Mohon tunggu...
Iswan Heri
Iswan Heri Mohon Tunggu... Administrasi - Dreamer, writer, and an uncle

Traveller, Writer, Dreamer.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Segenggam Cinta untuk Dunia yang Mulai Gila

1 Januari 2016   00:03 Diperbarui: 1 Januari 2016   00:34 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sania adalah seorang gadis kecil yang temperamental. Ia dibesarkan oleh dalam kondisi keluarga yang berantakan. Hidup dalam keadaaan miskin, diperparah dengan kehadiran nenek yang sering mencambuknya dengan rotan, ibu yang pemarah, dan ayah yang pemabuk. Sania ditemukan dinas sosial di sebuah terminal dengan luka di kaki kiri, gigi depan patah, dan punggung yang penuh memar. Tidak menangis, tak mau bicara, dan hanya mengigit kuat boneka yang kala itu dilakukan Sania.

Pak Bulan adalah lelaki renta berusia tujuh puluh tahun. Dia pernah menjadi penghuni Lembaga Pemasyarakatan karena dituduh mencuri. Skizophrenia sering membuat orang berada dalam kondisi terisolasi, tersisih, tercerabut dari ikatan kekeluargaan, kekurangan gizi, yang pada akhirnya membuat kemampuan akal turun drastis.

Dari ketiganya, Yudhistira adalah orang yang berasal dari keluarga yang paling mapan, bahkan mewah. Namun hidup dalam kemewahan ternyata tidak membuatnya bahagia. Dibesarkan oleh seorang ibu dan kakak perempuan yang menjadi pengusaha sukses, justru membuat Yudhistira menjadi seorang yang kecil hati. Yudhistira tak pernah belajar menjadi orang yang mandiri. Ibu dan keluarga yang mengekang, dan tak berhenti mencampuri urusan pribadinya, bahkan setelah menikah membuatnya depresi.

Istri Yudhistira, Diana yang mendambakan sosok suami yang tegas dan mandiri tak bisa bersabar hati. Tuntutannya kepada Yudhistira agar hidup mandiri, lepas dari bayang-bayang keluarga besarnya menjadikan Yudhistira limbung. Rasa cinta yang sedemikian besar kepada Diana dan penghormatan yang berlebihan kepada Ibu,membuat Yudhistira tak bisa mengambil sikap. Saat tak kuasa lagi menahan tekanan, Yudhistira memilih mengunci diri berhari-hari di dalam kamar. Tidak bicara, tidak mandi, tidak makan, dan hanya melakukan aktivitas yang disukainya, melukis.

Sania, Pak Bulan, dan Yudhistira dengan beragam masalah dibelakangnya, hanyalah sedikit contoh dari tantangan yang harus dihadapi Rara setiap harinya. Masalah semakin rumit ketika rumah tangga yang dibina Rara bersama Angga selama sepuluh tahun mulai diterpa goncangan. Goncangan yang akhirnya membuat ikatan suci itu berakhir.

Perceraian tersebut menguras energi dan konsentrasi Rara, serta membuatnya tidak fokus bekerja. Ditambah keretakan hubungan antara Rara dan sahabat baiknya sesama terapis, Moza, pasca perceraian membuatnya berada dalam titik paling rendah dalam hidup. Dalam kondisi tertekan, Rara melihat genangan darah dan kelopak mawar berceceran di depan ruang kerjanya.

Apakah yang dilihat Rara adalah halusinasi karena depresi hebat? Apakah Rara akan menjadi salah satu pasien di tempat ia bekerja selama ini? Dapatkah Rara menghadapi masalah yang datang bertubi-tubi tersebut?  

***

“Bulan Nararya” adalah novel bertema psikologi pertama yang pernah saya baca. Melihat covernya sekilas, saya sempat mengira bahwa novel ini ditujukan untuk kalangan remaja. Ternyata saya salah, novel ini menurut saya justru ditujukan untuk kalangan dewasa. Tema yang unik, cerita yang sedikit rumit, dan banyaknya bahasa ilmiah yang bertebaran di sepanjang jalan cerita mungkin akan membuat kalangan remaja agak kesulitan dalam memahami novel ini.

Awalnya saya cukup merasa kesulitan dalam memahami cerita dalam novel ini. Bahasa ilmiah yang menghiasi isi novel membuat saya yang awam akan dunia psikologi menjadi bingung akan makna kata yang dituliskan. Apalagi tidak ada catatan kaki yang menjelaskan kata-kata tersebut. Andaikan ada penjelasan sedikit saja, mungkin akan sangat membantu pembaca seperti saya dalam mengikuti jalan cerita.

Namun, walaupun agak kesulitan pada mulanya, tidak mengurangi ketertarikan saya terhadap novel ini. Gaya bahasa yang mengalir dan alur maju-mundur yang digunakan penulis, membuat cerita yang dituliskan sedemikian hidup. Disisi lain, nilai kebajikan yang termuat dalam novel ini sangat patut kita renungi. Nilai penting yang saya ambil dari novel ini adalah pentingnya kita berbuat tulus. Manusia harus belajar kembali nilai ketulusan dalam dunia yang mulai gila ini. Gila karena disekitar kita hari ini, banyak orang yang “gila” akan harta, tahta, dan jabatan.

“Kadang, sikap tulus dapat menyelamatkan kita dari carut-marut dunia yang tidak kita pahami” (hal 205).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun