Mohon tunggu...
Isur Suryati
Isur Suryati Mohon Tunggu... Guru - Menulis adalah mental healing terbaik

Mengajar di SMPN 1 Sumedang, tertarik dengan dunia kepenulisan. Ibu dari tiga anak. Menerbitkan kumpulan cerita pendek berbahasa Sunda berjudul 'Mushap Beureum Ati' (Mushap Merah Hati) pada tahun 2021. Selalu bahagia, bugar dan berkelimpahan rejeki. Itulah motto rasa syukur saya setiap hari.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Eksplorasi Konsep Modul 2.3-2.3 Kompetensi Inti Coaching dan TIRTA sebagai Alur Percakapan Coaching

20 November 2023   19:14 Diperbarui: 20 November 2023   19:34 24935
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selamat datang dalam catatan tugas saya yang berjudul Eksplorasi Konsep Modul 2.3-2.3 Kompetensi Inti Coaching dan TIRTA sebagai Alur Percakapan Coaching! Dalam artikel ini, kita akan merambah dunia Kompetensi Inti Coaching dan menjelajahi TIRTA sebagai alur percakapan yang memikat. Mari kita gali lebih dalam untuk memahami esensi coaching dan bagaimana TIRTA, yang terinspirasi oleh model GROW, menjadi panduan penuh makna dalam mendampingi dan mengembangkan diri."

2.3.1 Kompetensi Inti Coaching


Calon Guru Penggerak perlu memahami dan menerapkan 3 kompetensi inti coaching: Kehadiran Penuh, Mendengarkan Aktif, dan Mengajukan Pertanyaan Berbobot. Ini penting dalam percakapan coaching dengan rekan sejawat di sekolah. Dengan fokus pada prinsip-prinsip ICF, guru dapat membangun keterampilan coaching yang efektif untuk mendukung pengembangan profesional dan pribadi mereka sendiri serta rekan sejawat. Dalam konteks Pendidikan Guru Penggerak, penerapan dan latihan berkelanjutan dari kompetensi inti ini akan membantu menciptakan lingkungan pendidikan yang lebih kolaboratif dan mendukung pertumbuhan bersama.

Kehadiran Penuh/Presence

Kehadiran penuh adalah kemampuan untuk hadir sepenuhnya dalam percakapan coaching, menciptakan keselarasan pikiran, hati, dan badan. Ini melibatkan kesadaran diri yang mendukung paradigma berpikir dan kompetensi lain. Melatih kehadiran penuh membantu kita fokus, bersikap terbuka, sabar, dan ingin tahu terhadap coachee. Latihan seperti STOP dan Mindful Listening bermanfaat, namun setiap orang memiliki cara yang unik untuk menghadirkan kehadiran penuh. Temukan metode yang efektif dan terus latih diri sebelum dan selama coaching untuk mencapai hasil yang optimal.

Pertanyaan Refleksi

1. Tuliskan pengalaman Bapak/Ibu saat berhasil menghadirkan fokus selama melakukan percakapan dengan seseorang
2. Apa hal-hal yang biasanya dilakukan untuk menghadirkan fokus sebelum dan selama berkegiatan?
3. Tuliskan pengalaman Bapak/Ibu saat hilang fokus di saat sedang melakukan  percakapan dengan seseorang? a. Apa yang biasanya menyebabkan hilangnya fokus? b. Apa yang dilakukan untuk mengembalikan fokus?

Jawaban Saya:

1. Sebagai seorang guru, pengalaman paling berkesan bagi saya adalah saat berhasil membantu murid memahami dan mengaplikasikan materi pembelajaran. Kesuksesan ini memberikan kepuasan besar dalam menghadirkan fokus selama percakapan dengan murid.

2. Sebelum dan selama berkegiatan, langkah-langkah untuk menghadirkan fokus melibatkan menghindari gangguan seperti ponsel atau televisi, mendengarkan dengan aktif, dan fokus pada isi pesan. Menyiapkan diri secara fisik dan mental juga penting. Pengalaman kehilangan fokus dapat diatasi dengan berkomunikasi efektif, mendengarkan aktif, dan memberikan respons yang relevan. Kesadaran terhadap gangguan, keterlibatan dalam mendengarkan, dan fokus pada pesan menjadi kunci dalam menjaga konsentrasi.

3. Saya sering mengalami kesulitan mempertahankan fokus saat berbicara dengan orang lain. a. Hal ini dapat disebabkan oleh kurangnya minat pada topik, pikiran yang berlebihan, dan lingkungan yang tidak mendukung. b. Untuk mengembalikan fokus, saya melakukan langkah-langkah seperti mendengarkan dengan respons positif, meminta waktu jeda, menyelesaikan kepentingan mendesak, atau mencari lingkungan yang lebih kondusif. Dengan mengidentifikasi penyebabnya dan mengambil tindakan yang tepat, pengalaman kehilangan fokus dapat diatasi melalui komunikasi efektif dan penyesuaian lingkungan.

Mendengarkan Aktif

Keterampilan mendengarkan aktif, atau menyimak, menjadi kunci dalam coaching. Seorang coach yang efektif memberikan perhatian lebih pada coachee daripada bicara. Dalam percakapan coaching, fokus utama adalah coachee, dan seorang coach harus mengesampingkan agenda pribadi serta penilaian terhadap coachee. Mendengarkan aktif melibatkan menangkap kata kunci, yang sering mengandung makna mendalam. Kata kunci bisa diidentifikasi melalui intonasi, pengulangan, metafora, atau kata-kata unik. Latihan mendengarkan aktif membantu coach memahami makna yang tidak terucapkan dan mendukung coachee untuk mengatasi situasinya dengan lebih baik.

Asumsi 

Asumsi adalah anggapan tentang suatu situasi yang belum tentu benar. Contohnya, saat coachee menyebutkan "buntu," kita memiliki gambaran sendiri. Penting untuk menyadari asumsi, mengkonfirmasinya kepada coachee, seperti, "Buntu yang seperti apa yang dimaksud, bisa diceritakan?"

Melabel/Judgement

Label atau penilaian terhadap seseorang dapat terjadi sebelum dan selama coaching. Sebelumnya, kita mungkin telah memberikan label seperti "vokal" atau "irit bicara" kepada rekan yang akan di-coach. Penting untuk menghilangkan pikiran tersebut sebelum dan selama coaching agar tidak memengaruhi pandangan kita. Jika penilaian muncul saat coaching, fokus kita harus kembali pada coachee, menghindari penilaian yang tidak relevan. Jika perlu menyampaikan penilaian, lakukan dengan hati-hati, seperti, "Dari ceritamu, terasa ada antusiasme. Apakah itu benar?" Tujuannya adalah memberikan coachee ruang untuk menilai dirinya sendiri.

Asosiasi

Ketika coachee menceritakan pengalaman, potensi asosiasi muncul saat kita terhubung dengan pengalaman pribadi kita. Asosiasi bisa mengarahkan percakapan ke pengalaman kita, termanifestasi dalam pertanyaan mengarah atau dorongan untuk menasehati. Penting untuk menyadari asosiasi ini dan kembali fokus kepada coachee, ingat bahwa percakapan adalah tentang mereka, bukan pengalaman kita. Asosiasi juga dapat membawa kita terbawa emosi coachee. Saat itu, kita perlu melepaskan diri dari emosi tersebut, kembali ke netralitas, sehingga tetap menjadi rekan berpikir dalam coaching.

Pertanyaan Refleksi dan Pengalaman Berada di 3 Situasi di atas:


1. Tuliskan pengalaman Anda pada saat berbicara dengan orang kemudian Anda merasa di-label/dinilai oleh orang tersebut. a. Apa yang Anda rasakan/pikirkan pada saat mendengarkan itu? b. Apa yang Anda lakukan setelah mendengarkannya?

Jawaban saya:

Sebagai seorang guru, pernah saya alami saat merasa di-label atau dinilai oleh seseorang yang saya ajak bicara. Meski awalnya terasa khawatir dan tidak nyaman, saya tetap tenang dan mendengarkan dengan baik. Setelah introspeksi diri, saya mempertimbangkan kebenaran dalam penilaian tersebut, memilih saran yang sesuai, dan merenung untuk perbaiki cara berbicara. Pengalaman ini mengajarkan saya pentingnya mendengarkan dengan tenang, merespons secara konstruktif, dan melakukan introspeksi untuk pertumbuhan pribadi. Meskipun tidak semua penilaian sesuai harapan, pengalaman ini membantu saya menjadi lebih baik di masa depan.

2. Tuliskan pengalaman Anda pada saat berbicara dengan orang kemudian Anda merasa/berpikir kalau orang tersebut salah mengartikan apa yang Anda sampaikan tanpa mengonfirmasinya terlebih dahulu .
a. Apa yang Anda rasakan/pikirkan pada saat mendengarkan itu?
b. Apa yang Anda lakukan setelah mendengarkannya?

Jawaban Saya:

Saat menyadari adanya potensi kesalahpahaman terhadap pesan yang disampaikan, saya merasa khawatir dan berupaya memastikan pemahaman yang benar. Saya menjelaskan kembali atau memberikan klarifikasi agar tidak ada penafsiran yang keliru. Ketika menerima penilaian atau tanggapan, saya tetap tenang dan memberikan respons dengan hati-hati, menjelaskan dengan lebih jelas untuk memastikan pemahaman yang baik. Saya berkomitmen untuk menjaga komunikasi agar berjalan lancar dan mencegah kesalahpahaman berlarut-larut. Upaya ini bertujuan untuk memastikan pesan saya dipahami dengan benar tanpa menimbulkan kebingungan.

3. Tuliskan pengalaman Anda pada saat berbicara dengan orang kemudian orang tersebut balik bercerita tentang pengalamannya/menasehati atau memberi saran berdasarkan pengalaman dia, tanpa Anda minta.
a. Apa yang Anda rasakan/pikirkan pada saat mendengarkan itu?
b. Apa yang Anda lakukan setelah mendengarkannya?


Jawaban saya:

Saya pernah mengalami situasi di mana saat berbicara dengan seseorang, orang tersebut tiba-tiba bercerita tentang pengalamannya dan memberi saran tanpa diminta. Pada saat mendengarkan itu, saya merasa dihargai karena orang tersebut berbagi pengalaman secara sukarela. Pikiran saya cenderung terbuka untuk menerima wawasan baru. Setelah mendengarkan, saya akan mengungkapkan terima kasih atas cerita dan saran yang diberikan. Saya kemudian mencoba meresapi dan mencari nilai positif yang dapat diterapkan dalam konteks pembelajaran atau pengajaran. Ini memberikan peluang untuk pertumbuhan pribadi dan profesional.

Mengajukan pertanyaan berbobot


Dalam percakapan coaching, keterampilan mengajukan pertanyaan berbobot memegang peran penting. Pertanyaan ini dirancang untuk merangsang pemikiran coachee, memunculkan pemikiran baru, dan menggali nilai serta emosinya. Ciri-ciri pertanyaan berbobot melibatkan hasil mendengarkan aktif, membantu coachee merenung, bersifat terbuka dan eksploratif, serta diajukan pada waktu yang tepat. Kiat-kiatnya melibatkan merangkum pernyataan coachee, menggunakan kata tanya terbuka, menghindari kata "mengapa," bertanya satu per satu, memberikan jeda setelah coachee berbicara, dan menggunakan nada suara positif yang memberdayakan. Pertanyaan berbobot membimbing coachee ke pemahaman mendalam, memfasilitasi refleksi, dan mendorong tindakan pengembangan diri.

Kegiatan Refleksi

Bayangkan Anda berada di empat situasi di bawah ini:

Anda tidak dapat memenuhi target pekerjaan, lalu kepala sekolah/rekan kerja Anda mengajukan pertanyaan berikut:
Mengapa target tidak tercapai?
Kelihatannya Anda tidak merencanakannya dengan baik ya?
Memangnya Anda tidak mencoba cara A, B, C, D?
Apakah tidak diperhitungkan sebelumnya bahwa ini tidak akan terpenuhi?
Anda sedang bingung bagaimana mengimplementasikan apa yang Anda pelajari dalam 10 hari ini. Lalu, Anda menghubungi instruktur Anda, dan ini yang ia tanyakan:
Apakah Anda mengerjakan semua tugas selama 10 hari?
Apakah setiap ada sesi sinkronus Anda hadir? (saat Anda selesai menjawab, ia melanjutkan?) Betul?
Mengapa Anda bisa bingung kalau Anda hadir terus?
Apakah Anda tidak mencoba mencari tahu saat di kelas?
Anda tidak memahami suatu materi pelatihan, lalu meminta rekan Anda menjelaskan. Lalu ini yang ia tanyakan:
Kenapa Anda tidak mengerti?
Apa Anda tidak memperhatikan saat dijelaskan di depan?
 Coba rasakan Anda ditanya seperti ini:
Sudah berapa lama Anda berada di posisi ini?
Apa tanggung jawab utama Anda?
Anda ingin "A" atau "B"?
Apakah tugasnya sudah diselesaikan?
Dia berbakat atau tidak?
 
Dari empat situasi di atas, jawablah pertanyaan berikut ini:

Apa yang terjadi dalam diri Anda pada saat ditanya dengan pertanyaan-pertanyaan seperti di atas?
Apa yang Anda pikirkan?
Apa yang Anda rasakan?
Apa respon Anda?

