B.1. Manusia Merdeka: Berdaya dalam Memilih (Teori Pilihan)
Ki Hadjar Dewantara menekankan bahwa pendidikan harus memunculkan manusia merdeka yang bertanggung jawab dalam memilih jalan kodratnya. Sebagai anggota masyarakat, kita berkontribusi dalam berbagai lingkungan.Â
William Glasser menyoroti teori pilihan, menyatakan bahwa perilaku manusia adalah hasil dari pilihan mereka sendiri. Kita perlu terus berlatih untuk fokus pada saat ini, menghindari kebiasaan buruk, dan peduli pada orang lain.Â
Kesadaran ini memperkuat kemampuan kita dalam memilih dengan bijaksana. Dengan begitu, kita dapat membangun hubungan yang harmonis dan mencapai keselamatan serta kebahagiaan.
Aksioma1 terkait "pilihan" (Glasser, 1998)
Glasser (1998) menegaskan aksioma terkait pilihan untuk meredefinisi "diri kita yang merdeka":
1. Hanya diri kita yang dapat kita kendalikan.
2. Kita hanya bisa memberikan informasi kepada orang lain.
3. Masalah psikologis berakar dari hubungan.
4. Masalah relasi hadir dalam kehidupan saat ini.
5. Masa lalu memengaruhi, tapi kita fokus pada kebutuhan dan rencana masa depan.
6. Kebutuhan dipenuhi sesuai gambaran realitas dalam pikiran kita.
7. Setiap tindakan adalah perilaku.
8. Perilaku terdiri dari tindakan, pemikiran, perasaan, dan fisiologis.
9. Perilaku adalah hasil pilihan, dengan kontrol atas tindakan dan pemikiran.
10. Fokus pada tindakan yang dapat diambil, bukan menjadi korban keadaan.
B.2. Manusia Merdeka: Termotivasi dari Dalam (Motivasi Intrinsik)
Dalam UU RI No. 20/2003, pendidikan dirumuskan sebagai pembentukan potensi anak dari dalam. Teori determinasi diri oleh Ryan dan Deci menekankan pentingnya motivasi intrinsik.Â
Pendidik harus menciptakan lingkungan belajar yang memperkuat rasa kompeten, saling terhubung, dan otonomi anak. Anak perlu merasakan hal ini secara pribadi dan mendalam.
"Merasa" menjadi kunci, menunjukkan perlunya pengalaman yang memperkuat emosi anak. Oleh karena itu, pendidik harus berupaya memperkuat diri untuk membangun motivasi intrinsik anak dalam menentukan jalan hidupnya.