Tuhan bermurah hati menciptakan negeri ini dengan keelokan dan keasrian alam yang bermanfaat bagi manusia. Ironis memang, karena manusia sendiri yang akan menghancurkan keindahan alam tersebut.
***
Kuingat-ingat kembali percakapan dengan ibu kemarin,sehari sebelum ia berangkat ke ibu kota bersama rombongan ibu-ibu yang lain dari desaku. Seluruh warga berkumpul di balai desa melepas kepergian mereka yang akan melaksanakan aksi di depan istana. Berat rasanya melepas kepergian ibu. Tak tega rasanya melihat wanita sepuh yang setiap hari kulitnya terpanggang matahari itu harus melakukan perjalanan panjang nan melelahkan. Tapi tekad Ibu sudah bulat. Seperti kata beliau,perjuangan sampai kapan pun tak boleh berhenti.
Kini,aku duduk sendiri di depan televisi,melihat ibu berdiri di tengah terik mentari dengan kaki yang disemen di depan istana. Mataku berkabut melihat betapa kokohnya wanita yang melahirkanku ke dunia itu berjuang mempertahankan sawah tempat kami menggantungkan hidup selama ini.
Kubuka kembali lembaran kertas yg diberikan Ibu tempo hari. Kubaca ulang syair yang ditulis ibu, seolah ia sendiri yang membacakannya di hadapanku. "Wanita itu harus kuat,karena di pundaknyalah masa depan itu berada",bisiknya saat itu. Dengan sepenuh hati kuanggukkan kepalaku. Aku harus menjadi wanita  yang kuat seperti Ibu.
***Â
Jangan kau anggap remeh
Karena kami punya payudara
Jangan jua kau bertanya
Ah, mereka bisa apa?
Tak tahukah kau manusia