran yang akan mereka ajukan.

“Demikianlah, maksud kami Bu, untuk melamar putri Ibu” Selamat menyudahi semua kalimat-kalimat pembuka, ketika melamar lastri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun