Mohon tunggu...
Iswara Rusniady
Iswara Rusniady Mohon Tunggu... Human Resources - Pustakawan

sekedar mencoba berbagi...

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Alternatif Menanggulangi Pengangguran melalui Peningkatan Fungsi Perpustakaan

24 Februari 2021   11:17 Diperbarui: 24 Februari 2021   13:12 287
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pengantar.

Melihat jumlah pengangguran dan kemiskinan yang terjadi di Indonesia masih cukup tinggi, hal ini dapat dilihat dari sejumlah data yang penulis kutip dari berita finance.detik.com, yang datanya diambil dari BPS, bahwa jumlah pengangguran terbuka (TPT) di Indonesia per pebruari 2018 berjumlah 6,87 juta orang atau 5,13 %. Angka ini turun sekitar 2 % dibandingkan dengan pebruari 2017 yang berjumlah 7,01 juta orang atau 5,33 %. Hal itu diungkap sendiri oleh Kepala BPS Suharyanto, mengatakan " jika dilihat menurut pendidikan tertinggi maka persentase pengaguran tamatan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sebesar 8,92 %. Tingkat pengangguran menurut pendidikan masih tinggi jurusan SMK. Angka ini menurun dibandingkan 2017, tetapi masih menjadi PR bagaimana kurikulum SMK bisa menjawab dunia kerja. Untuk pendidikan SD kebawah angkanya 2,67 %, lalu Sekolah Menengah Pertama (SMP) 5,18 % Universitas 6,31 %, Sekolah Menengah Atas (SMA) 7,19 dan Pendidikan  D I - III sebesar 7,92 %. TPT terendah sebesar 2,67 % terdapat pada penduduk berpendidikan SD kebawah."

Mencermati jumlah penganggur berdasarkan data BPS seperti diatas, Pemerintah Indonesia yang dipimpin oleh Presiden Jakowi, terus berusaha keras mengatasi permasalahan pengangguran ini dengan berbagai solusinya seperti menciptakan berbagai lapangan kerja diberbagai sektor, termasuk mengatasi pengangguran di padesaan dengan menggelontorkan dana desa. Tetapi deretan angka jumlah pengangguran tetap saja masih tinggi, karena setiap tahun lulusan SMK/PGT terus bertambah, walau terjadi penurunan jumlah pengangguran di tahun 2018 bila dibanding tahun sebelumnya. Dari jumlah pengangguran itu, ternyata pengangguran tertinggi didominasi tamatan SMK 8,92 %, tamatan D 1 - D 3 sebesar 7,92 %, padahal pendidikan SMK dan Program Diploma merupakan pendidikan vokasi, yang seharusnya lebih cepat mendapat pekerjaan dibandingkan sekolah SMA dan tamatan Universitas. Hal ini barangkali diakibatkan karena kurikulum yang berlaku di SMK dan Program Diploma tidak seiring sejalan dengan kemauan dunia usaha, atau juga keterampilan yang dimiliki tenaga kerja tamatan SMK dan Diploma itu masih kurang sesuai dengan dunia kerja saat ini. Permasalahan ini pula sekarang menjadi fokus perhatian dan PR bagi pemerintah Jakowi, untuk bagaimana cara mencari solusi agar pendidikan vokasi di Indonesia bisa dibenahi supaya sesuai dengan tuntutan/keinginan penerima/ dunia kerja (perusahaan).

Kalau melihat permasalahan seperti tersebut di atas, bahwa tingkat pendidikan seseorang berbanding lurus dengan tingkat keterampilan dan kualitas pendidikan dengan tingkat pengangguran dan angkatan kerja. Semakin rendah pendidikan seseorang maka prosentase tingkat pengangguran terbuka makin rendah, tetapi juga tingkat pendidikan yang tinggi juga tidak menjamin seseorang berkurang tingkat penganggurannya, hal ini mungkin disebabkan antara lain karena; semakin tinggi tingkat persaingan di dunia kerja, jumlah ketersediaan lapangan pekerjaan tidak sebanding dengan meledaknya angkatan kerja yang terus bertambah, kurangnya kualitas penyelenggaraan pendidikan. Hal inilah yang menyebabkan timbulnya tingkat pengangguran yang berpendidikan tiap tahun masih tinggi, karena masih belum terpecahkan atau belum bisa ditekan jumlahnya. Dunia kerja (dunia usaha) hanya membutuhkan tenaga yang sesuai dengan kualifikasi pendidikan dan keterampilan tertentu.

Melihat fenomena masih tingginya jumlah pengangguran yang terjadi di Indonesia, tentu hal itu merupakan PR bagi Pemerintah Jakowi beserta jajaran kementrian dan non kementriannya untuk menanggulangi permasalahan tersebut. Karena permasalahan penggangguran yang terus meningkat apabila terus dibiarkan tanpa dicarikan solusinya akan mengganggu stabilitas sosial, politik dan ekonomi nasional, dan akan menimbulkan dampak pada tindakan kriminal atau tindak kejahatan apabila tidak dapat tertanggulangi dengan baik. Selain itu banyaknya jumlah pengangguran ini, akan berdampak pada makin menurunnya pendapatan domestik bruto (PDBR) negara, yang berarti perekonomian bangsa mengalami penurunan.

Untuk memecahkan permasalahan seperti tersebut diatas, tentu saja bukan hanya tugas lembaga pendidikan, Kementrian tenaga kerja dan BLK saja, tetapi berbagai komponen yang terkait didalamnya perlu banyak terlibat didalam upaya pemecahan permasalahan tersebut, dengan cara terus meningkatkan kualitas dan kuantitas penyelenggaraan pendidikan dan penyelenggaraan BLK (Balai Latihan Kerja). Tingkat pendidikan dan skill rendah, tentu saja akan menimbulkan permasalahan baru yaitu akan semakin banyaknya jumlah angka kemiskinan. Menghadapi permasalahan ini, Lembaga penyelenggara pendidikan, perlu fokus membenahi kualitas penyelenggaraan pendidikan dan terus membenahi sarana dan prasarananya. Salah satu sarana yang bisa ikut membantu meningkatkan kualitas pendidikan dan keterampilan yaitu penyelenggaraan perpustakaan. Jadi Perpustakaan perlu dibangun dan dikembangkan kualitas dan kuantitasnya mulai dari tingkatan sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi. Terlebih lagi di setiap sekolah kejuruan seperti SMK dan Program Diploma, serta BLK perlu dibangun sarana dan prasarananya yang cukup memadai, termasuk membangun dan membenahi perpustakaannya. Karena perpustakaan yang berisi berbagai informasi pengetahuan dan keterampilan, perlu disesuaikan dengan tingkat kebutuhan dunia kerja sekarang. Hal ini tentunya akan semakin memudahkan peserta didik atau angkatan kerja ini untuk menambah dan meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya melalui koleksi perpustakaannya.

Demikian juga perpustakaan yang ada di masyarakat, perlu dibangun dan dikembangkan, mulai dari perpustakaan umum yang ada di tingkat provinsi, Kabupaten/Kota sampai Perpustakaan umum tingkat Desa. Karena dari keberadaan dan penyelenggaraan perpustakaan yang merata di setiap lembaga pendidikan, disetiap lingkungan masyarakat, akan dapat menjadi alternatif untuk menanggulangi pengangguran dan kemiskinan.

Permasalahan pengganguran dan pemecahannya.

Berdasarkan data BPS, TPT (Tingkat pengangguran terbuka) nasional ini juga diikuti oleh jumlah angkatan kerja pada pebruari 2018 yang naik 2,39 juta menjadi 133,94 juta orang dari total 193,55 juta penduduk usia kerja. Angka ini juga lebih baik dibanding dengan perbruari 2017 yang sebanyak 131,55 juta. Jika rinci, dari 133,94 juta angkatan kerja (penganggur) sebanyak 127,07 juta bekerja, dengan 87,08 juta orang merupakan pekerja penuh, 30,29 juta pekerja paruh waktu, dan 9,70 juta setengah menganggur (bekerja sambilan). Sedangkan 59,61 juta orang dari 193,55 juta penduduk usia kerja, sebanyak 36,01 juta orang mengurus rumah tangga, 15,61 juta orang sekolah, dan 7,99 orang masuk katagori lainnya.

Kemudian berdasarkan laporan triwulanan Bank Dunia mengenai perekonomian Indonesia pada Desember 2017 (Bank Dunia, 2017), ekonomi Indonesia dinyatakan terus menguat dan didorong dengan membaiknya pertumbuhan global, perdagangan international, dan persentase investasi yang kuat. Tidak hanya itu, Indonesia juga mampu mengekspor barang manufaktur dan menjadi komoditas ekspor utama. Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya ekonomi Indonesia yang terus menguat di mata international dapat mengurangi angka kemiskinan di Indonesia. Bahkan menurut Badan Pusat Statistik, pada Februari 2018, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT ) turun menjadi 5,13 persen dibandingkan Februari 2017 sebesar 5,33 persen. Kepala BPS Suhariyanto menyebutkan, dalam setahun tersebut pengangguran berkurang 140.000 orang. Baca juga: BPS: Pengangguran Berkurang 140.000 Orang dalam Setahun Terakhir TPT merupakan indikator untuk mengukur tingkat penawaran tenaga kerja yang tidak digunakan atau tidak terserap oleh pasar kerja. Saat ini, generasi muda semakin banyak yang mengembangkan bisnis dan usahanya. Bisnis startup yang menjadi tren masa kini, semakin terus digeluti oleh kalangan generasi muda, dari bidang teknologi, jasa, makanan, dan lain sebagainya. Hal ini membuat terobosan baru dan menginspirasi kalangan muda. Dengan membuka lapangan kerja di Indonesia dan dengan memberdayakan masyarakat, setidaknya dapat membantu mengurangi angka pengangguran. Pemerintah dan masyarakat Indonesia, sebaiknya tidak hanya berfokus terhadap pemberantasan isu korupsi, tetapi juga memberikan solusi dan membangun ke arah yang lebih baik. Penanaman modal dari investor-investor asing juga berdampak terhadap penggunaan tenaga kerja di Indonesia, tetapi jika negara dan pemerintahan terus melakukan tindakan negatif salah satunya korupsi yang memperburuk ekonomi Indonesia serta regulasi yang tidak stabil, membuat para investor tidak nyaman untuk menanamkan modal ke Indonesia. Tidak hanya itu, NGO (non-government organisations), institusi dan juga organisasi-organisasi asing lain banyak yang berusaha untuk meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan untuk Indonesia. Pendidikan merupakan kunci menciptakan sumberdaya masyarakat yang berkualitas. Jika kualitas pendidikan terus dikembangkan, seperti pengadaptasian sistem edukasi dari Jerman yang saat ini sedang dilakukan. Tiga faktor utama ini memiliki fungsi dan efek yang besar, investasi akan menciptakan produksi dan lapangan kerja, serta masyarakat harus mendapatkan edukasi yang baik untuk dapat terjun kedalam lapangan pekerjaan. Kembali lagi ke akar permasalahan pendidikan yang berkaitan yaitu ekonomi, banyaknya masyarakat yang tidak mampu membayar uang pendidikan sehingga mengakibatkan anak-anak terhambat untuk mendapatkan pendidikan.

Berdasarkan data dari Kemendikbud tahun 2016/17 sebanyak 72.744 siswa yang putus sekolah dijenjang SMK/SMA. Baru-baru ini Pemerintah Indonesia memperkuat sistem pendidikan vokasi, dengan penyiapan angkatan kerja/ pendidikan vokasi bekerjasama dengan Jerman. Karena Jerman memiliki sistem pendidikan yang baik, sehingga diharapkan terjadinya peningkatan kualitas pendidikan vokasi yang ada di Indonesia, karena sebelumnya kurang sekali kerjasama-kerjasama pendidikan vokasi ini. Selain itu, kurangnya kesadaran masyarakat Indonesia terhadap pentingnya membaca. Sebaiknya pemerintah Indonesia, juga kepada media yang ada di Indonesia untuk menyaring dalam memberikan informasi yang mengedukasi. Tidak hanya itu, agenda lainnya yang perlu diperhatikan adalah penyediaan lapangan pekerjaan bagi masyarakat Indonesia di perusahaan-perusahaan asing yang memiliki perusahaan di Indonesia. Keterkaitan antara sistem edukasi, penyediaan lapangan pekerjaan dan juga penanaman modal oleh investor asing saling menguntungkan, tetapi hal yang utama perlu diperhatikan adalah bagaimana memberikan yang terbaik untuk edukasi. Pemerintah Indonesia juga telah berupaya memperkuat kerjasama dalam sekolah vokasi dengan Jerman. Kunjungan President Indonesia, Joko Widodo pada tanggal 17-18 April 2016, bertemu dengan Kanselir Angela Merkel yang bertujuan untuk menguatkan hubungan kerja sama antara Jerman-Indonesia, khususnya bidang pendidikan dan hal ini perlu terus diberikan perhatian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun