Mohon tunggu...
Iswan Heri
Iswan Heri Mohon Tunggu... Administrasi - Dreamer, writer, and an uncle

Traveller, Writer, Dreamer.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Bahasa Air Mata

10 Oktober 2017   17:10 Diperbarui: 12 Oktober 2017   07:55 5320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: id.aliexpress.com

Di Oktober yang paradoks

Wajah-wajah memakai topeng sebagai kedok

Penakut menyaru pemberani

Penipu menyamar pembaharu

Preman bergaya orang beriman

Penjahat berdandan serupa malaikat

Pemerkosa bermain-main dengan prosa

Ortodoks berubah menjadi tuhan.

Lalu bagaimana hendak meniru Tuhan?

Sedang menjadi iblis saja tak mampu.

Di tempat ini, sejarah dicuci sedemikian rupa

Tak boleh ada noda

Tak boleh ada cela

Tak boleh ada kemiskinan

Tak boleh ada darah

Tak boleh ada air mata.

Sejarah adalah manekin yang selalu bersih, putih, dan cantik

Yang selalu tersenyum di luar, tetapi meratap di dalam

Yang megah dan mewah, tetapi selalu mudah goyah.

Di bulan yang penuh tanya

Kita mendaku satu bahasa

Tapi bahasa justru membuat bertanya-tanya

Apa dengan mengucap kata yang sama, manusia lebih kenal sesama?

Menjadi senasib sepenanggungan, sama rata-sama rasa?

Dan 1.340 suku apakah punya suara yang sama?

Dan 17.504 pulau apakah punya karang yang tak beda?

Oooh ... bahasa

Betapa lugu dan lucunya aku

Kuhabiskan waktu dengan tontonan semu akan realita dunia

Dari layar gawai 6,5 inci

Kuanggap itu nyata

Padahal simulakra

Padahal bahasa tak ada dalam upacara dan lokakarya

Bahasa adalah bisikan lirih

Darinya yang tak bisa mencium harum tanah,

Mencumbu lembut kabut hutan,

Dan menari di bawah mentari.

Sebab bahasa adalah air yang jatuh dari mata

Bahasa air mata.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun