Mohon tunggu...
Iswan Heri
Iswan Heri Mohon Tunggu... Administrasi - Dreamer, writer, and an uncle

Traveller, Writer, Dreamer.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Pulang: Sebuah Kado Untuk Para Pengembara

19 Desember 2015   21:57 Diperbarui: 19 Desember 2015   21:57 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Sumber foto: www.republikapenerbit.com"][/caption]

 

 

Judul               : Pulang

Penulis             : Tere Liye

Penerbit           : Republika

Tebal Buku      : iv + 400 hal; 13.5x20.5 cm

Terbit               : Jakarta, 2015

Harga              : Rp. 65.000

 

“Sebuah kisah tentang perjalanan pulang, melalui pertarungan demi pertarungan, untuk memeluk erat semua kebencian dan rasa sakit”.

 

 

 

Setiap orang adalah pengembara. Alasannya sederhana, setiap orang pasti pernah bepergian ke suatu tempat, entah itu jaraknya jauh maupun dekat dari tempat tinggal dan entah untuk tujuan apa. Ada yang pergi untuk bersekolah, kuliah, mencari nafkah, atau mungkin berpetualang menjelajahi tempat-tempat baru.

Setiap orang pernah melakukan perjalanan, entah itu dalam waktu yang lama atau singkat. Lalu pada suatu titik, setiap perjalanan akan mencapai puncaknya. Titik itulah yang disebut pulang, mudik, dsb. Seringkali pulang, atau mudik adalah momen yang sangat dinantikan. Karena tidak setiap saat orang bisa kembali ke tempat asalnya setiap saat.

Ada orang yang bisa pulang ke tempat tinggalnya setiap hari, namun ada juga yang memiliki kesempatan pulang ke kampung halaman hanya setahun sekali. Momen pulang inilah yang kemudian diangkat menjadi judul dan inti cerita dalam novel karangan Tere Liye ini. Tapi jangan bayangkan pulang dalam makna yang sederhana dan monoton. Pulang dalam novel ini dikemas secara tidak biasa, yakni pulang setelah pengembaraan menimba ilmu sekaligus mencari jati diri serta melewati lika-liku dan gelombang kehidupan yang tak pernah berhenti.

Cerita dimulai di suatu dusun terpencil di pedalaman Bukit Barisan, Sumatera. Disana hidup dengan tenang pasangan suami-istri, Samad dan Midah beserta anak semata wayangnya, Bujang. Ketenangan Samad sekeluarga beserta warga dusun seketika terusik ketika gerombolan babi hutan menyerbu ladang.

Warga sudah berupaya sedemikian rupa, mulai dari ronda malam sampai memasang perangkap di sekitar ladang. Namun, serangan babi hutan tak kunjung usai. Akhirnya untuk mengatasi masalah tersebut, Samad berinisiatif memanggil para pemburu dari kota. Para pemburu itu dipimpin oleh Tauke Besar, yang ternyata adalah sahabat lama Samad.

Bujang remaja yang kala itu berusia lima belas tahun, lantas membujuk orang tua nya agar diperbolehkan ikut berburu bersama Tauke Besar. Sebagai seorang ibu, Midah tentu saja merasa keberatan. Mengingat berburu babi hutan di tengah hutan belantara bukanlah hal yang mudah dan sangat beresiko.

Namun Samad berusaha meyakinkan Midah, bahwa Bujang akan baik-baik saja, karena dia bersama dengan tim pemburu yang handal dan berpengalaman. Terlebih lagi Tauke Besar yang meminta sendiri agar Bujang ikut serta. Sebagai tuan rumah, Samad merasa tak enak hati menolak permintaan tersebut. Apalagi Tauke Besar adalah sahabat baiknya dan mempunyai hubungan yag sangat erat dengan Samad di masa lalu.

 

***

 

Akhirnya, demi memuaskan hasrat anaknya akan petualangan, Midah mengijinkan Bujang mengikuti Tauke Besar untuk berburu babi hutan, dengan syarat bahwa Bujang harus berada di belakang para pemburu dan hanya diam menyaksikan saja selama proses berburu. Bujang pun menyanggupi syarat yang diberikan mamaknya tersebut.

Menjelang sore, para pemburu bersiap untuk melakukan perburuan dengan dibantu beberapa pemuda kampung. Bujang pun turut serta dengan membawa tombak pinjaman dari ayahnya. Sesaat setelah memasuki hutan, rombongan pemburu memisahkan diri ke dalam tiga kelompok. Bujang dan beberapa pemuda ikut dalam kelompok Tauke Besar. Sekalipun bertubuh tambun, Tauke Besar dikenal sebagai seorang penembak jitu yang handal.

Bersama dua penembak lain dan tiga orang pemuda, mereka berlomba melumpuhkan babi hutan yang ditemui satu per satu. Tanpa terasa, perburuan mereka semakin masuk ke tengah hutan. Para pemburu terus berlari mengikuti anjing pemburu mereka menembus hutan rimba. Sampai pada suatu tempat, anjing berhenti berlari. Salakannya yang kencang, tiba-tiba mengendur. Rombongan pemburu tertahan, lalu saling melihat satu sama lain. Tanpa disadari, para pemburu itu berjalan menuju ancaman yang tidak pernah mereka temui sepanjang hidupnya. Ancaman mengerikan yang bersembunyi di tengah gelapnya rimba belantara Bukit Barisan.

Teror apakah yang ditemui Bujang dan rombongan Tauke Besar di tengah hutan? Apakah para pemburu tersebut dapat menyelesaikan tugas yang diberikan kepada mereka? Apakah Bujang dapat pulang ke rumah orang tuanya dalam keadaan selamat? Pertanyaan-pertanyaan tersebut baiknya anda temukan sendiri jawabnya dalam novel petualangan terbaru karya Tere Liye ini. Perburuan babi hutan adalah kisah pembuka dari rangkaian petualangan yang tersimpan dalam buku ini. Temukan dan rasakan ekstase baru dalam novel “Pulang”, yang tidak hanya ringan untuk dibaca, tetapi juga menyimpan kejutan dan hikmah yang mendalam tentang kehidupan.

 

***

 

Pertama kali membaca judul novel “Pulang”, saya membayangkan bahwa novel ini adalah novel roman yang dibumbui dengan kata-kata merayu, bahasa yang mendayu, dan tentu saja akan menguras air mata pembacanya. Sedangkan disisi lain, novel roman bukanlah salah satu kategori buku bacaan favorit saya. Namun, ternyata dugaan saya salah. Setelah membalik buku ini, saya membaca kutipan di sampul belakang yang memancing rasa penasaran untuk membacanya lebih jauh.

Kutipan tersebut berbunyi: “Sebuah kisah tentang perjalanan pulang, melalui pertarungan demi pertarungan, untuk memeluk erat semua kebencian dan rasa sakit”. Terbersit tanda tanya dalam kepala saya. Pertarungan seperti apakah yang sebenarnya terjadi dalam buku ini? Manusia seperti apakah yang sanggup memeluk rasa benci dan sakit yang ada di dalam hatinya? Apa sebenarnya hakikat “pulang” yang ditulis dalam novel ini? Satu persatu pertanyaan silih berganti melintas di benak saya. Setelah membaca lembar demi lembar halaman novel, saya mulai menemukan jawaban sekaligus berbagai kejutan dalam kisah perjalanan hidup pemuda bernama Bujang ini.

Setelah petualangan berbahaya berburu babi hutan bersama Tauke Besar yang nyaris merenggut nyawanya, secara perlahan Bujang remaja mulai memasuki petualangan-petualangan baru yang pada akhirnya membuat membentuk mental dan karakter Bujang saat dewasa. Petualangan Bujang tidak berjalan dengan mudah, karena ia harus meninggalkan kedua orang tua dan sahabat-sahabatnya di kampung, dan memulai kehidupan yang baru bersama Tauke Besar di kota.

Dunia yang dimasuki oleh Bujang pun bukanlah dunia yang ramah untuk orang kebanyakan. Tauke Besar ternyata bukanlah orang biasa. Dia adalah pemimpin keluarga Tong, penguasa shadow economy di Indonesia, dan kemudian hari menjadi penguasa baru di level Asia. Shadow economy adalah ekonomi yang berjalan dalam ruang gelap dan di bawah meja. Orang-orang juga mengenalnya dengan istilah black market atau underground economy.

Shadow economy bukan hanya tentang narkoba, prostitusi, judi, dsb. Hari ini, shadow economy telah menaikkan levelnya dengan menguasai pencucian uang, perdagangan senjata, transportasi, properti, tambang, pasar modal, dan segala aspek terkait ekonomi maupun politik. Jangan bayangkan organisasi shadow economy ini seperti Yakuza, Mafia, maupun Triad, karena ia lebih besar, terstruktur, rapi, dan tentu saja terselubung sekaligus mengerikan. Itulah dunia yang kemudian membesarkan si Bujang kecil menjadi sosok yang sangat berbahaya. Bujang yang lugu dan polos, tumbuh menjadi tokoh dunia hitam yang disegani dan mendapat julukan “Si Babi Hutan”.

Anda bisa bayangkan sendiri kisah hidup dan petualangan seperti apa selanjutnya yang  akan dialami Bujang dalam dunia seperti itu. Ada kalanya kisah itu berjalan manis, namun ada saatnya rasa sedih, kecewa, dan benci menjadi kenyataan yang tidak bisa dihindari. Bujang harus melalui berbagai peristiwa dan kepahitan hidup, sebelum menemukan jalannya untuk pulang.

 

***

 

Keunikan tema cerita inilah salah satu kekuatan dari novel Pulang. Ditambah dengan gaya bahasa yang ringan dan mudah dibaca, membuat pembaca tidak ingin melewatkan waktunya tanpa menyelami setiap lembar cerita yang ada. Alur maju-mundur yang dipakai penulis, membuat cerita semakin terasa menarik sekaligus penuh teka-teki. Tanpa terasa pembaca akan melahap empat ratus halaman cerita tanpa merasa lelah, lantas merasa semakin dahaga akan kisah petualangan dari sang tokoh, Bujang yang mungkin akan diteruskan dalam karya Tere Liye selanjutnya. Semoga.

Kalau toh ada sedikit ganjalan, mungkin ada pada masalah kemasan. Cover berwarna hijau tosca dengan desain berupa kertas yang dirobek dan menampilkan gambar matahari terbit di belakangnya, sebenarnya cukup menarik dan memancing tanda tanya. Hanya saja, setelah membaca isi novel tersebut, saya merasa seolah-olah gambaran pada sampul novel ini tidak cukup “menempel” dengan isi cerita yang ditulis.

Andaikata novel ini dikemas dengan menggunakan warna hitam (sesuai tema shadow economy), ditambah dengan grafis berupa pistol, peluru, atau mungkin pisau, mungkin secara visual akan memperkuat daya tarik novel ini serta tidak membuat pembaca yang awam seperti saya salah duga, dan mengiranya sebagai novel roman. Namun, toh itu semua masalah selera.

Secara keseluruhan, novel ini sangat menarik untuk dibaca sekaligus menyimpan inspirasi yang sangat berharga. Andaikata diibaratkan melihat film, saya seperti melihat sekuel film “The Raid 2”, namun dalam wujud dan alur yang berbeda. Tapi emosi dan imajinasi yang muncul saat membaca novel ini, tak ubahnya seperti melihat film thriller yang selalu membuat jantung berdegup lebih kencang, dan anda ingin mengulanginya berkali-kali tanpa sedikitpun merasa bosan.

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun