Mohon tunggu...
ProJusititia
ProJusititia Mohon Tunggu... Lainnya - Pendidikan Nomor Satu Tapi Kejujuran Yang Utama

Bacalah Jika Ingin Kenali Dunia

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Refleksi Hari Bumi, Bagaimana Masa Depan Bumi Indonesia?

25 April 2020   02:44 Diperbarui: 25 April 2020   03:19 655
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

OLEH: ISWANDI

Latar belakang hari bumi digagas oleh Gaylord Nelson  seorang senator Amerika Serikat dari Wisconsin yang juga pengajar lingkungan hidup di Amerika Serikat.

Tahun 1970, sekitar 20 juta warga Amerika Serikat dan mahasiswa turun ke jalan memenuhi sejumlah taman dan auditorium untuk mengkampanyekan kesehatan dan keberlangsungann lingkungan, berbagai analisis bahwa ledakan ini muncul pada tahun 1960 bagian terbesar dimotori pelajar, mahasiswa, dan sarjana turun kejalan memperjuangkan hak-hak asasi lingkungan hidup.

Kesadaran lingkungan tergugah setelah diterbitkan buku "Silent Spring" Karya Rachel Carson pada Tahun 1962,  yang mengangkat permasalahan seputar lingkungan hidup yang sedang terjadi dan akan membahayakan masa depan manusia.  (Sumber: http://javlec.org/sejarah-22-april-diperingati-sebagai-hari-bumi/)

Keberhasilan gerakan Hari Bumi Pada tahun 1970, banyak melahirkan kelompok militan terhadap pelestarian lingkungan hidup, yakni, Environmental Action (di Washington, 1970),  Greenpeace lahir pada tahun 1971), dikenal militin dan radikal, Environmentalist for Full Employment (lahir tahun 1975), memiliki peran penentang industrialisasi, dan Worldwatch Institute (lahir tahun 1975), sebagai pusat pusat penelitian dan studi yang mengumpulkan berbagai informasi ancaman lingkungan global. Sedangkan kelompok sebelumnya mengalami peningkatan sangat signifikan terhadap bidang pelestarian lingkungan hidup Amerika Serikat, antara lain:  

  1. Kelompok Audobon Society, tahun 1962: 41.000 orang, tahun 1970: 81.500 orang
  2. Izzak Walton League, tahun 196:6 52.600 orang, tahun 1970 53.600 orang
  3. National Wildlife Federation, tahun 1966: 271.900 orang, tahun 1970: 540.000 orang
  4. Sierra Club, tahun 1959: 20.000 orang, tahun 1970: 54.000 orang
  5. Wilderness Society, tahun 1964: 27.000 orang, tahun 1970: 54.000 orang.

Perayaan Hari Bumi dalam penetapan PBB bermula tanggal 20 Maret dimana Matahari tepa pada khatulistiwa dan mengacu  pada ide John McConnell, Tanggal 21 Maret hari lebih dikenal  Hari Bumi Equinok, dan tanggal 22 April PBB secara resmi merayakan hari jadi bumi  yakni International Mother Earth Day (Sumber: http://javlec.org/sejarah-22-april-diperingati-sebagai-hari-bumi/)

Tanggal 22 April 2020 adalah moment perayaan hari jadi bumi, mengenang perjuangan umat manusia mempertahankan kedaulatan lingkungan hidup yang mengarah pada kerusakan yang disebabkan pelaku industrialisasi.

Peringatan hal yang ihwal bahwa masa depan lingkungan adalah masa depan manusia itu sendiri, karena masing-masing bertolak satu arah ciptaan sebagai mahkluh. Bertolak dari gerakan masyarakat Amerika Serikat tentang keperihatinan terhadap lingkungan hidup semakin rusak, dan namun sampai saat ini eksistensi lingkungan hidup semakin dilegitimasi oleh pemegang kuasa demi kepentingan industrial. 

Lingkungan Hidup dan Manusia adalah satu unsur senyawa memiliki ikatan batin yang kuat dan saling membutuhkan sebab kedua-kedunya berasal dari satu sumber yakni ciptaan penguasa alam semesta.

Hubungan lingkungan hidup dan manusia, dijelaskan dalam al-Quran dalam QS. al-Baqarah (2): (30), QS. Shâd (38): (26), bahwa disebutkan Khilafah fil Ardh artinya manusia diturunkan kebumi untuk mengelola, menjaga, dan merawat lingkungan hidup sebab sumber kehidupan pradaban manusia tidak terlepas dari keberadaan lingkungan hidup. 

Manusia sebagai Khilafah Fil Ardh, memiliki peran subtansial terhadap masa depan lingkungan hidup, baik peran individual dan/atau kelompok sebagaiamana dalam al-Quran. Menilik kembali perihal al-Quran dan reliatas manusia dan lingkungan hidup, bahwa manusia masih stagnan menempatkan kedudukannya sebagai khilafah Fil Ardh.

Menurut Jimly Ashiddiqie (2010: 117-119) pada buku Green Constitution, perkembangan pradaban manusia diera modern focus birokrasi masih tataran antroposentrisme, sehingga sumber kehidupan hanya berpusat pada kehidupan manusia, pada hal realitas dunia sudah saat ini antroposentris seharusnya telah maju dan berkembangan. 

Perkembangan Pradaban manusia terkait masa depan lingkungan hidup terdapat tiga unsur fundamental menjadi perhatian yakni Alam, Manusia dan Tuhan. Ketiga aspek ini harus saling berkaitan, lingkungan hidup (alam) dan manusia harus memiliki keseimbangan dan memberikan hak-hak asasinya masing-masing, dan tuhan ditempatkan diantara manusia dan alam (tengah).

Eksitensi tuhan pada transisi antara manusia dan alam suatu hubungan titik tolak, sehingga keadilan terhadap lingkungan hidup terpenuhi, dan perilaku manusia terhadap lingkungan hidup terkontrol. (Jimly, 2010)

Kontroling Pengelolaan Lingkungan Hidup pertama kali diatur bentuk perundang-undangan, yakni Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. undang-undang berhasil diletakkan oleh Menteri Urusan Lingkungan Hidup yang pertama yakni Emil Salim, peletakan ini berhasil menjadi undang-undang pada tahun 1982.

Namun Negara-Negara Eropa untuk menjaga kedaulatan lingkungan hidup saat ini sudah lima di eropa memberlakukan konstitusi hijau, yakni; Konstitusi Hijau Portugal (1976), Konstitusi Hijau Spanyol (1978), Konstitusi Hijau Polandia (1997), Konstitusi Hijau Prancis (2006), dan Konstitusi Hijau Ekuador (2008), dari kelima negara ini lingkungan hidup telah memiliki kedaulatan, dan dilindungi secara ketat keberadaannya. (Jimly, 2010).

Padahal melihat nuangsa lingkungan hidup di indonesia seharusnya sudah saatnya keadulatan lingkungan hidup masuk dalam program rapat tahunan oleh DPR-RI untuk memberikan kedaulatan terhadap masa depan lingkungan hidup guna menghidari kerusakan berkepanjangan yang disebabkan oleh perusahaan tidak memiliki rasa empati terhadap lingkungan hidup.  

Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 Berlaku Kurang lebih 15 tahun sebagai payung hukum atas pengelolaan lingkungan hidup sampai akhirnya dicabut dan diganti dengan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, sedangkan pelaksanaan teknis Undang-undang diterbikan Peraturan Pemerintah (PP) oleh Presiden sebagi berikut;

Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2008 tentang Jenis dan Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada Kementerian Negara Lingkungan Hidup,

Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2003 Sebagai Pelaksanaan Tentang undang-undang Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kementerian Negara Lingkungan Hidup di Bidang penendalian Dampak Lingkungan,

Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2001 Tentang Pengendalian Kerusakan dan/atau Pencemaran Lingkungan Hidup yang berkaitan dengan Kebarakaran Hutan atau Lahan,

Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2000 Tentang Lembaga Penyedia Jasa Layanan Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Luar Pengadilan. 

Keberadaan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 belum mampu menjawab secara keseluruhan problematika lingkungan hidup khususnya di indonesia. Problem Lingkungan yang dihadapi saat ini yakni; Permasalahan Sungai yang tercemar, Kerusakan Hutan, Banjir, Abrasi, Pencemaran Udara, Menurunnya Keanekaragaman hayati, Pencemaran tanah, Permasalahan Sampah Menumpuk, Rusaknya Ekosistem Laut, Pencemaran Air Tanah, Pemanasan Global, Keterbatasan Air, Pencemaran Suara, Berkurangnya Daerah Resapan Air, dan Bangunan Liar yang Kumuh. (Sumber) penceramaran lingkungan diatas berangkat dari disebabkan sebagian besar ketidakpedulian masyarakat dan perusahaan tambang terhadap masa depan lingkungan hidup.  

Sedangkan kejahatan lingkungan hidup oleh senator industri tidak terkendalikan pada hal pengelolaan lingkungan hidup telah diatur dalam bentuk perundang-undangan.

Kerusakan lingkungan hidup yang disebabkan oleh tambang batubara terjadi pencemaran sungai sepanjang DAS AIsampai kepesisir pantai di kota Bengkulu dan Bengkulu Tengah akibat limbah dari tambang batu bara, kejahatan tersebut bermula pada tahun 1980-an sampai saat ini. 

Sedangkan kejahatan lain yakni bekas tambang tidak direklamasi bekas lubang tambang, kerusakan kawasan hutan, ketentuan bayar pajak dan masalah izin terindikasi masuk kawasan hutan konservasi dan lindung yang terungkap dalam surat Direktorat Jenderal Palonologi Kementerian Kehutanan No. S.706/VII-PKH/2014 bertanggal 10 Juli 2014 pun belum ditindaklanjuti,”.

Kejahatan lingkungan hidup setidaknya terdapat 12 IUP tambang batu bara terindikasi masuk dalam kawasan hutan konservasi dan lingdung belum ditindaklanjuti. (Sumber)

Akibat kejatahan Lingkungan Hidup, laporan tahun 2012 oleh pemerhati lingkungan bahwa refresentasi kerusakan telah mencapai 70% disebabkan oleh operasi pertambnbangan, dan dengan mudah menabrak dan mengakali berbagai aturan yang bertentangan misi perusaan, termasuk Undang-undang 32 Tahun 2009. keberadaan undang-undang tersebut dianggap menghambat investasi oleh perusahaan dalam negeri maupun dalam negeri.

Berdasarkan laporan di media Kompas.com, hampir 34 daratan di indonesia telah diserahkan kepada korporasi dengan jumlah izin mencapai 10.235 tentang tambang mineral dan batubara (minerba), hal tersebut belum termasuk izin perkebunan dengan skala besar, kerja miga, panas bumi, dan galian tambang C.

Sedangkan kawasan pesisir yang dieksploitasi kurang-lebih 16 titik reklamasi, penambang pasir, pasir besi, telah menjadi bagian pembuangan limbah tailing Newmont dan Freeport. sedangkan hutan, telah mencapai 3, 97 hektar hutan lindung terancam pertambangan dan didalamnya terdapat keanekagaraman hayati, selain itu sungai pun ikut menjadi korban akibat kepentingan industri. (Sumber)

Sedangkan Tahun 2019 kejahatan terhadap lingkungan kembali terjadi dan dan sangat massif, kebakaran tersebut jauh lebih parah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Kebarakan hutan mulai januari-september tahun 2019 mencapai 857 Ha, akibat kebakaran tersebut tidak hanya terjadi pada lahan gambut tapi termasuk lahan mineral.

Berdasarkan Klasterisasi Data KLHK kebarakaran lahan gambut terjadi Kalimantan Tengah Luas mencapai 76 Ha, sedangkan lahan mineral di Nusa Tenggara Timur luas mencapai luas 119 Ha. Apabila dibandingkan kejadian kebakaran misalnya tahun 2010 Luas 709.80 Ha, 2011 Luas 2,612.09 Ha, 2012 Luas 9,606.53 Ha, 2013 Luas 4,918.74 Ha, 2014 Luas 44,546.84 Ha, 2015 Luas 2.611.411,44 Ha 2016 luas 438.363,19 Ha, 2017 Luas 165,483,92 Ha, 2018 luas 529.266, 64 Ha, dan 2019 luas 1.649.258,00 Ha, dan 2o2o 8.253,00 Luas Dapat disimpulkan bahwa peningkatan kejahatan terhadap lingkungan hidup semakin signifikan dan massif pada tahun 2019. (Sumber: KLHK)

Kebakaran tahun 2019 lalu, terdapat 42 perusahaan diobservasi atas keterlibatan kejahatan lingkungan hidup dan 4 korporasi  ditetapkan sebagai tersangka, diantaranya PT ABP yang bergerak di perkebunan sawit Kalimantan Barat, kedua PT AER juga perkebunan sawit di Kalimantan Barat, ketiga PT SKN, dan keempat PT KS di Kalimantan Tengah, (Sumber). Keterlibatan 42 Korporasi tersebut masih menyisihkan banyak pertanyaan terkait hasil dari tindak lanjut oleh KLHK terhadap kebakaran hutan tahun 2019. 

Berlangsungnya kebakaran tahun-ketahun bahwa fungsi pengawasan tidak begitu terlalu ketat sehingga hutan dibakar demi kepentingan industrial. pada hal Undang-undang Nomor 32 Tahun 2019 Pasal 1 Ayat (1) berbunyi "Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain" ayat (2) Berbunyi "Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum". Eksistensi kebakaran hutan berdasarkan realitas saat ini pemerintah dan korporasi melanggar ketentuan Pasal 1 ayat (1 dan 2). Pertama, dari sisi penegakan hukum termasuk pengawasan terkait pemanfaatan lahan dan pencemaran lngkungan hidup terkait polusi udara akibat kebakaran hutan masih tergolong lemah sehingga kejahatan terhadap lingkungan oleh korporasi dapat saja berlansung sesuai kehendaknya. Oleh karena itu pemerintah dan korporasi seharusnya mentaati isi kandung pasal 12 ayat (2) huruf a, b dan c sebagai berikut; a. keberlanjutan proses dan fungsi lingkungan hidup; b. keberlanjutan produktivitas lingkungan hidup; dan c. keselamatan, mutu hidup, dan kesejahteraan masyarakat.

Kebijakan dan poengendalian terhadap masa depan lingkungan hidup baik pemerintah dan korporasi tidak mencerminkan sebagaiamana asas-asas dalam pasal 2 undang-undang 32 Tahun 2009 yang meliputi; asas tanggung jawab negara, asas kelestarian dan keberlanjutan, keserasian dan keseimbangan, kehati-hatian, keadilan, keanekaragaman hayati, dan tata kelola pemerintah yang baik. Selain asas dalam undang-undang ini pemerintah dan korporasi, asas kemanusian termasuk bagian indikator penting supaya keselamatan, kelangsungan kesehatan, dan kesejahteraan penduduk setempat terjamin.

REFLEKSI HARI BUMI: MASA DEPAN BUMI INDONESIA

Mengingat deklarasi hari bumi berangkat dari kesadaran manusia bermula dari Amerika serikat dan mengingat kondisi indonesia saat ini telah mencapai 70% kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh korporasi yang tidak memiliki rasa empati dan tanggung jawab terhadap lingkungan hidup, maka hari bumi kali ini kita merefleksi kembali bagaiamana masa depan lingkungan hidup dan perkembangan pradaban manusia.

Kita ketahui refresntasi kerusakan lingkungan hidup mencapai 70% di indonesia dan hal tersebut belum termasuk kerusakan yang terjadi secara alamiah, sehingga kejahatan terhadap lingkungan adalah bagian tanggung jawab penghungni bumi pertiwi, akan tetapi kejahatan tersebut dapat berlangsung apabila respon pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten kota, masih canggung dalam persoalan penegakan hukum terhadap korporasi tidak taat terhadap hukum yang berlaku dalam pengelolaan lingkungan hidup. 

Kejatahan terhadap lingkungan hidup terdapat dua faktor yang disebabkan oleh manusia, pertama, pecemaran lingkungan oleh penduduk secara umum tentang sampah plastik dll. kedua, pencemaran lingkungan oleh korporasi. Korporasi terbagi menjadi 3 (tiga) Skala, yakni, Rendah, Sedang, dan Besar, ketiga skala korporasi ini merupakan salah satu sumber terbesar kejahatan lingkungan selama ini. 

 Oleh Karena itu, masa depan lingkungan hidup harus ada kesadaran kolektif mulai dari tingkat pemerintah, korporasi, dan masyarakat secara umum, termasuk sebagian pemerhati lingkungan hidup yang memonopoli terhadap keberadaan lingkungan hidup. Sebagaiamana dalam QS. al-BAqarah (2): (30), bahwa manusia diturungkan kebumi untuk menjaga masa depan bumi atau manusia sebagai khilafah fil ardh.

Dengan demikian esensi manusia  menjaga hak-hak asasi lingkungan hidup dan memanfaatkan isi kandungannya tanpa saling merusak antara manusia dengan manusia, manusia dan lingkungan hidup, sebagaiamana tujuan pasal 3 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 serta gagasan Jimly terkait dengan green constitution yakni manusia dan alam harus ada keseimbangan dan keadilan. 

Lebih Lanjut, menilik Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, terkait masa depan manusia dan lingkungan hidup pemerintah seharusnya meningkatkan pengawasan lebih ketat dan intens terhadap kejahatan lingkungan hidup, sebagaimana pasal 22 ayat (1) berbunyi  "Menteri melakukan pengawasan terhadap penaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan atas ketentuan yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup" ayat (2) "Untuk melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri dapat menetapkan pejabat yang berwenang melakukan pengawasan. dan ayat" (3) "Dalam hal wewenang pengawasan diserahkan kepada Pemerintah Daerah, Kepala Daerah menetapkan pejabat yang berwenang melakukan pengawasan". Fungsi pengawasan dalam undang-undang berdasarkan realitas belum berjalan sesuai dengan kehendak undang-undang saat ini karena monopoli dengan pihak korporasi masih berpotensi terjadi untuk melegitimasi kepentingan-kepentingan tertentu, sehingga pengawasan tindak kejahatan lingkungan hidup baik lingkup kebijakan pemerintah dan/atau kejahatan korporasi masih perlu ditingkatkan. 

maka mereflesikan hari bumi yang ke-50 mulai tahun 1970-2020, pada pasal 1 ayat 22 Undang-undang 23 Tahun 1997 berbunyi; "Organisasi lingkungan hidup adalah kelompok orang yang terbentuk atas kehendak dan keinginan sendiridi tengah masyarakat yang tujuan dan kegiatannya di bidang lingkungan hidup" untuk mencapai kehendak pasal 4 ayat huruf a, b, c, d, e, dan f Undang-undang 23 Tahun 1997.

Maka peran organisasi dan/atau kelompok pemerhati lingkungan hidup harus ikut serta mengawasi tindak kejahatan lingkungan hidup dan kebijakan pemerintah terhadap isu lingkungan hidup serta mengadvokasi masyarakat terkait dengan lingkungan hidup sebagai berikut:

  1. Organisasi Lingkungan hidup Skala Nasioanal, Regional, Kabupaten Kota dll.
  2. Organisasi Kemahasiswaan Pencinta Alam Seluruh Indonesia,
  3. Organisasi Siswa Pencinta Alam Seluruh Indonesia,
  4. Kelompok Pencinta Alam dan Sejenisnya Skala Kabupaten dll., 
  5. Partisipasi Komunitas Bebasis Pencinta Alam,
  6. Komunitas Harian Pencinta Alam (Bentukan Penikmat Alam)
  7. Pastisipasi Masyarakat Umum Terhadap Kesadaran Lingkungan Hidup

Ketujuh Komponen ini harus saling terikat dan kerjasama dalam bentuk chek and balances dan mengadvokasi untuk masa depan lingkungan hidup terkait kejahatan kebijakan dalam bentuk administrasi dan pencemaran oleh korporasi. pengawasan oleh komponen ini terbentuk secara independen tanpa intervensi oleh pihak pemerintah dan korporasi, sebab dalam undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 telah memberikan ruang terhadap masyarakat. 

Peran Organisasi ataupun Kelompok berbasis lingkungan hidup terhadap pengawasan atau chek and balances, paling mendasar harus dimemiliki adalah kompentensi wawasan yang luwes terhadap isu lingkungan tentang persoalan tindak kejahatan lingkungan hidup korporasi, birokrasi, dan pola penyelesaian persoalan dan penegakan hukum terhadap lingkungan sehingga kompentensi tersebut menjadi landasan penentu untuk membangun tradisi kepekaan terhadap pengetahuan dan keilmuan serta kesadaran kolektif terhadap masa depan lingkungan hidup.

Maka tradisi tersebut bermula pada membangun perilaku, pemahaman dan keilmuan baik secara teoritis dan/atau praktik, serta pemahaman hukum harus lebih upgraded sebagaimana visi dan misi Khilafah Fil Ardh dalam QS. al-Baqarah (2): (30).  

SUMBER REFRENSI

Jimly Asshiddiqie, Green Constitution (Nuangsa Hijua Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Rajawali Pers, Jakarta; 2010

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

http://javlec.org/sejarah-22-april-diperingati-sebagai-hari-bumi/

https://dlhk.bantenprov.go.id/upload/dokumen/15%20Permasalahan%20Lingkungan%20Hidup%20Indonesia%20dan%20Penyebabnya.pdf

https://www.mongabay.co.id/2017/05/17/kerusakan-lingkungan-akibat-tambang-batubara-terus-berlanjut-apa-solusinya

https://regional.kompas.com/read/2012/09/28/17313375/70.Persen.Kerusakan.Lingkungan.akibat.Operasi.Tambang.

https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20190915024623-92-430575/sebanyak-42-lahan-perusahaan-terlibat-karhutla-disegel

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun