Bayangkan Anda berada di empat situasi di bawah ini:
Anda tidak dapat memenuhi target pekerjaan, lalu kepala sekolah/rekan kerja Anda mengajukan pertanyaan berikut:
Mengapa target tidak tercapai?
Kelihatannya Anda tidak merencanakannya dengan baik ya?
Memangnya Anda tidak mencoba cara A, B, C, D?
Apakah tidak diperhitungkan sebelumnya bahwa ini tidak akan terpenuhi?
Anda sedang bingung bagaimana mengimplementasikan apa yang Anda pelajari dalam 10 hari ini. Lalu, Anda menghubungi instruktur Anda, dan ini yang ia tanyakan:
Apakah Anda mengerjakan semua tugas selama 10 hari?
Apakah setiap ada sesi sinkronus Anda hadir? (saat Anda selesai menjawab, ia melanjutkan?) Betul?
Mengapa Anda bisa bingung kalau Anda hadir terus?
Apakah Anda tidak mencoba mencari tahu saat di kelas?
Anda tidak memahami suatu materi pelatihan, lalu meminta rekan Anda menjelaskan. Lalu ini yang ia tanyakan:
Kenapa Anda tidak mengerti?
Apa Anda tidak memperhatikan saat dijelaskan di depan?
 Coba rasakan Anda ditanya seperti ini:
Sudah berapa lama Anda berada di posisi ini?
Apa tanggung jawab utama Anda?
Anda ingin "A" atau "B"?
Apakah tugasnya sudah diselesaikan?
Dia berbakat atau tidak?
Â
Dari empat situasi di atas, jawablah pertanyaan berikut ini:
Apa yang terjadi dalam diri Anda pada saat ditanya dengan pertanyaan-pertanyaan seperti di atas?
Apa yang Anda pikirkan?
Apa yang Anda rasakan?
Apa respon Anda?
Jawaban saya:
Dalam konteks tersebut, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dapat menciptakan perasaan tidak nyaman dan khawatir, terkadang memunculkan rasa di-label atau dinilai. Saya mungkin merasa terganggu atau merasa pertanyaan tersebut mencerminkan ketidakpercayaan pada kemampuan saya. Fokus pikiran saya dapat terarah pada keinginan untuk menjelaskan atau membela diri, serta memastikan pemahaman situasi. Setelah mendengarkan pertanyaan-pertanyaan tersebut, saya akan tetap tenang, memberikan jawaban jelas dan rasional, menjelaskan situasi sebenarnya, memberikan klarifikasi, dan memastikan pemahaman. Upaya juga dilakukan untuk meningkatkan cara berkomunikasi dan menjaga kelancaran komunikasi tanpa kesalahpahaman.
Mendengarkan dengan Rasa
Mendengarkan dengan RASA adalah pendekatan yang melibatkan akronim R (Terima), A (Apresiasi), S (Merangkum), dan A (Tanya). Ini memerlukan menerima informasi, memberikan apresiasi dengan respons yang tepat, merangkum dengan menggunakan kata kunci, dan mengajukan pertanyaan yang mendalam berdasarkan pemahaman. Latihan dilakukan dengan mengajukan pertanyaan berbobot, hasil dari mendengarkan dan merangkum. Pertanyaan harus terbuka, memperdalam pemahaman coachee, dan menggunakan kata kunci atau emosi yang sudah dikonfirmasi. Pendekatan ini membantu menciptakan komunikasi yang efektif dalam konteks coaching.
2.3.2 Percakapan Berbasis Coaching dengan Alur TIRTA
Percakapan perencanaan dapat terjadi sebelum coachee memulai kegiatan atau tugas, serta sebelum memulai pendampingan jangka pendek. Fokusnya adalah merencanakan pengembangan yang diinginkan. Percakapan pemecahan masalah terjadi ketika coachee menghadapi kesulitan atau krisis, mencari bantuan. Percakapan refleksi terjadi setelah aktivitas atau penyelesaian tugas, saat coachee ingin merefleksikan diri. Percakapan kalibrasi terjadi ketika coachee menilai kinerja atau perkembangannya berdasarkan standar dan melakukan penyesuaian rencana. Ini membentuk serangkaian percakapan yang mendukung pertumbuhan dan pengembangan coachee.
Alur TIRTA
TIRTA dikembangkan dari satu model umum coaching yang dikenal sangat luas dan telah banyak diaplikasikan, yaitu GROW model. GROW adalah kepanjangan dari Goal (Tujuan), Reality (Hal-hal yang nyata), Options (Pilihan), dan Will (Keinginan untuk maju). Pada setiap tahapan, coach membimbing coachee untuk merumuskan tujuan, mengeksplorasi realitas, mempertimbangkan pilihan, dan menentukan keinginan untuk maju dengan rencana aksi.