Jawaban saya:


Dalam konteks tersebut, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dapat menciptakan perasaan tidak nyaman dan khawatir, terkadang memunculkan rasa di-label atau dinilai. Saya mungkin merasa terganggu atau merasa pertanyaan tersebut mencerminkan ketidakpercayaan pada kemampuan saya. Fokus pikiran saya dapat terarah pada keinginan untuk menjelaskan atau membela diri, serta memastikan pemahaman situasi. Setelah mendengarkan pertanyaan-pertanyaan tersebut, saya akan tetap tenang, memberikan jawaban jelas dan rasional, menjelaskan situasi sebenarnya, memberikan klarifikasi, dan memastikan pemahaman. Upaya juga dilakukan untuk meningkatkan cara berkomunikasi dan menjaga kelancaran komunikasi tanpa kesalahpahaman.

Mendengarkan dengan Rasa

Mendengarkan dengan RASA adalah pendekatan yang melibatkan akronim R (Terima), A (Apresiasi), S (Merangkum), dan A (Tanya). Ini memerlukan menerima informasi, memberikan apresiasi dengan respons yang tepat, merangkum dengan menggunakan kata kunci, dan mengajukan pertanyaan yang mendalam berdasarkan pemahaman. Latihan dilakukan dengan mengajukan pertanyaan berbobot, hasil dari mendengarkan dan merangkum. Pertanyaan harus terbuka, memperdalam pemahaman coachee, dan menggunakan kata kunci atau emosi yang sudah dikonfirmasi. Pendekatan ini membantu menciptakan komunikasi yang efektif dalam konteks coaching.

2.3.2 Percakapan Berbasis Coaching dengan Alur TIRTA

Percakapan perencanaan dapat terjadi sebelum coachee memulai kegiatan atau tugas, serta sebelum memulai pendampingan jangka pendek. Fokusnya adalah merencanakan pengembangan yang diinginkan. Percakapan pemecahan masalah terjadi ketika coachee menghadapi kesulitan atau krisis, mencari bantuan. Percakapan refleksi terjadi setelah aktivitas atau penyelesaian tugas, saat coachee ingin merefleksikan diri. Percakapan kalibrasi terjadi ketika coachee menilai kinerja atau perkembangannya berdasarkan standar dan melakukan penyesuaian rencana. Ini membentuk serangkaian percakapan yang mendukung pertumbuhan dan pengembangan coachee.

Alur TIRTA

TIRTA dikembangkan dari satu model umum coaching yang dikenal sangat luas dan telah banyak diaplikasikan, yaitu GROW model. GROW adalah kepanjangan dari Goal (Tujuan), Reality (Hal-hal yang nyata), Options (Pilihan), dan Will (Keinginan untuk maju). Pada setiap tahapan, coach membimbing coachee untuk merumuskan tujuan, mengeksplorasi realitas, mempertimbangkan pilihan, dan menentukan keinginan untuk maju dengan rencana aksi.

Di tahap ini, fokus pada informasi spesifik tanpa perlu mendetail terlalu jauh. Peroleh data yang cukup spesifik namun tidak terlalu rinci, karena detail akan lebih terungkap saat berefleksi atau kalibrasi. Saat melakukan percakapan perencanaan, hindari permintaan coachee untuk mengisi formulir, namun peroleh jawaban melalui interaksi percakapan.

T (Tujuan):

Tanyakan tujuan perencanaan: apa yang ingin dicapai dengan program pengembangan/kegiatan

I (Identifikasi) & R (Rencana):

Tentukan ukuran keberhasilan program pengembangan/kegiatan
Identifikasi hal-hal yang harus disiapkan/dikembangkan
Identifikasi hal-hal yang sudah ada yang bisa membantu keberhasilan
Identifikasi dukungan yang diperlukan

TA (Tanggung Jawab):

Sepakati kapan akan melakukan sesi untuk refleksi/kalibrasi


Mari berefleksi dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut ini:

Dari semua langkah dalam alur percakapan coaching TIRTA, langkah manakah yang menurut Anda paling menantang? Mengapa?
Kendala apakah yang mungkin akan Anda hadapi ketika Anda menggunakan langkah-langkah dalam alur TIRTA ketika berupaya melakukan percakapan coaching dengan rekan Anda Anda di sekolah?


2.3.2 Percakapan Berbasis Coaching dengan Alur TIRTA


Dari semua langkah dalam alur percakapan coaching TIRTA, langkah yang menurut saya paling menantang adalah langkah identifikasi. Pada tahap ini, dibutuhkan penggalian dan pemetaan situasi yang sedang dibicarakan, serta menghubungkannya dengan fakta-fakta pada sesi. Identifikasi memerlukan kemampuan mendengarkan dan memahami situasi, mengaitkan fakta-fakta, dan mengajukan pertanyaan relevan. Kendala yang mungkin saya hadapi dalam menerapkan alur TIRTA dengan rekan di sekolah adalah kurangnya waktu dan kesibukan, sulitnya menemukan waktu sesi, dan membangun hubungan yang baik. Saya akan mengatasi dengan mencari waktu yang tepat, memperkuat hubungan, dan menjaga komunikasi tanpa kesalahpahaman.

Umpan Balik Berbasis Coaching

Pemberian umpan balik, salah satu proses kunci dalam supervisi akademik. Umpan balik yang efektif harus netral, berbasis data kuantitatif, dan dihasilkan dari indikator pencapaian yang disepakati sebelumnya. Penting untuk menyadari bahwa setiap orang membutuhkan umpan balik untuk pengembangan diri. Pembelajaran terjadi saat kita dapat mengolah data dari sumber internal dan eksternal. Umpan balik berkesinambungan dan berbasis data memberdayakan guru/coachee, dan evaluasi diri serta analisis performa dengan standar yang berlaku menjadi kunci. Prinsip coaching tetap terjaga dengan memulai dengan memahami pandangan coachee. Costa dan Garmston (2016) menyajikan jenis umpan balik yang mendukung kemandirian dalam Cognitive Coaching.

Mari kita refleksikan bersama pengalaman Anda saat memberikan dan menerima umpan balik:

Pengalaman proses umpan balik yang bagaimana membantu pengembangan diri dan mendorong perubahan diri Anda?
Menurut Anda, bagaimana umpan balik yang disampaikan dapat mempengaruhi kemampuan seseorang untuk mengembangkan dirinya secara mandiri?

Pengalaman proses umpan balik telah memajukan pengembangan diri saya dengan memberikan wawasan berharga tentang kekuatan dan kelemahan. Umpan balik yang saya terima mendorong refleksi diri, perbaikan kelemahan, dan penguatan kekuatan. Saya merasa umpan balik memberikan perspektif berbeda, membantu melihat diri lebih jelas, dan mendorong perubahan positif. Umpan balik yang jujur dan konstruktif memengaruhi kemampuan mandiri dengan informasi kinerja dan perilaku spesifik. Ini membantu pemahaman area peningkatan dan memperkuat keberhasilan. Dengan demikian, umpan balik yang baik memberikan arahan jelas, memotivasi perubahan positif, dan meningkatkan kinerja secara keseluruhan.

Umpan Balik dengan Pertanyaan Reflektif

Pertanyaan reflektif memanfaatkan data dari observasi internal dan eksternal untuk mendorong kemandirian coachee. Jawaban terhadap pertanyaan reflektif membangun kesadaran, validasi evaluasi diri, pembelajaran dari umpan balik, dan penentuan capaian di masa depan. Contoh pertanyaan reflektif saat memberikan umpan balik melibatkan indikator pemahaman murid, motivasi perubahan metode pengajaran, penggunaan data umpan balik, tanggapan murid, dan refleksi terhadap capaian pembelajaran. Saat coachee melabeli atau menilai, fokus mendengarkan, karena penilaian kita tidak sebanding dengan bagaimana coachee menilai dirinya. Jika perlu memberikan penilaian, lakukan dengan hati-hati dan konfirmatif.

Umpan balik dengan data yang valid

Umpan balik dengan prinsip dan paradigma berpikir coaching bertujuan memotivasi coachee untuk identifikasi dan observasi data sendiri. Coach membantu dalam memberikan umpan balik berdasarkan data yang dibutuhkan coachee. Percakapan perencanaan observasi penting untuk mengumpulkan data relevan. Saat memberikan umpan balik, coachee menggunakan data untuk pembelajaran, analisis, dan perbaikan. Contoh data observasi mencakup frekuensi pertanyaan dan partisipasi murid. Tips pemberian umpan balik melibatkan suasana hati positif, mendengarkan pandangan coachee, dan memberikan umpan balik apresiatif untuk memaksimalkan pengembangan diri.

Mari terus menjalajahi, bertumbuh bersama, dan menjadikan setiap sesi coaching sebagai langkah menuju potensi terbaik diri kita."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun