Mohon tunggu...
ISWADI SYAHRIAL NUPIN
ISWADI SYAHRIAL NUPIN Mohon Tunggu... Pustakawan - PUSTAKAWAN MUDA / FINALIS LOMBA PUSTAKAWAN BERPRESTASI TINGKAT NASIONAL 2024 / UNIVERSITAS ANDALAS

Saya memiliki hobi membaca, menulis, bermain catur, traveling dan kuliner serta ngopi. Saya orang yang ekstrovert. Mudah akrab dengan siapa pun. Konten Favorit saya berkaitan dengan Pustakawan, Kepustakawanan dan Literasi serta sosial budaya dan juga keagamaan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Figur Bung Hatta sebagai Tokoh Literasi Kemerdekaan Indonesia

12 Juni 2023   13:40 Diperbarui: 12 Juni 2023   13:47 503
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bung Hatta dan Perpustakaan Pribadinya (Sumber: ekonomi.bunghatta.ac.id)

Di Padang, Bung Hatta belajar agama dengan Haji Abdullah Ahmad. Abdullah Ahmad merupakan guru agama di sekolah yang didirikan oleh Sarekat Usaha. Dari situlah Bung Hatta mengenal Sarekat Usaha dan mengenal Engku Thaher Marah Sutan (sekretaris Sarekat Usaha). Bung Hatta mulai mengenal surat kabar Utusan Hindia yang dipimpin Abdul Muis. Abdul Muis adalah tokoh panutan Bung Hatta. Abdul Muis layak disebut sebagai singa podium karena pidatonya yang memukau khalayak. 

Sejak menyaksikan pidato politik Abdul Muis, Bung Hatta mulai mengenal dan tertarik pada dunia politik. Setelah lulus dari MULO, beliau melanjutkan pendidikan ke Batavia di Sekolah Tinggi Dagang Prins Hendrik School pada tahun 1919.

Setamat sekolah di Padang, pertengahan Juni 1919, Hatta berangkat ke Betawi. Di sanalah untuk pertama kalinya dia bertemu dengan Mak Etek Ayub, pamannya. Suatu sore di akhir Agustus 1919, Hatta mendatangi kantor Mak Etek Ayub di kawasan Patekoan. Saat itulah, Ayub menyatakan akan membiayai Hatta selama di Jakarta. Uang sekolah dan belanja harian Bung Hatta ditanggung oleh Mak Etek Ayub. Mak Etek Ayub memberikan uang belanja sebesar 75 Gulden perbulan. Uang kiriman dari keluarga di kampung disimpan di Bank Tabungan Pos. 

Mak Etek Ayub pula yang memperkenalkan Hatta pada buku. Suatu sore di akhir Agustus, Mak Etek Ayub membawa Bung Hatta ke toko buku di kawasan Harmonie. Ia membeli tiga buku tentang sosial dan ekonomi yaitu Staathuishoudkunde karangan N.G. Pierson, De Socialisten yang disusun H.P. Quack, dan Het Jaar 2000 yang ditulis Belamy. Buku-buku tersebut dapat dikatakan sebagai dasar perpustakaan pribadi Bung Hatta. Lulus dari Sekolah Tinggi Dagang Prins Hendrik atau Prinshendrick School pada 1921, Hatta pergi ke Rotterdam untuk belajar ilmu bisnis di Nederland Handelshogeschool, Belanda.

Di Belanda, Bung Hatta menetap selama 11 (sebelas) tahun. Bung Hatta menerima beasiswa Van Deventer Stichting. Bung Hatta juga gemar menulis. Tulisannya dimuat di Surat Kabar Neraca dan mendapatkan honor tulisan sebesar 50 Gulden. Sambil kuliah Bung Hatta aktif dalam organisasi Indische Vereeniging. Indische Vereeninging ini kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia. Pada kepengurusan baru 1924, organisasi ini dengan tegas menyatakan non koperasi yakni menolak kerjasama dengan Belanda untuk mencapai tujuan Indonesia Merdeka. Dalam tahun itu juga Perhimpunan Indonesia menerbitkan bunga rampai peringatan Gedenkboek Indonesische Vereeniging 1908-1923. Bung Hatta menyumbang satu tulisan yang berjudul Indonesia ditengah-tengah Revolusi Asia. Tulisan Bung Hatta itu memicu kehebohan di Belanda. Pers Belanda mengkritik bahwa pelajar Hindia Belanda telah dihinggapi semangat revolusioner yang susah dieleminasi.

Pada tahun 1932, Bung Hatta kembali ke Indonesia. Sebelumnya untuk mencapai gelar doktoral, beliau telah berhutang untuk mendapatkan beasiswa kepada Mr.Van Leeuwen. Kesepakatan antara Bung Hatta dengan Mr.Van Leeuwen bahwa beasiswa yang berupa pinjaman itu dibayar dengan cara angsuran setelah pulang ke Indonesia. 

Bung Hatta bermaksud melunaskan beasiswanya tersebut. Pendapatnya dari honor surat kabar tidak mencukupi dan beliau juga disibukkan dengan pergerakan kemerdekaan. Bung Hatta sempat meminjam uang ke firma Djohar Djohor sebesar 6000 Gulden namun ketika sedang merundingkan hal tersebut beliau ditangkap. Tak lama kemudia Beliau diasingkan ke Boven Digul lalu ke Banda Neira.  

Diasingkan ke Boven Digul dan Banda Neira adalah hal yang menakutkan bagi aktivis gerakan kemerdekaan masa itu. Namun bagi Bung Hatta tidak ada ketakutan itu dapat dia hilangkan dengan membunuh rasa sepi. Bung Hatta membunuh rasa sepinya dengan cara bercocok tanam dan mengadakan kursus-kursus untu para tahanan seperti kursus filsafat, sejarah dan ekonomi (Wicaksana, 2018).

Bung Hatta dan Perpustakaan Pribadinya (Sumber: ekonomi.bunghatta.ac.id)
Bung Hatta dan Perpustakaan Pribadinya (Sumber: ekonomi.bunghatta.ac.id)

Bung Hatta adalah seorang bibliophilia (pecinta buku) yang juga memiliki kebiasaan membaca. Wajar istilah kutu buku melekat pada Beliau. Sejak umur 16 tahun sudah mengoleksi buku ketika masih belajar di Prins Hendrikschool, Batavia. Bahkan, selama 11 tahun di Negeri Belanda, Bung Hatta sudah memiliki buku sekitar 8.000 judul. Hebatnya lagi, mahar perkawinan Bung Hatta kepada ibu Siti Rahmiati Hatta adalah buku Alam Pikiran Yunani yang beliau tulis dengan tulisan tangannya sendiri. Diriwayatkan ketika wafat bpada tahun 1980, beliau meninggalkan 30.000 buku sebagai warisannya yang termahal (Zulkifli, Hidayat, Maksum : 2010).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun