Sebagai gantinya, ia memilih untuk menerapkan konsep Segitiga Restitusi, sebuah pendekatan yang melibatkan ketiga pihak yang terlibat, yaitu guru, siswa, dan masyarakat, dalam menyelesaikan masalah disiplin.
Setiap kali ada pelanggaran, Ibu Siti tidak langsung memberikan sanksi atau hukuman. Sebaliknya, ia mengundang siswa untuk berbicara dan berbagi alasan di balik perilaku mereka.Â
Ia memberikan ruang bagi siswa untuk menyampaikan pendapat mereka, sehingga siswa merasa didengar dan dihargai. Setelah mendengarkan, Ibu Siti membantu siswa merancang rencana restitusi untuk memperbaiki dampak dari tindakan mereka.
Penerapan Segitiga Restitusi oleh Ibu Siti juga melibatkan orang tua siswa. Ia mengundang mereka untuk ikut berpartisipasi dalam proses penyelesaian masalah dan bersama-sama merancang solusi yang dapat mendukung perkembangan positif anak mereka.Â
Melibatkan orang tua sebagai mitra dalam mendidik siswa membantu menciptakan konsistensi antara lingkungan di sekolah dan di rumah.
Hasil dari pendekatan ini tidak hanya terlihat dalam perubahan perilaku siswa, tetapi juga dalam atmosfer keseluruhan di sekolah. Siswa merasa lebih bertanggung jawab terhadap tindakan mereka, dan hubungan antara guru, siswa, dan orang tua menjadi lebih terbuka dan saling mendukung.Â
Ibu Siti membuktikan bahwa melalui pendekatan Segitiga Restitusi dalam Disiplin Positif, kita dapat menciptakan lingkungan belajar yang lebih membangun, peduli, dan berfokus pada pertumbuhan positif siswa.
Disiplin Positif
Disiplin positif merupakan konsep yang fokus pada pengembangan disiplin dengan menggabungkan ketegasan, penghargaan terhadap pertumbuhan emosional, dan motivasi internal.Â
Ini mencakup kemampuan mengontrol diri, mematuhi aturan, dan menanggung tanggung jawab secara konsisten, membawa nilai tinggi dalam berbagai aspek kehidupan seperti pendidikan, pekerjaan, kesehatan, dan hubungan sosial.