Mohon tunggu...
ISWADI SYAHRIAL NUPIN
ISWADI SYAHRIAL NUPIN Mohon Tunggu... Pustakawan - PUSTAKAWAN MUDA / FINALIS LOMBA PUSTAKAWAN BERPRESTASI TINGKAT NASIONAL 2024 / UNIVERSITAS ANDALAS

Saya memiliki hobi membaca, menulis, bermain catur, traveling dan kuliner serta ngopi. Saya orang yang ekstrovert. Mudah akrab dengan siapa pun. Konten Favorit saya berkaitan dengan Pustakawan, Kepustakawanan dan Literasi serta sosial budaya dan juga keagamaan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Figur Bung Hatta sebagai Tokoh Literasi Kemerdekaan Indonesia

12 Juni 2023   13:40 Diperbarui: 12 Juni 2023   13:47 503
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bung Hatta dan Perpustakaan Pribadinya (Sumber: ekonomi.bunghatta.ac.id)

Tiada seorang pun yang tidak mengenal Bung Hatta, Bapak Proklamator Bangsa Indonesia. Bung Hatta dilahirkan pada tanggal 12 Agustus 1902 di Bukittinggi. Nama lahir Bung Hatta adalah Muhammad Athar. Diberi nama Muhammad merujuk kepada Nabi terakhir dalam Agama Islam yakni Muhammad sedangkan Athar bermakna wangi atau harum. 

Sejak kecil, Bung Hatta termasuk orang yang hemat, tidak pernah membelanjakan uang untuk hal yang tidak perlu. Kegemarannya membaca buku. Bung Hatta terbiasa hidup disiplin. 

Ada waktu mengaji, waktu sekolah, dan waktu bermain.  Ia tidak banyak bermain di luar rumah karena teman sebayanya tidak banyak.  Hatta kecil termasuk pribadi yang pendiam dan serius. Bung Hatta juga sering berkunjung ke nagari Batuhampar. Kaitan nagari Batuhampar dengan Bung Hatta karena Batuhampar adalah kampung halaman ayahnya, Muhammad Djamil. 

Muhammad Djamil adalah anak dari Syekh Abdurrahman yang dikenal dengan nama Syekh Batuhampar. Syekh Batuhampar adalah ulama yang sangat dihormati dan juga guru Tarekat Naqsabandiyah. 

Murid beliau tersebar mulai dari Jambi, Palembang, Bengkulu hingga Semenanjung Malaya. Tentang kakeknya Bung Hatta menulis, "Saya tak pernah bertemu dengan kakekku, sebab sebelum saya lahir beliau sudah berpulang ke Rahmatullah. Beliau digantikan oleh anak (laki-laki) tertua Haji Arsad sebagai Syekh Batuhampar." Haji Arsyad itulah yang sering membawa Bung Hatta ketika kecil ke Batuhampar.

Ketika bersekolah Bung Hatta dapat dikatakan murid yang cerdas. Beliau masuk Sekolah Rakyat dan menikmati kelas satu hanya sebentar lalu masuk ke kelas dua. 

Kelas yang sama dengan kakaknya, Rafi'ah. Bung Hatta juga belajar Bahasa Belanda dengan Mr.Jansen. Dua tahun di Sekolah Rakyat, Bung Hatta kemudian pindah ke Sekolah Belanda, ELS (Europese Lagere School). Mulanya ia tidak setuju karena telah merasa cocok dengan teman-temannya di Sekolah Rakyat. Atas bujukan Mr.Jansen dan Paman Saleh, akhirnya Bung Hatta mau juga pindah ke ELS. Tidak banyak anak bumiputra yang belajar di ELS. Yang dapat belajar di ELS adalah anak pegawai pemerintah Hindia Belanda dan orang kaya saja. Di ELS, Hatta diterima di kelas dua. Pagi hari Bung Hatta belajar di ELS, sorenya belajar bahasa Belanda, sesudah maghrib belajar mengaji di surau. Bung Hatta menamatkan pendidikan di ELS pada tahun 1916 di Kota Padang.

Ketika remaja Bung Hatta berkeinginan untuk masuk HBS (Hogere Burger School) di Jakarta. Akan tetapi ibunya tidak menyetujui karena ibunya khawatir Bung Hatta nantinya terpengaruh pergaulan kota besae dan lupa dengan agamanya. 

Mulanya Hatta tidak mau masuk MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) di Padang. Ia serius ingin melanjutkan sekolah di HBS di Jakarta. Sampai akhirnya ia memutuskan untuk memilih bekerja saja ketimbang sekolah. Tapi pamannya membujuk agar Bung Hatta menuruti ibunya untuk melanjutkan sekolah ke MULO, ia pun menurut. 

Di MULO, Hatta mendapat pelajaran sejarah tentang nilai-nilai kebangsaan. Pada tahun 1918, Bung Hatta berkenalan dengan Nazir Datuk Pamontjak alumni HBS yang datang dari Jakarta. 

Dalam kesempatan tersebut diadakan acara Rapat dengan para pelajar sekolah menengah di Padang dan Bukittinggi. Rapat tersebut berlangsung dengan baik atas bantuan Engku Taher Marah Sutan (Sekretaris Sarekat Usaha). Pada rapat itu, Nazir Datuk Pamontjak menyadarkan pelajar Sumatera pentingnya wadah pemersatu bagi pemuda Sumatera Barat.

Di Padang, Bung Hatta belajar agama dengan Haji Abdullah Ahmad. Abdullah Ahmad merupakan guru agama di sekolah yang didirikan oleh Sarekat Usaha. Dari situlah Bung Hatta mengenal Sarekat Usaha dan mengenal Engku Thaher Marah Sutan (sekretaris Sarekat Usaha). Bung Hatta mulai mengenal surat kabar Utusan Hindia yang dipimpin Abdul Muis. Abdul Muis adalah tokoh panutan Bung Hatta. Abdul Muis layak disebut sebagai singa podium karena pidatonya yang memukau khalayak. 

Sejak menyaksikan pidato politik Abdul Muis, Bung Hatta mulai mengenal dan tertarik pada dunia politik. Setelah lulus dari MULO, beliau melanjutkan pendidikan ke Batavia di Sekolah Tinggi Dagang Prins Hendrik School pada tahun 1919.

Setamat sekolah di Padang, pertengahan Juni 1919, Hatta berangkat ke Betawi. Di sanalah untuk pertama kalinya dia bertemu dengan Mak Etek Ayub, pamannya. Suatu sore di akhir Agustus 1919, Hatta mendatangi kantor Mak Etek Ayub di kawasan Patekoan. Saat itulah, Ayub menyatakan akan membiayai Hatta selama di Jakarta. Uang sekolah dan belanja harian Bung Hatta ditanggung oleh Mak Etek Ayub. Mak Etek Ayub memberikan uang belanja sebesar 75 Gulden perbulan. Uang kiriman dari keluarga di kampung disimpan di Bank Tabungan Pos. 

Mak Etek Ayub pula yang memperkenalkan Hatta pada buku. Suatu sore di akhir Agustus, Mak Etek Ayub membawa Bung Hatta ke toko buku di kawasan Harmonie. Ia membeli tiga buku tentang sosial dan ekonomi yaitu Staathuishoudkunde karangan N.G. Pierson, De Socialisten yang disusun H.P. Quack, dan Het Jaar 2000 yang ditulis Belamy. Buku-buku tersebut dapat dikatakan sebagai dasar perpustakaan pribadi Bung Hatta. Lulus dari Sekolah Tinggi Dagang Prins Hendrik atau Prinshendrick School pada 1921, Hatta pergi ke Rotterdam untuk belajar ilmu bisnis di Nederland Handelshogeschool, Belanda.

Di Belanda, Bung Hatta menetap selama 11 (sebelas) tahun. Bung Hatta menerima beasiswa Van Deventer Stichting. Bung Hatta juga gemar menulis. Tulisannya dimuat di Surat Kabar Neraca dan mendapatkan honor tulisan sebesar 50 Gulden. Sambil kuliah Bung Hatta aktif dalam organisasi Indische Vereeniging. Indische Vereeninging ini kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia. Pada kepengurusan baru 1924, organisasi ini dengan tegas menyatakan non koperasi yakni menolak kerjasama dengan Belanda untuk mencapai tujuan Indonesia Merdeka. Dalam tahun itu juga Perhimpunan Indonesia menerbitkan bunga rampai peringatan Gedenkboek Indonesische Vereeniging 1908-1923. Bung Hatta menyumbang satu tulisan yang berjudul Indonesia ditengah-tengah Revolusi Asia. Tulisan Bung Hatta itu memicu kehebohan di Belanda. Pers Belanda mengkritik bahwa pelajar Hindia Belanda telah dihinggapi semangat revolusioner yang susah dieleminasi.

Pada tahun 1932, Bung Hatta kembali ke Indonesia. Sebelumnya untuk mencapai gelar doktoral, beliau telah berhutang untuk mendapatkan beasiswa kepada Mr.Van Leeuwen. Kesepakatan antara Bung Hatta dengan Mr.Van Leeuwen bahwa beasiswa yang berupa pinjaman itu dibayar dengan cara angsuran setelah pulang ke Indonesia. 

Bung Hatta bermaksud melunaskan beasiswanya tersebut. Pendapatnya dari honor surat kabar tidak mencukupi dan beliau juga disibukkan dengan pergerakan kemerdekaan. Bung Hatta sempat meminjam uang ke firma Djohar Djohor sebesar 6000 Gulden namun ketika sedang merundingkan hal tersebut beliau ditangkap. Tak lama kemudia Beliau diasingkan ke Boven Digul lalu ke Banda Neira.  

Diasingkan ke Boven Digul dan Banda Neira adalah hal yang menakutkan bagi aktivis gerakan kemerdekaan masa itu. Namun bagi Bung Hatta tidak ada ketakutan itu dapat dia hilangkan dengan membunuh rasa sepi. Bung Hatta membunuh rasa sepinya dengan cara bercocok tanam dan mengadakan kursus-kursus untu para tahanan seperti kursus filsafat, sejarah dan ekonomi (Wicaksana, 2018).

Bung Hatta adalah seorang bibliophilia (pecinta buku) yang juga memiliki kebiasaan membaca. Wajar istilah kutu buku melekat pada Beliau. Sejak umur 16 tahun sudah mengoleksi buku ketika masih belajar di Prins Hendrikschool, Batavia. Bahkan, selama 11 tahun di Negeri Belanda, Bung Hatta sudah memiliki buku sekitar 8.000 judul. Hebatnya lagi, mahar perkawinan Bung Hatta kepada ibu Siti Rahmiati Hatta adalah buku Alam Pikiran Yunani yang beliau tulis dengan tulisan tangannya sendiri. Diriwayatkan ketika wafat bpada tahun 1980, beliau meninggalkan 30.000 buku sebagai warisannya yang termahal (Zulkifli, Hidayat, Maksum : 2010).

Seumur hidupnya Bung Hatta memiliki 800 karya yang berbentuk artikel surat kabar, buku, esai, makalah dan pidato. Tulisan Bung Hatta tidak hanya berkisar gagasan tentang ekonomi dan keuangan, akan tetapi juga filsafat, kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan agama serta politik kenegaraan. Karya Bung Hatta yang paling monumental berjudul Ke Arah Indonesia Merdeka yang diterbitkan pada tahun 1931 dalam Koran Daulat Ra'jat. 

Artikel yang diterbitkan dalam surat kabar yang dikelola oleh sebuah organisasi pergerakan nasional bernama Pendidikan Nasional Indonesia -- Baru (PNI-Baru). Akibat tulisan ini, Bung Hatta dianggap radikal oleh pemerintah kolonial Hindia-Belanda. Artikel yang  berjudul Ke Arah Indonesia Merdeka merupakan sumber literasi kemerdekan bangsa Indonesia. Masyarakat Indonesia yang terjajah perlu memahami hakikat kemerdekaan.

Bung Hatta tengah menulis (Sumber: sohib.indonesiabaik.id)
Bung Hatta tengah menulis (Sumber: sohib.indonesiabaik.id)

Secara garis besar, artikel tersebut ingin menyuarakan bahwa rakyat harus bergerak memerdekakan diri dan tidak bergantung pada cendekiawan atau tokoh petinggi negeri saja. Hakikat yang terkandung dalam tulisan Bung Hatta itu adalah bahwa rakyat harus dapat berdaulat atas dirinya sendiri. Ini menjadi sumber semangat bagi seluruh lapisan masyarakat kolonial untuk bergerak aktif dalam memperjuangkan nasib mereka sebagai sebuah bangsa yang mandiri, dan tidak lagi sekadar menyerahkan keputusan kepada segelintir orang yang dianggap mumpuni seperti cendekiawan. Nilai-nilai lain yang terkandung dalam tulisan ini antara lain adalah demokrasi, musyarawah dalam mufakat, dan rasa kerakyatan.

Apa yang disampaikan Bung Hatta baik melalui artikel, buku dan pidatonya kepada rakyat Indonesia adalah upaya agar rakyat Indonesia yang terjajah itu melek literasi khususnya literasi kemerdekaan. Literasi kemerdekaan bermakna perlunya mencapai kemerdekaan itu dengan persatuan dan kesatuan yang didasari perasaan senasib dan sepenanggungan sebagai sebuah nation. Selanjutnya yang pentng dipersiapkan paska kemerdekaan adalah pendidikan dan pembangunan ekonomi yang berlandaskan kepentingan rakyat Indonesia. 

Bung Hatta (1954) menyatakan bahwa pendidikan utamanya membentuk karakter, sementara pengajaran memberikan pengetahuan yang dapat dipergunakan dengan baik oleh anak-anak yang mempunyai karakter. Pendidikan letaknya dimuka, pengajaran mengikut di belakang. Bung Hatta lebih menekankan konsep pendidikan kejuruan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Adanya sekolah Kejuruan ini, antara murid dan masyarakat sama-sama mendapat keuntungan. 

Murid dapat memperoleh pengetahuan dan keterampilan sehingga dapat dipergunakan sebagai dasar penghidupannya. Masyarakat memperoleh tenaga-tenaga terampil yang telah insaf dengan semangat kerja-kreatif untuk melangsungkan proses pembangunan (Fuady, 2020). Pembangunan ekonomi paska kemerdekaan bagi Bung Hatta lebih menekankan pada konsep ekonomi kerakyatan. Ekonomi kerakyatan lebih menitikberatkan pada kemakmuran rakyat dengan meningkatkan taraf hidupnya. Oleh karena itu koperasi perlu didirikan untuk meningkatkan taraf hidup rakyat Indonesia.

Literasi kemerdekaan yang diperkenalkan Bung Hatta melalui artikel, buku dan pidatonya adalah konsep yang terarah tentang masa depan suatu bangsa. Pendidikan dan pembangunan ekonomi kerakyatan merupakan hal yang penting bagi kemajuan bangsa Indonesia. Pemikiran Bung Hatta masih sangat relevan untuk dipraktekkan di era disrupsi saat ini. Bung Hatta adalah manusia yang pemikirannya melampaui zaman.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun